Browsing Tag

SOEKARNO

Malam PKI

Malam lebaran. Malam PKI. Demikian bunyi sms dari seorang teman pada malam takbiran kemarin. Ini memang mengingatkan kembali tanggal dimana hampir selama 32 tahun begitu diperingati sebagai kedigdayaan bangsa ini menumpas komunis.
Ketika mengawali kuliah di Univ Indonesia, selama sebulan kami mengikuti bentuk kursus Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Panca Sila. Lebih tepatnya ‘ brainwash ‘, dalam bentuk diskusi, ceramah dan simulasi.
Pada hari terakhir kami dibawa ke Balai Sidang Senayan – sekarang Jakarta Convention Centre – untuk menonton film ‘ Pengkhianatan G 30 S PKI ‘ yang baru gres keluar dari proses edit. Waktu itu filmnya belum beredar di bioskop, hanya dipakai kebutuhan indoktrinasi rezim orde baru saja.

Setelah selesai, program ini bisa dikonversikan menjadi nilai SKS, disamping mendapat sertifikat yang ditandatangani Prof. Dr Nugroho Notosutanto ( sekaligus jenderal AD ) sebagai Menteri Pendidikan waktu itu.
Penataran ini rasa rasanya tak ada manfaatnya waktu itu. Kecuali dapat pacar anak sastra, karena terus bersama sama dari pagi sampai malam. Bahkan dalam pemutaran film itu, kadang kala kami bergumam ‘’wuuuuuuu” saat May.Jend Soeharto dengan gayanya yang wagu muncul menjadi juru selamat.
Sambil menonton,kadang saya mencuri kesempatan memegang tangan si gadis sastra itu. Hangat dan Mesra.

Continue Reading

Soekarno – Hatta

Walau hubungan Soekarno dan Hatta mengalami pasang surut. Sebenarnya kedua orang ini sesungguhnya tetap bersahabat sampai akhir hayatnya. Sejak dulu keduanya memang berbeda dalam cara memperjuangkan kemerdekaan. Soekarno adalah orator ulung dan menginginkan penggerak revolusi massa, sementara Hatta sebaliknya. Ia pencerah alam pemikiran dengan pembawaannya yang tenang.

Menurut Soekarno jejaka Hatta adalah orang sangat malu dan merah mukanya jika bertemu gadis. Ia tak pernah berdansa, tertawa dan menikmati hidup. Tapi cara terbaik untuk melukiskan pribadi Hatta menurut Soekarno adalah dengan mengisahkan suatu kejadian.

Continue Reading

ruang hening proklamasi kita

Persoalan suara siapa yang harus didengar tidak menjadi monopoli jaman sekarang. Para generasi muda saat ini yang progressive menyuarakan mereka yang lebih berhak memimpin bangsa ini daripada ‘ old establishment ‘ generasi tua.
63 tahun lalu para pemuda menolak dengan keras ide proklamasi dengan melibatkan PPKI ( Panitia Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia )- bentukan Jepang – karena dianggap representasi sebuah kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Ini sesuai yang dikatakan Jenderal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 kepada Soekarno dan Hatta di markas besarnya Saigon. Bahwa Pemerintah Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Persoalan tua muda, siapa yang layak mengambil keputusan atas nasib bangsa tidak melulu dilihat dari umur. Soekarno Hatta yang berumur 40 tahunan sudah dianggap barang rongsokan oleh generasi muda seperti Soekarni, Wikana, Soebadio, Soebianto Djojohadikusumo, Chaerul Saleh pada saat itu.

Continue Reading

Perbedaan adalah Rahmat

Mestinya postingan tentang kaos yang saya beli di festival Kemang ini, masuk di cerita kaos . ” Perbedaan adalah rahmat ” judul kaos ini. Sebuah cara untuk mengembalikan rasa ikhlas yang sulit didapat dalam sebuah perdebatan. Lihat saja kongres HMI – Himpunan Mahasiswa Islam – di Palembang baru baru ini. Ketua HMI Ciputat Jakarta harus digotong ke rumah sakit karena terkena bogem mentah dari pasukan HMI Makasar. Ini baru organisasi mahasiswa sudah pukul pukulan, bagaimana kelak jika menjadi pemimpin atau wakil rakyat. Bisa jadi kepalan tangan dan emosi urat leher lebih dikedepankan jika perdebatan mengalami jalan buntu.
Daniel S Lev – Profesor pengamat Indonesia – ketika ditanya, apakah ia memiliki referens kehidupan politik yang ideal. Ia menjawab, tak usah jauh jauh melongok pada sistem demokrasi Amerika. Cukup melihat pada tahun 50 an, saat kehidupan demokrasi pada waktu itu mengajarkan bagaimana menghargai bentuk pikiran lawan. Pluralisme dalam ideologi dan pikiran adalah hal biasa.

