Browsing Tag

FILM

Memaknai Film G 30 S PKI

Embie C Noer, yang menjadi penata musik dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI, masih ingat kata kata kakaknya Arifin C Noer yang menjadi sutradara film ini. “ Ini film horror mbi “.

Bagi Embie itu cukup untuk mengembangkan tafsir musik dan bunyi bunyian. Embie memilih meramu suling bamboo, tape double cassette, keyboard dengan semangat pseudo- modern sebagai representative politik Indonesia saat itu.

Sementara Amoroso Katamsi yang mempelajari karakter Soeharto selama 3 bulan, mendapat kesempatan untuk bertatap muka langsung sambil mengikuti kegiatan Soeharto. Kadang Amoroso memakai baju tentara, karena saat itu ia masih berstatus Letkol Angkatan Laut. Soeharto memang tidak banyak bicara. Setelah sutradara menyerahkan scenario padanya, ternyata tidak ada perintah spesifik untuk revisi. Soeharto juga cenderung tidak perduli dengan hal hal detail. Jajang C Noer yang saat itu juga membantu riset kostum, dimarahi Soeharto karena bertanya terlalu detail untuk urusan pakaian.

Soeharto hanya mengatakan kurang setuju dengan Eddy Sud yang awalnya diplot untuk memerankan Bung Karno. Akhirnya peran itu jatuh ke Umar Kayam. Menurut pengakuan Amoroso, dalam “ Pak Harto – The Untold Story “. Mereka bertemu setelah film itu selesai. Lagi lagi Soeharto tidak banyak bicara. Ia tidak memuji, juga tidak menggurui. Ia hanya mengatakan “ Film itu bagus “.

Adalah Syu’bah Asa, budayawan dan wartawan majalah Tempo yang dipilih Arifin untuk memerankan Aidit. Menurut pengakuannya sebagaimana dikutip seri buku TEMPO, ia ingin memberikan perwatakan yang lebih utuh. Apalagi ia sudah mendapat bimbingan melalui diskusi yang intens dengan Amarzan Ismail Hamid, penyair yang mengenal Aidit secara pribadi. “ Tapi Arifin bilang tak perlu karena dia hanya butuh beberapa ekspresi saja “.

Maka seperti yang kita lihat dalam film berdurasi 271 menit itu, wajah Aidit muncul dengan fragmen mata melotot marah atau gaya merokok yang terus menerus seperti gelisah. Syu’bah merasa tidak sukses memerankan Aidit. Sang mentor, Amarzan hanya mengatakan buruk terhadap peran yang dimainkan Syu’bah.

Belakangan Amarzan mengakui sempat terlibat dalam proses produksi atas ajakan Arifin dan Danarto, penata artistik film. Ia memberikan masukan tentang suasana rapat rapat PKI dan situasi yang terjadi pada saat itu. Namun ia mengundurkan diri setelah sarannya tidak banyak didengar. Akhirnya kita melihat adegan adegan rapat tersaji seperti guru yang mengajar di kelas yang sempit dengan asap rokok yang memenuhi ruangan. Kesan perencanaan gerakan yang besar seolah kehilangan konteks, karena diisi orang orang gelisah yang merokok tiada henti. Belakangan Danarto mundur sebagai penata artisitik. “ Setelah berbulan bulan melakukan riset, saya akhirnya mundur sebagai art director karena soal honor “ Danarto menjelaskan.

Continue Reading

Bekraf. Geregetan ?

Mantan Gubernur Jakarta, Ali Sadikin bisa dibilang memiliki visi yang luar biasa tentang bagaimana mengembangkan potensi seniman. Disamping membangun museum museum, dia juga mendirikan Pasar seni Ancol, Taman Ismail Marzuki, Pusat Perfilman Usmar Ismail. Ia juga menggelar ‘ Jakarta Fair ‘ yang kini bertransformasi menjadi Pekan Raya Jakarta, sebagai etalase produk produk unggulan dalam negeri. Karena ia mewajibkan bioskop bioskop di Jakarta memutar film nasional, maka Bang Ali juga seperti Kepala Bekraf sekarang yang rajin menghadiri pemutaran perdana film nasional.

