ruang hening proklamasi kita

Persoalan suara siapa yang harus didengar tidak menjadi monopoli jaman sekarang. Para generasi muda saat ini yang progressive menyuarakan mereka yang lebih berhak memimpin bangsa ini daripada ‘ old establishment ‘ generasi tua.
63 tahun lalu para pemuda menolak dengan keras ide proklamasi dengan melibatkan PPKI ( Panitia Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia )- bentukan Jepang – karena dianggap representasi sebuah kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Ini sesuai yang dikatakan Jenderal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 kepada Soekarno dan Hatta di markas besarnya Saigon. Bahwa Pemerintah Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Persoalan tua muda, siapa yang layak mengambil keputusan atas nasib bangsa tidak melulu dilihat dari umur. Soekarno Hatta yang berumur 40 tahunan sudah dianggap barang rongsokan oleh generasi muda seperti Soekarni, Wikana, Soebadio, Soebianto Djojohadikusumo, Chaerul Saleh pada saat itu.

Soekarno Hatta adalah lamban,peragu dan selalu menunggu instruksi Jepang. Sementara para pemuda beranggapan revolusi harus dikobarkan begitu Jepang menyerah kepada sekutu. Rebut kemerdekaan ini dengan paksa kalau perlu.
Sebaliknya kedua orang ini, Soekarno Hatta melihat hasilnya tidak akan baik, karena kemerdekaan bukan monopoli Jakarta. Tokoh tokoh tua yang duduk di PPKI tetap merupakan perwakilan seluruh daerah Indonesia.

Karena terlanjur emosi. Soekarno dan Hatta di culik. “ Bung Hatta tidak bisa diharapkan untuk revolusi ! “ teriak mereka. Hatta hanya diam dan berkeyakinan fondasi dan landasan bernegara harus disiapkan lebih dahulu. Suka tidak suka sistemnya memang harus melalui PPKI.
Bung Karno juga kesal dan panas. Selain karena Guntur – anaknya yang ikut diculik bersama istrinya Fatmawati – terus menangis menjerit jerit kehabisan susu.
Soekarno menyorongkan lehernya, “ Potong leherku kalau kau tidak percaya dengan apa yang kita telah persiapkan selama ini “.
Para pemuda salah. Mereka tetap tidak bisa memproklamasikan kemerdekaan. Juga Laksmana Maeda dan Nijishima yang kebingungan karena kehilangan kedua tokoh ini. Karena sesuai janji pada tanggal 16 Agustus, Jepang akan mengumumkan penyerahan secara resmi kepada tiga pemimpin, Soekarno , Hatta dan Ahmad Soebarjo. Namun hanya Ahmad Soebarjo yang muncul sendiri.

Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, para pemuda masih percaya dengan revolusi yang akan dikobarkan. Dari kejauhan terlihat asap asap membubung di langit di perbatasan Bekasi dan Jakarta.
“ Jakarta telah dibakar. Api revolusi mulai berkobar “ Seru mereka kepada Bung Karno.
Setelah mendekat, ternyata hanya para petani yang membakar sisa sisa sampah dan jelaga. Bung Karno mengejek mereka, “ Inikah revolusimu ? “

Dalam persoalan hidup mati bangsa saat itu. Kita percaya butuh perang batin yang luar biasa untuk menyeimbangkan tekanan yang tinggi dan tuntutan pemuda yang emosional. Hatta bukan penggerak revolusi massa seperti Soekarno. Ia memberikan perenungan tentang apa yang harus dilakukan dengan prinsip prinsip kebenaran yang diyakini. Soekarno yang dasarnya pemarah, ternyata bisa dengan penuh kesabaran menghadapi situasi pelik itu. Mereka percaya selalu ada proses ruang ruang hening dalam pengambilan keputusan dan bertindak.
Sejak dulu mereka memang berbagi peran dengan kawan seperjuangannya. Soekarno penyeru rakyat untuk menjebol kolonialisme, sedangkan Hatta mengajak orang membangun institusi demokrasi. Soekarno – Hatta percaya pada sistem. PPKI adalah representasi demokrasi saat itu walau bentukan Jepang.