Continue Reading

lagi lagi Cinta Lokasi

Selalu saja issue issue seperti ini ditanyakan kepada saya. Apakah begitu mudahnya terjadi cinta lokasi dalam sebuah pembuatan film. Seperti, apakah benar si anu sutradara layar lebar ini pacaran dengan bintang filmnya. Apakah si jelita anu sedang berhubungan dengan si tampan ini, Hal hal yang sebenarnya bagi saya tidak menarik.
Pertama – kalaupun tahu – saya tidak akan menjadi corong pewartaan gossip. Biarlah ini menjadi rahasia orang orang film. Kedua, bagi saya tidak ada yang salah dengan sebuah pertemuan yang melahirkan hubungan chemistry cinta. Walau itu di lokasi film, kantor, ataupun kopdar. Hanya tempat dan ruang waktu yang membungkusnya.
Khusus bagi lokasi film, definisi cinta tidak selalu identik dengan perselingkuhan. Itu khan kadang kadang sebagian hanya bumbu bombastis dari infotainment.

Continue Reading

Orang Indonesia bisa hidup sebenggol sehari

Dalam sidang Raad van Indie tanggal 26 oktober 1932, Direktur BB memberikan permakluman bahwa “ ternyatalah, bahwa kini satu orang yang dewasa bisa cukup makan dengan sebenggol sehari “.
Sebenggol setara dengan dua setengah sen gulden sehari.
Ini sangat jauh dari prediksi Statistich Jaarverzich pemerintah kolonial Belanda terhadap kemampuan hidup bangsa Indonesia saat itu yang rata rata 45 sen sehari bagi laki laki dan 35 sen sehari bagi perempuan.
Saya tidak tahu nilainya sekarang, cuma jika diasumsikan 1 gulden yang sudah setara dengan 1 euro senilai Rp 12.000,- maka kira kira kemampuan hidup laki laki bangsa Indonesia jaman itu sebesar Rp 6.000,- jika diukur dengan kurs jaman sekarang.
Prediksi tersebut sangat membuat marah Soekarno yang menuduh pemerintah kolonial sengaja menjerumuskan kaum marhaen ke dalam kegelapan zaman yang tak tertandingi.
Ia menjelaskan ketika hidup dalam penjara Banceui dan Sukamiskin, nilai ransum yang diperoleh setara dengan 0.14 sen gulden sehari dengan keadaan makanan yang begitu parah.

Continue Reading

Ali Sadikin

Dipenghujung kekuasaannya, Bung Karno kebingungan untuk memilih Gubernur Jakarta yang baru. Dari beberapa nama yang disodorkan – termasuk beberapa jendral angkatan darat – tak seorangpun yang cocok. Saat itu dr. J. Leimena, waperdam menyebut nama Jenderal KKO itu kepada Bung Karno.
“ Ali Sadikin, orang menyebutnya een koppig heid. Keras kepala “.
Namun justru dia yang dipilih Bung Karno. Pada 28 April 1966, Mayor Jendral KKO Ali Sadikin dilantik sebagai Gubernur Jakarta diusianya ke 37 tahun.
Dalam sambutannya Presiden pertama Republik Indonesia itu menyebutkan, bahwa Jakarta membutuhkan seorang yang keras kepala untuk menertibkan para ndoro ayu dan tuan tuan yang suka seenak perutnya saja. Lebih lanjut ia mengatakan kelak suatu hari, orang akan mengenang apa yang telah dikerjakan oleh Ali Sadikin. ‘ Dit heft Ali Sadikin gedaan ‘. Inilah yang telah dilakukan oleh Ali Sadikin. Pidato Bung Karno telah memacu Gubernur baru ini untuk membawa perubahan pada Jakarta.

Continue Reading

Soekarno & Ahmadiyah

Ternyata tidak saja orang orang jaman kita yang alergi dengan Ahmadiyah. Jaman sebelum kemerdekaan, issue issue mengenai Ahmadiyah sudah meramaikan suasana keagamaan saat itu. Ketika itu seorang Soekarno dituduh sebagai anggota Jamaah Ahmadiyah. Dari pembuangannya di Ende, Flores pada tanggal 25 November 1936 ia menuliskan surat bantahannya.
………..Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang Nabi dan belum percaya pula ia seorang mujaddid. Tapi ada buku buku keluaran Ahmadiyah yang saya banyak mendapat faedah. Seperti “ Mohammad the Prophet “ dari Mohammad Ali, “ Inleiding tot de studie van den heiligen Qoer’an “ juga dari Mohammad Ali, “ Het evangelie van den daad “ dari Chawadja Kamaloedin dan “ Islamic Review “ yang banyak memuat artikel bagus.
Dan tafsir Qur’an buatan Mohammad Ali, walaupun banyak pasal yang saya tidak setuju, adalah banyak juga menolong penerangan bagi saya. Memang saya mempelajari agama Islam tidak dari satu sumber saja.