Pada jamannya siapa yang berpikir mata rantai ekonomi kreatif ? Bung Karno ketika melantik Ali Sadikin hanya menitipkan, ‘ Jadikanlah Jakarta sebagai kota yang bersaing dengan kota kota besar dunia lainnnya ‘. Maka Bang Ali hanya memikirkan kelengkapan standar kota Metropolitan. Ia menyelenggarakan kontes ratu ratuan, Malam Muda Mudi, Festival Film Asia sampai sidang sidang dan rapat Internasional sehingga secara tidak langsung menumbuhkan pemahaman tentang event organizer.

Tapi itu dulu. Secara tidak langsung Bang Ali menjadi lokomotif Industri kreatif dalam skala yang sederhana. Berkaca dengan potensi yang bisa diraih, jika ekonomi kreatif ini dijalani serius, maka mimpi pemerintahan sekarang mencoba memfocuskan bidang ini.
Kalau Amerika punya Hollywood, Asia punya Korea Selatan. Negeri Ginseng itu bisa disebut negara yang sukses memasarkan industri kreatifnya, dengan andalan drama dan musik K-Pop. Lihat saja remaja di Indonesia sangat tergila-gila dengan muisk dan selebriti Korea.

Drama Korea memiliki skenario yang bagus dan karakteristik berbeda, terutama jika dibandingkan produk Amerika. Drama Korea, lebih berisi drama keluarga yang bisa diterima ke negara Asia lainnya, misalnya dengan nilai-nilai kekeluargaan, puitis romantis, model cinta kasih tak sampai. Coba bandingkan drama Amerika, yang banyak nuansa laga, serta mengeksploatasi hubungan bebas yang dianut. Drama Korea tidak menampilkan adegan yang negatif seperti itu, mereka mencoba menebarkan pesan dari dalam negerinya yang sarat budaya lokal.

Bagaimana dengan Indonesia ? Bisakah kita meniru Korea yang menjadi patokan cetak biru ekonomi kreatif Indonesia. Jokowi sudah terpukau dengan Lembaga Kreatif di Korea yang mengurusi hal ini. Tentu pejabat Badan Ekonomi Kreatif – Bekraf sudah melakukan studi langsung ke Seoul.

Namun selalu ada problem tidak mutu yang gampang ditebak. Dari sisi luar Bekraf. Masih banyak birokrasi dan betapa tidak sinkronnya antar departemen atau lembaga yang mestinya menopang tujuan Bekraf. Misalnya aturan larangan domisili usaha di virtual office yang akan berlaku mulai 1 Januari 2016, berdasarkan surat edaran dari Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI. Padahal untuk start up pemula tidak akan kuat untuk menyewa ruang usaha karena belum tentu produknya laku, sehingga domisili usaha di Virtual Office sangat penting terutama bagi mereka yang berkecimpung di industri kreatif.

Saat dilantik menjadi Presiden Korea Selatan, pada Feb 2013, Park Geun hye sudah mengedepankan visi menciptakan ” Keajaiban kedua di Sungai Han ” melalui pengembangan ekonomi kreatif. Presiden Korea Selatan yang juga putri dari Park Chung Hee – Presiden Korea Selatan yang mati terbunuh tahun 1979, ditembak kepala intelejennya sendiri – menyadari bahwa bahwa ekonomi kreatif adalah mesin pertumbuhan ekonomi baru, melalui konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fusi budaya dan industri.

Continue Reading

Memfilmkan ( menafsirkan ) Sukarno

Tidak seorangpun dalam peradaban modern ini yang menimbulkan demikian banyak perasaan pro – kontra seperti Sukarno. Aku dikutuk seperti bandit, dan dipuja bagai dewa – ( Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat )

Budayawan Umar Kayam pernah merasa kurang enak, saat memerankan sosok Sukarno dalam film ‘ Pengkhianatan G 30 S PKI ‘ terutama pada scene pangkalan Halim. Saat itu ia – Sukarno – harus menepuk nepuk pundak Brigjend Soeparjo yang melaporkan gerakan tersebut. Bagaimana tidak, bahasa tubuh yang diperankan dalam film itu jelas mengamini penonton, bahwa Sukarno merestui penculikan para jenderal. Penulis novel ‘ Para Priyayi ‘ yang mantan Dirjen Radio, TV & Film itu memang tak pernah dekat dengan Sukarno. Tapi ia tahu bahwa penguasa saat itu berkepentingan menggambarkan Sukarno menurut versi mereka, demi legitimasi rezim orde baru.