Inilah yang harus dipahami para generasi muda atau orang orang tua yang sok gede rumongso bisa mengurus negara. Sebab tanpa demokrasi, penjajahan yang telah diusir dengan darah dan air mata akan datang kembali menjajah. Tidak dalam bentuk pemerintahan asing, tetapi dalam bentuk tirani saudara sebangsa setanah air. Eksploatasi manusia antar manusia.

Banyak kepemimpinan di Indonesia yang dilahirkan dengan dukungan popular namun berakhir tragis dalam kekecewaan publik yang dalam. Sepertinya ada yang salah dengan sistem di sini. Kalau Bung Hatta merenungkan dalam ruang heningnya, Ia berpendapat yang keliru bukan sistem kepemimpinan di sini, tetapi arah masyarakat menolehnya.
Prinsip demokrasi meniscayakan mencari pemimpin yang berupa manusia sempurna atau ratu adil. Yang dipilih adalah yang berdasarkan paling mampu menjalankan aspirasi orang banyak, kendati ia mungkin banyak kekurangan di segi lainnya.

Kita lupa bahwa kita membutuhkan ruang hening itu. Entah apa kebetulan – karena gunung sunyi – saya dan beberapa teman blogger akan bertemu di Malang. Kemudian berangkat mensyukuri makna hari kemerdekaan nanti dalam ruang hening. Memandang matahari terbit di Bromo dan gunung Batok.
Kalau kita mengaitkan pada proses berbangsa , ruang hening – dan kembali ke titik nol – akan mengembalikan kita pada hati nurani.
Bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita benar benar merdeka.

Semalam suntuk menyusun naskah proklamasi yang melelahkan. Lagi lagi para pemuda, lewat Sukarni mengusulkan ungkapan yang lebih revolusioner. “ Merebut Kekuasaan “. Ini masalah peka, karena Jepang tidak mau membahayakan dirinya sendiri seolah olah diartikan merebut senjata dari prajurit Jepang yang sedang melaksanakan perintah Sekutu.
Akhirnya kata “ Pemindahan kekuasaan “ yang disepakati. Semua lega dan melepaskan letihnya. Laksamana Maeda sendiri pergi tidur sejak perdebatan mereka.

Saat itu bulan puasa. Bung Karno lalu pergi ke dapur mengambil makanan untuk sahur. Bung Hatta lalu menyusul mengambil sarden dan mencampurnya dengan telur untuk makanannya. Mereka duduk sendiri sendiri di pojok dalam keheningan. Tak berbicara.
Setelah subuh Bung Karno pulang menuju rumahnya di Jalan Proklamasi. Bu Fatmawati belum tidur karena menjahit bendera merah putih yang akan dikibarkan pagi ini.

Ia berbisik kepada istrinya, “ Kita merdeka “

You Might Also Like

45 Comments

  • Indah Sitepu
    August 13, 2008 at 11:07 am

    wah ternyata bapak proklamator kita suka sarden campur telur juga toh… sama dunk sama saya hehehhehe 😛

  • edy
    August 13, 2008 at 11:53 am

    salam buat kuda gurunnya, mas… ga bisa ikutan pas tanggal segitu. coba ngeramein lomba 17-an buat generasi penerus aja, yg mungkin suatu hari bakal ngajuin konsep pentingnya revolusi bagi angkatan saya yg segera menua dan lamban 😆

  • sluman slumun slamet
    August 13, 2008 at 12:13 pm

    merdeka!
    semoga kita menjadi bangsa yang besar seperti impian para pejuang kita dahulu….
    semoga…

  • oon
    August 13, 2008 at 12:15 pm

    hiks…mengharukan…

  • Hedi
    August 13, 2008 at 12:15 pm

    aku putuskan ga ikut ke Bromo, mas…ada urusan darurat di kantor, have fun at bromo and merdeka!!! 😀

  • Donny Verdian
    August 13, 2008 at 12:16 pm

    Hmmm.. uraian yang mengesankan, Bung Iman!
    Melihat intrik-intrik tua muda yang terjadi pada masa itu dan direfleksikan ke masa kini, saya jadi semakin setuju dengan apa yang dibilang bahwa “There’s nothing new and totally diferent under the same sun”.

    Merdeka dan selamat mendaki!