Continue Reading

Akhirnya menang juga

Akhirnya kebenaran akan terlihat. Apapun jalan dan caranya itu. Surat Somasi kantor pengacara saya akhirnya mendapat jawaban dari Wang Xai Jun alias NB Susilo.
………………………………………
“ meskipun secara hukum belum ada peraturan dan Undang Undang yang mengatur kasus blogger, tetapi secara moral dan itikad baik saya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab ilmiah untuk menjawab hak dari sdr.Iman Brotoseno. Untuk itu saya secara pribadi memohon maaf kepada sdr. Iman Brotoseno atas kejadian ini.
Tindakan maksimal yang bisa saya berikan adalah memberikan catatan kaki pada tulisan sdr.Iman Brotoseno dan/ atau menghilangkan tulisan sdr. Iman Brotoseno dari buku saya selanjutnya, dengan mengganti dari sudut pandang lain mengenai Soekarno. Untuk selanjutnya saya berjanji akan lebih berhati hati dalam mencuplik data.
Dan apabila permohonan maaf saya belum memberikan kepuasaan dsari sdr Iman Brotoseno maupun pihak Pamungkas & Partner sebagai penggugat – atas jawaban saya – maka dengan ini saya menyatakan siap untuk menghadapi segala resiko hukum yang ditimbulkan akibat tindakan saya “

Hormat saya
NB Susilo ST, MT, MH

Ya, sudah, Sekarang saya pikir pikir dan berkonsultasi dengan Pamungkas & Partner membahas langkah selanjutnya. Jauh lebih penting bahwa akhirnya ia mengakui tulisan saya , dan menyadari kesalahannya mencomot tulisan saya tanpa ijin.
Mengutip sebuah iklan, ……….” Blogger dilawan ! “

Unbelievable Nation

Seorang penulis Norwegia, Stig Aga Aanstad dalam bukunya Surrendering to Symbols ( 2006 ) mengingatkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara besar periode 1960 – 1965. Bagi Amerika Serikat, Uni Sovyet ( dulu ) dan China, negeri yang bernama Indonesia tak mungkin diabaikan. Jumlah penduduk, kekayaan alam dan letak geografisnya. Demikian wartawan senior, Budiarto Shambazy pernah menulis.
Ia meneruskan bagaimana Bung Karno mengancam menasionalisasi migas dengan Undang Undang No 44 tahun 1961. Presiden Kennedy kebakaran jenggot lalu mengirim utusan khusus. Demikian juga Nikita Kruschov mengutus menteri pertahanannya untuk bersaing dengan Amerika. Tak ketinggalan Mao Ze dong mengirim Presiden China Liu Shaoqi untuk tujuan serupa.
Akhirnya Amerika “ menang “ , Bung Karno dan Kennedy menyetujui kontrak karya. Multi National Corporation ( MNC ) harus menyerahkan 25 % wilayah eksplorasinya dalam 5 tahun ke Pemerintah RI dan 25 % lagi dalam 10 tahun, serta wajib menyuplai kebutuhan domestik. Indonesia juga berhak atas 60 % keuntungan.

Continue Reading

Cerita Indonesia

Ternyata banyak sekali reaksi yang datang atas tulisan tulisan saya mengenai Bung Karno. Ada saja email masuk yang mendukung maupun mempertanyakan motivasi tulisan saya. Tak ada yang salah, sebagaimana juga saya tidak merasa bersalah untuk begitu personal menuliskan ini. Saya hanya merangkum dari ceceran ceceran sejarah yang lupa diangkat. Terpinggir dan terbuang.
Namun yang paling mengesankan adalah, saya menerima email dari Nenny Hartono. Dia mungkin bukan siapa siapa dan saya juga tidak mengenal dia. Dia adalah puteri Letnan Jendral KKO ( Marinir ) Hartono yang sempat saya singgung dalam tulisan saya sebelumnya .

Continue Reading

JANGAN SEKALI MENINGGALKAN SEJARAH

Banyak cerita cerita tentang Bung Karno dan salah satunya, yang diceritakan oleh orang tua saya.. Kisahnya ketika ibu saya sedang hamil muda, ia ngidam untuk bisa berdansa dengan Bung Karno. Tentu saja ayah saya pusing tujuh keliling bagaimana bisa memenuhi permintaan istrinya yang nyeleneh itu. Tapi memang seperti sudah digariskan, tiba tiba saja ada undangan dari Istana Bogor tempat beliau diasingkan menjelang kejatuhannya. Seperti biasa, selalu ada dansa tari lenso yang merupakan kegemaran beliau bersama tamu tamunya setelah makan malam.

Ibu saya yang duduk manis dengan kebaya kuningnya mendadak dipanggil Presiden pertama Republik ini untuk menemani berdansa. Sambil berdansa, Bung Karno langsung tahu bahwa ibu saya sedang mengandung, walau perutnya belum membesar. Ia mengatakan kelak anak dalam kandungan akan lahir dengan dibungkus plasenta…” Jadi berilah nama Bima atau Brotoseno “ , karena dalam hikayat pewayangan Bima atau Brotoseno lahir dengan masih dibungkus kulit telur. Jadilah nama belakang saya Brotoseno. Sampai sekarang ibu saya selalu bangga memandangi fotonya berdansa dengan Bung Karno. Sementara saya tak pernah bosan memandangi foto Bung Karno sedang berpidato dengan dikelilingi pejuang pejuang revolusioner ,yang terpasang dengan frame besar di rumah saya. Begitu heroik, charming, dan mempesona.

Continue Reading