Setelah Soeharto tumbang, banyak bermunculan sanggahan untuk meluruskan sejarah, diantaranya bekas panglima Angkatan Udara Omar Dhani yang hadir di Halim saat itu. Menurutnya, Sukarno justru memarahi Soepardjo dan meminta menghentikan semua gerakan. Ditambah kesaksian Ratna Sari Dewi dan ajudan Mangil, yang menunjukan ketidaktahuan Sukarno atas apa yang sesungguhnya terjadi subuh dini hari tersebut.

Menafsirkan Sukarno tidak hanya medium tulisan, dalam bentuk buku. Tapi juga memasuki ruang audio visual. Tercatat ada 4 film biopic Sukarno. Hanung Bramantyo dengan “ Soekarno : Indonesia Merdeka “ sedang bersiap diputar bioskop. Ada juga “ Soekarno “ besutan Viva Westi yang bercerita kehidupan sang proklamator pada masa pembuangan di Ende. Selain itu ada versi berjudul “ Kuantar ke Gerbang “ dan “ 9 reasons, Great leader Great Lover “ yang entah jadi apa tidak memasuki produksi.

Banyak harapan film film Sukarno ini akan menjadi cerita sejarah ‘ alternative ‘ kalau tidak bisa dibilang sebagai pelurusan sejarah Sukarno yang sekian lama ditulis sejahrawan orde baru. Dari pihak keluarga Sukarno sendiri berkepentingan agar sejarah Sukarno diletakan pada rel yang sesungguhnya.
Menariknya para pembuat film berusaha menceritakan sejarah Sukarno dengan intepretasi masing masing. Pertanyaannya, sumber manakah yang paling sahih sebagai pemegang tafsir sejarah Sukarno ? Apakah buku buku sejarah yang sudah dipublikasikan, data data dokumentasi yang selama ini tersembunyi atau biografi Sukarno sendiri ?.

Continue Reading

Pengakuan ( Bukan ) Pariyem

“ Saya kenal betul hasrat lelaki yang timbul di balik gerak geriknya. Pendeknya dia kasmaran sama saya. Selagi saya membersihkan kamarnya, tiba tiba saya direnggut dari belakang. O Allah saya kaget setengah mati. Sekujur tubuh saya digerayangi. Pipi, bibir, pentil saya dingok pula. Paha saya diraba raba. Alangkah bergidik bulu kuduk saya. Tapi saya pasrah saja. Kok saya lega lila. Tanpa berkata barang sekecap, peristiwa itupun terjadilah “ Pengakuan Pariyem

Novel prosa lirik karya Linus Suryadi AG yang terbit akhir tahun 70an ini ditulis jauh sebelum aku lahir. Aku sempat membacanya dan membayangkan kehidupannya seorang pembantu rumah tangga – Pariyem, asal Gunung Kidul yang mengabdi pada keluarga Ndoro Kanjeng Cokro Sentono, keluarga trah Keraton Jogja. Dia pembantu yang lugu dan dibalik itu menyimpan ‘ kebijaksanaan ‘ dalam menghadapi hidup.
Pariyem bangga dan sekaligus bingung ketika menyerahkan tubuh dan asmaranya untuk putra majikannya, Raden bagus Ario.

Apakah aku, Pariyem dalam siklus hidup yang berbeda ? Aku perempuan yang lahir dari darah campuran Indonesia dan luar negeri. Kata orang wajahku manis, imut. Mungkin karena kulitku yang putih. Aku bekerja sebagai production assistant dalam produksi film. Job descku memang di urutan bawah dalam struktur produksi. Menjadi kaki tangan produser. Aku memang diperintahkan menyiapkan semua hal hal kecil yang berkaitan dengan kebutuhan produksi. Hal hal remeh mulai dari memastikan ada mobil jemputan sutradara, urusan pemilik lokasi sampai kalau perlu membelikan martabak untuk makanan tengah malam crew.
Bekerja di film adalah impianku. Aku memiliki jiwa seni, pandai menggambar. Sebenarnya aku berharap bisa berada di art department. Aku tetap menyimpan impian suatu hari kelak menjadi seorang Production Designer.
Aku merasa menjadi ‘ seseorang ‘ yang berbeda dengan teman temanku yang lain. Mereka memandang kagum bagaimana aku bisa terlibat dengan nama nama besar di dunia film. Sutradara atau bintang bintang film lainnya.