  • goop
    August 13, 2008 at 12:26 pm

    […]Ia berbisik kepada istrinya, “ Kita merdeka “[…]
    *merinding*
    merdeka dalam bisikan, merdeka yang hening di hati

  • wiyan artende
    August 13, 2008 at 12:41 pm

    nah..ne dia neh, saya paling senang kalo bang iman dah nulis tentang soekarno..dan sejarah indonesia masa lalu…cuman yang mengganjal dalam pikiran saya saat ini, benar, nggak sih…sejarah yang kita ketahui sat ini memang benar2 realistis..tidak di buat2 alias dibumbui…(????)…soalnya..sekarang ni banyak tuh yang ngaku2 sebagai pahlawan yang hidup lagi…, pahlawan yang reingkarnasi…pahlawan yang muncul lagi dari alam gaib setelah sekian lama melanglang buana di alam ghaib…(seperti kisah yang ngetrend sekarang ini tentang pengakuan seseorang sebagai sSUPRIYADI…pahlawan yang hilang itu…..,…..*(???????)*

  • Iman
    August 13, 2008 at 1:57 pm

    wiyan,
    ya saya baca kisah Supriyadi yang bangkit kembali..Nggak tahu ya perasaan saya kok ngegombal he he

  • Epat
    August 13, 2008 at 2:20 pm

    ndak pengen bikin filmnya sesuai dengan fakta dan sejarah yang benar mas?

  • Anang
    August 13, 2008 at 2:35 pm

    serasa membaca buku pspb.

  • edo
    August 13, 2008 at 3:18 pm

    well..
    informasi yang sangat bermanfaat. sayang para politikus yang sekarang sedang sibuk mengangkat berbagai issue termasuk issue tua dan muda sepertinya tidak punya waktu membaca blog ini.

  • edratna
    August 13, 2008 at 4:28 pm

    Tempat upacara 17 Agustusan dijaga ketat (Kompas, 13 Agustus 2008 hal 22). Ternyata yang dimaksud adalah dua gunung berapi aktif yang sering dijadikan tempat upacaraperingatan kemerdekaan RI. Gunung berapi tsb adalahGunung Semeru di Jatim dan Gunung Gede di Jabar. Saat ini Semeru berstatus waspada…..

    Tapi mas Iman ke Bromo dan Gunung Batok…..pasti asyik sekali, saya selalu terpesona dengan keindahan gunung Bromo plus lautan pasirnya. Karena anak sulung saya mau berangkat, tanggal 17 malam malah untuk “Farewell party” dengan teman-temannya…..cukup di rumah saja.

    Perdebatan siapa yang memimpin selayaknya tak sekedar tua atau muda, tapi punya kematangan, dan punya keberanian untuk melakukan putusan. Memimpin bangsa adalah bukan main-main, apalagi memimpin lebih dari 220 juta, terdiri dari beragam suku bangsa dan kepercayaan.

  • fisto
    August 13, 2008 at 4:40 pm

    serasa mengikuti soekarno-hatta dan para pemuda pada saat itu….
    kalo kata Dino Patti Djalal, itulah yg dinamakan insting seorang leader. Soekarno tahu kapan harus mengambil keputusan dan bertindak, makanya ia tidak mau begitu saja menuruti desakan para tokoh lain untuk memproklamirkan kemerdekaan lebih awal….

  • escoret
    August 13, 2008 at 4:49 pm

    bung hatta,waktu proklamasi masih jomblo ya..???
    konon,akan menikah pas endonesia merdeka..???

    *buka buku sejarah lagi*

  • Iman
    August 13, 2008 at 4:55 pm

    Peng,
    Bung Hatta memang ‘ dingin ‘ terhadap wanita, sehingga kelak Bung Karno yang menjodohkan dan menjadi mak comblang dengan Ibu Rahmi , istrinya kelak. Itupun nggak pakai proses pacaran.

  • danalingga
    August 13, 2008 at 6:52 pm

    DUh, ke bromo mas. Titip photo yang banyak. 😀

  • serdadu95
    August 13, 2008 at 7:44 pm

    Melakukan intropeksi diri adalah bagian tersulit dari semua bagian yang bisa/biasa dilakukan oleh makhluk Tuhan yang disebut “manusia” . Kebanyakan yang terjadi memang “buruk muka cermin dibelah”.

    **Saya sepakat kalo kita harus bisa menciptakan “ruang hening” itu supaya bisa buat merenung**

  • fitra
    August 13, 2008 at 8:47 pm

    duh ke bromo ya,plan ksana sm tmn2 cancel di 17an ini 🙁
    seneng bc sjarah dr blog ini krn sgt detail,sampe bs tau kl presiden kt sahur pake sarden ma telor. ga bakalan nemu di buku sjarah. kok bs tau sih mas? 🙂

  • dilla
    August 13, 2008 at 9:28 pm

    tulisan ini sangat ‘mas iman’ skali… 😀
    itu bisa ngerti mpe detil gt darimana siy mas?

  • Syiddat
    August 13, 2008 at 10:58 pm

    Mau ke Bromo ya?.. Saya baru dari sana 2 minggu lalu.. Di tunggu foto2nya aja 🙂

  • Iman
    August 13, 2008 at 11:16 pm

    fitra, dilla,
    ah itu khan banyak ditemui dari beberapa referensi buku buku biographi tentang beliau beliau, seperti yang ditulis Cindy Adams untuk Bung Karno, dan Delia Noor untuk Bung Hatta..Juga bukunya Lambert Gielbert yang banyak memuat kontroversi Soekarno
    i

  • Dony Alfan
    August 13, 2008 at 11:29 pm

    Jalan tengahnya adalah memperbaiki kesalahan generasi tua, dan meneruskan kembali keberhasilan generasi tua. Tak perlu lah anti terhadap generasi tua.

    PS: Mas Iman sudah liat iklan Sutrisno Bachir yang baru? Terlepas dari muatan politisnya, saya suka konsepnya, dan memang penuh pencerahan 😀

  • BARRY
    August 14, 2008 at 3:13 am

    Senang membaca sejarah bangsa kita dari cerita mas Iman, seperti berada disana rasanya.

  • adhie sherano
    August 14, 2008 at 4:02 am

    mas… membaca semua tulisannya membuat saya yakin, indonesia mempunyai orang – orang hebat!

    Revolusi tidak harus melalui jalan anarkis – Hatta
    Saya komunis, tapi di depan Tuhan saya seorang muslim – Tan Malaka
    Sekali berarti, setelah itu mati – Chairil Anwar

    saya ingin koresponden, ingin sekali mendengar cerita dari mas iman, seperti des alwi yang mendengarkan cerita dai Hatta, Syahrir dan Tan Malaka…

  • mantan kyai
    August 14, 2008 at 7:41 am

    ooh.. jadi ini tentang sukarno vs sukarni yah … *goblog saya kumat* 😀

  • mata
    August 14, 2008 at 8:49 am

    pokoknya merdeka ! kang…
    mumpung suasanya kemerdekaan

  • Silly
    August 14, 2008 at 10:32 am

    Mas Iman,

    Bener gak sich yang aku dengar kalo dulu tuh Bung karno belum mau membaca proklamasi… tapi karena didesak oleh kaum muda… maka waktu itu dengan berat hati, Sukarno memproklamirkan kemerdekaan kita… Jadi yang ngebet banget memperjuangkan proklamasi kemerdekaan itu justru Kaum Muda… Nahhh, kalo demikian, siapa dong yang paling berjasa dalam memproklamirkan kemerdekaan kita WAKTU ITU…

    Lagian… ARE YOU SURE WE ARE ALREADY “MERDEKA”…. menurut saya, even chinta laura aja tau kok kalo kita ini belum merdeka… Dari penjajahan Belanda, jepang inggis… MUNGKIN… tapi tidak dari bangsa sendiri…

    YA… kita saat ini MENURUT SAYA… sedang dijajah justru oleh oknum2 bangsa kita sendiri… Segitu besarnya pajak yang kita bayar… dengan asumsi anak-anak akan mendapatkan pendidikan dasar wajib belajar yang gratis…

    Lahhh… boro2 gitu… PIPIS aja bayar… 🙁

    Sampai kapan pun bangsa ini emang masih harus berjuang melawan segala macam bentuk penjajahan…

    Btw, selamat hening di “ruang hening diatas sana”… Semoga mendapat pencerahan. Jangan lupa bawa oleh2 buat silly semua yach… hehehe 😀

  • evi
    August 14, 2008 at 11:13 am

    bromo…? ah indah sekali 🙂

    ya selamat jalan2 dan merdeka!!