Aku sendiri merasa tahu diri dalam komunitas ini. Apalah artinya aku, hanya seorang asisten produksi. Sebuah sekrup kecil dalam rantai produksi film yang besar. Aku hanya bekerja sebaik baiknya dan berharap ini menjadi ‘ reward ‘ untuk jenjang karier yang lebih baik.
Mungkin aku lebih beruntung, sehingga lebih diperhatikan oleh Mas Sutradara. Entah kenapa aku merasa perhatiannya lebih dari seorang atasan kepada bawahan. Ia sering memintaku terlibat dalam pengambilan keputusan tentang manajemen produksi. Ia bahkan memintaku untuk bisa bekerja sama dengan asisten sutradara untuk masalah ‘ break down ‘ syutingnya.

Continue Reading

Ada apa dengan Film Impor

In a way, there is something quoite noble about what we do. Our potential impact can not be minimized and should never be trivialized. At the same time that America has lost its dominance of the world’s economy. It has become a pre-eminent force in the world’s culture.

And this is largely because of what we do. People around the world may no longer drive in American cars, build with American steel or listen to American radios. But they go see American Films. They share our hopes and dreams and values when they experience the joy of a “ Pretty Woman “, the enchanment of a “ little mermaid “, or the inspiration of a “ Dead poets society “ .

Itu adalah cuplikan dari internal memo tanggal 1 November 1991 yang dibuat oleh Jeffrey Katzenberg – petinggi dari Walt Disney – yang ditujukan kepada seluruh pimpinan dan staff perusahaan. Memo sebanyak 10 halaman memang berisi strategi bisnis perusahaannya. Namun secara keseluruhan juga mencerminkan bagaimana mereka menjaga masa depan perfilman Amerika, dalam sebuah konglomerasi industri film yang luar biasa kuatnya.

Ramainya suara suara penolakan terhadap pajak film impor serta ancaman distributor Motion Picture Association ( MPA ) untuk menarik film film Amerika – baca : Hollywood – dari pasar Indonesia sebagai bentuk protes pengenaan royalti bisa dilihat secara luas justru sebagai bentuk perlawanan bisnis.

Dalam kasus ini sebenarnya yang diributkan hal hal yang sudah lazim dalam dunia perdagangan. Masalah pajak. Dan ditenggarai para importer film tidak melaporkan nilai transaksi secara benar. Padahal menurut Undang Undang no 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan adalah nilai transaksi sebenarnya, yaitu nilai yang dibayarkan atau akan dibayarkan oleh importer. Selama inu patokan yang dipakai dalam cara penghitungan bea masuk dari film Impor adalah pukul rata US$0,43 per meter.

Ada sebuah ilustrasi menarik yang ditulis Sepudin Zuhri , wartawan Bisnis Indonesia. Ia menunjuk film film box office di Indonesia, yakni G.I. Joe, Harry Potter and The Half Blood Prince, Transformer, Terminator Salvation, Angels and Demands, X- Men Origins, 2012, dan Avatar. Dari 8 film tersebut meraup pemasukan sebesar US $ 22,4 juta atau sekitar Rp 220 milyar.

Continue Reading

Film sebagai perlawanan tindak pidana korupsi

Ada yang menarik dari Industri film di Amerika – terlepas itu kental aspek komersialisasinya – bahwa film menjadi sebuah pewartaan tentang simbol simbol demokrasi dan keadilan. Film bisa menjadi cermin budaya sebuah peradaban manusia. Selalu saja ada kesewenang wenangan, dan hak hak manusia yang terampas dalam struktur masyarakat Amerika. Juga tentang kemunafikan, dan aparat yang korup. Potret utuh masyarakat ini sekaligus menjadi sumber inspirasi pembuatan film film yang mengedepankan sisi keadilan dan transparansi publik.
Sejarah peradaban Amerika yang dibentuk oleh imigran Eropa, Cina dan budak budak Afrika tak lepas dari aspek keadilan. Film film hitam putih sudah merekam tentang bagaimana cowboy cowboy pembela kebenaran melindungi kota dari gangster gangter serta tuan tanah yang tamak dan korup.

Hollywood juga mengangkat kisah kisah warga atau laporan tentang kasus korupsi politik ke layar lebar, tidak saja membuka mata tentang kebobrokan moral pejabat publik, tetapi juga menghasilkan film film yang bermutu.
Film pertama yang menggunakan motivasi kejahatan ini sebagai plot utama, adalah The Finger of Justice ( Paul Smith Pictures , 1918 ). Seorang politisi terkemuka. William Randall yang melakukan kejahatan korupsi untuk memperkuat kekuasaan di kotanya. Dua orang warga masyarakat, Noel Delaney dan Yvonne tergerak mengungkapkan kasus korupsi ini.