  • hanny
    August 14, 2008 at 11:17 am

    saya selalu mengagumi hubungan yang terbentuk antara bung karno dan bung hatta… justru karena mereka begitu sama; sekaligus begitu berbeda. saya selalu berpikir bahwa bung karno dan bung hatta bisa menjadi dua karakter hebat untuk kisah persahabatan yang sangat “manly”.

  • Iman
    August 14, 2008 at 11:59 am

    Silly,
    Ada dan tiada desakan pemuda, sebenarnya Indonesia pasti akan mendapat kemerdekaan. Ketika Bung Karno dan Bung hatta diterima di Jepang dan Saigon, mereka sudah dijanjikan akan diberikan kemerdekaan oleh jepang. Untuk itu jepang membentuk badan persiapan yang dinamakan PPKI, semacam lembaga yang berisi perwakilan dari setiap daerah – mungkin sekarang DPD atau DPR – untuk menyiapkan infrastruktur negara, mulai dari dasar negara dsb.
    Problemnya banyak pemuda – diwakili golongan yang indekos di Jl Prapatan – merasa dengan melibatkan PPPKI berarti Indonesia seperti antek antek Jepang. Selama ini banyak pemuda menuduh Soekarno Hatta sebagai kolaborator Jepang. Makanya mereka alergi dengan proses kemerdekaan melalui PPKI yang dianggap bentukan Jepang.
    Mereka mendesak Bung Karno / Hatta segera memproklamirkan tanpa harus lewat PPKI.
    Dalam memoarnya, Bung Hatta menulis jika mereka tidak diculik oleh pemuda. Kemerdekaan Indonesia jatuh tgl 16 Agustus. Karena memang pada tanggal itu dijadwalkan Jepang akan menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno – Hatta – Ahmad Soebarjo. Cuma hanya si Ahmad Soebarjo yang nongol sendirian, karena yang dua diculik ke Rengasdengklok.

  • dee
    August 14, 2008 at 12:55 pm

    waktu sekolah saya tidak suka pelajaran sejarah karena harus menghafal nama dan tahun. tapi dengan baca blog mas iman ini (hehe maaf mas sok kenal :)) saya kok jadi tertarik dengan sejarah ya?

    anyway, kedua tokoh proklamator kita itu memang mengagumkan.

  • Fikar
    August 14, 2008 at 2:24 pm

    foto2 di bromo ya,,, di tunggu…….

  • retno damar
    August 14, 2008 at 2:30 pm

    selamat merayakan hari ulang tahun kemerdekaan RI

  • wku
    August 14, 2008 at 2:58 pm

    jangan-jangan sampeyan ke bromo dalam rangka mempersiapkan “kemerdekaan” yang baru mas… saya tunggu lho…

  • moh arif widarto
    August 15, 2008 at 6:25 am

    Selamat beriktikaf di Bromo, Mas. Semoga masing-masing menemukan ruang hening yang mampu mencerahkan batin. Semoga pula pencerahan batin itu menular kepada seluruh jiwa di gugusan nusantara ini.

  • Kunderemp
    August 15, 2008 at 9:34 am

    Setelah mendekat, ternyata hanya para petani yang membakar sisa sisa sampah dan jelaga. Bung Karno mengejek mereka, “ Inikah revolusimu ? “

    Bukannya Bung Hatta yah yang mengejek generasi muda saat itu dalam perjalanan pulang Rengasdengklok ke Jakarta? Tapi iyah, waktu diculik, Bung Karno yang paling marah saat itu.

  • Rita
    August 15, 2008 at 7:20 pm

    “yang keliru bukan sistem kepemimpinan , tetapi arah masyarakat menolehnya” ini bisa terjadi kapan saja ….
    Bener kata mas Anang srasa blajar PSPB hehe bahkan lebih kumplit, srasa berada di sana 😀

  • Rita
    August 15, 2008 at 7:30 pm

    Kalau dipikir2 Bung Karno dan Bung Hatta adalah team yang solid
    bung Karno dengan karakter sedikit pamarah biasanya memiliki kekuatan sedikit memaksa cocok sebagai ahli strategis dan bung Hatta yang bijak cocok sebagai perangkai kebijakan2 untuk merealisasikan hasrat yang pada waktu itu adalah keinginan untuk Merdeka, Bebas dari belenggu penjajah

  • Suryadi Maosuluddin
    August 16, 2008 at 5:43 am

    tulisan mas.Iman tentang soekarno memang Mantap….

  • ngodod
    August 16, 2008 at 1:50 pm

    jah.., do nang bromo…

  • ahmad
    August 16, 2009 at 5:35 pm

    minta ijin copy tulisanya buat di blog saya mas

  • andrew
    February 19, 2010 at 1:54 pm

    Saya membaca Buku Biografinya Soekarno. Bahkan dia di tahun 30an sempat meramalkan Jepang bakal menguasai Asia, tapi tidak akan lama. Dan saat Jepang pergi itulah saatnya Indonesia Merdeka. Bung Karno tahu rakyat Indonesia secara mental belum kuat, makanya dia memanfaatkan fasilitas Jepang untuk mendidik & dan mempersiapkan diri bangsa buat menyongsong kemerdekaan. Ibarat sebuah Film Bung Karno itu seperti penulis skenario, sutradara sekaligus aktor. Kekagumanku tiada henti2nya melihat sosok beliau.

  • Dasman Djamaluddin
    August 21, 2010 at 3:18 am

    SAYA agak terkejut,ketika seorang saksi sejarah mengatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di Rengasdengklok 16 Agustus 1945 dan oleh karena itu peringatan Hari Kemerdekaan adalah yang di Rengasdengklok, bukannyapada 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

    Sekilas,saya menyukai adanya perbedaan karena perbedaan itu adalah rahmat.Tetapi selama masih belum bisa membuktikan secara otentik, maka kita sepakat untuk memilih 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Memang sulit untuk membuktikan apakah sumber-sumberi itu otentik atau tidak, karena para pelaku sejarah sudah banyak yang tua-tua, daya ingat mereka sudah turun, bahkan ada yang sudah meninggal dunia.

    Sumber terakhir itu juga mengatakan, Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi yang ditulisnya dan menaikkan bendera sangsaka merah putih di Rengasdengklok. Ditegaskan, Soekarno setuju saja dengan argumen para pemuda yang mengamankannya ke Rengasdengklok.

    Hal ini bertolak belakang dari buku yang saya tulis: DasmanDjamaluddin,Butir-butir Padi B.M.Diah (Jakarta:Pustaka Merdeka,1992),halaman 75-76, sejak semula Bung Karno marah dan memegang batang lehernya serta membuat gerakan seakan-akan menggorok leher. Dengan demikian, ia hendak menunjukkan bahwa ia tidak setuju meskipun disembelih sekali pun.”Biar pun saya digorok, saya tidak akan melakukan Proklamasi,” ujar Bung Karno. Selanjutnya diungkapkan bahwa Bung Hatta setuju dengan sikap Bung Karno.

    Perlu diketahui B.M.Diah yang bukunya saya tulis adalah juga saksi sejarah. Beliau adalah salah seorang saksi sejarah, satu-satunya seorang wartawan yang hadir ketika Bung Karno-Hatta merumuskan proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945 malam di Rumah Maeda (sekarang menjadi Museum Naskah Perumusan Proklamasi) di Jalan Imam Bonjol no.1 Jakarta. Beliau pula yang menyaksikan, Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi setelah ditulis Bung Karno. B.M.Diah berdiri tepat di belakang Sayuti Melik yang sedang

    mengetik.

    Jadi untuk sementara saya mengatakan, bahwa rumusan naskah proklamasi itu baru diperbincangkan tanggal 16 Agustus1945 malam di rumah Maeda,bukannya di Rengasdengklok.Kalau sudah diproklamasikan di Rengasdengklok, mengapa Bung Karno dua kali membacakan Proklamasi.Kalau benar (sekali lagi benar), bukankah di dalam hukum berlaku hal-hal yang baru menafikan hal-hal yang lama ?Jadi yang dipergunakan adalah yang baru? Semoga menjadi bahan masukan.Terimakasih (http://dasmandj.blogspot.com/)

  • gugusasa
    May 2, 2011 at 10:35 pm

    pak, saya share di mading kampus ya.

Leave a Reply

*