Namun dari sekian banyak film film yang mengangkat kasus korupsi, ada empat film yang mungkin paling menarik selama 40 tahun terakhir. Chinatown (1974 ), All the President’s men ( 1976 ), Suspect ( 1987 ) dan City Hall ( 1996 ). Dalam Chinatown menceritakan korupsi para politisi yang bersekongkol dengan pengusaha milyuner untuk membeli tanah dengan harga murah. Film ini memenangkan Best Picture, Best Actor ( Jack Nicholson ), Best Actress ( Faye Dunaway ) dan Best Director ( Roman Polanski ) dalam Academy Award.

Continue Reading

Jangan remehken Logika

Suatu periode tahun delapan puluhan. Sebagai mahasiswa baru di Universitas Indonesia, kami wajib menyiapkan sebuah acara di malam perkenalan kampus. Sempat bingung sebentar, sampai kami sepakat membuat operet tari tarian ala Michael Jackson. Video Klip “ Beat it “ menjadi referensi. Contoh gerakan tari, kostum dan gaya menyanyi sound alike, di contek habis.
Seorang teman yang menjadi anggota Swara Mahardikanya, mengajari kami bagaimana menari dan bergoyang. Jadilah sebuah operet yang sebenarnya memalukan, sekaligus mengundang tepuk tangan.

Apa yang bisa ditarik dari seorang Michael Jackson pada masa itu ? Sebuah budaya barat egaliter yang bisa menginspirasikan sebuah operet picisan mahasiswa mahasiswa baru di negeri berjarak ribuan mil jauhnya.
Bahwa seni – musik, film, tari, bahkan komunikasi – selain bersifat menghibur atau alat propaganda. Ia harus dalam paparan universal dan logis bagi siapapun yang menerimanya.

Orang daratan Cina, mungkin tidak bisa berbahasa Inggris tapi bisa berdendang mengikuti irama lagu lagunya Michael Jackson. Kenapa Islam bisa diterima ? karena Wali Sanga tidak melulu menafsirkan budaya arabnya. Ada unsur wayang dan budaya lokal yang diselipkan.

Continue Reading

Deddy Mizwar

SMS masuk ke handphone saya beberapa waktu lalu. Tanyanya “ Bener, si Bang Deddy maju sebagai kandidat Presiden ? “. Saya tak perlu menjawab, karena wawancara di sebuah majalah bersama kandidat wakilnya – Mayjen ( purn ) Saurip Kadi telah menjelaskan semuanya.
Siapa yang tak kenal sosok Nagabonar ini. Aktor dan seniman yang memiliki integritas tinggi. Barang kali jarang ada aktor yang memiliki pendalaman karakter setinggi Deddy Mizwar.
Ketika saya syuting dengan dia, saya hanya memberikan latar belakang konsep serta kerangka scene yang saya inginkan. Sisanya terserah dia. Tak perlu meminta dia untuk lebih ekspresif misalnya. Hanya dalam hitungan menit, dia bisa mengumpulkan semua energi, emosi dan penghayatan yang dibutuhkan.

Jadi saya tak perlu banyak pengambilan take adegan. Bahkan ia juga meringankan tugas saya – karena dia juga sutradara – dalam memotivasi lawan mainnya.
Deddy Mizwar memang mencoba menjadi arif tanpa kehilangan selera humornya. Karya karyanya tentang moral dan keseharian tidak melulu menggurui. Bahwa hidup tidak selalu hitam putih. Seorang pak hajipun bisa digambarkan sebagai manusia biasa yang punya rasa iri, dengki.

Continue Reading

Kineforum – Bulan Film Nasional 2009

Sebuah ruang apresiasi film yang terabaikan diam diam ada di Jakarta. Di sekitar kita dekat gemuruh germerlap jaringan bioskop komersial. Kineforum , adalah bioskop yang menawarkan program meliputi film film klasik Indonesia serta karya film kontemporer.
Ruang film yang tidak bertujuan mengambil keuntungan ini, dikelola oleh Dewan Kesenian Jakarta dan sejumlah relawan yang concern dengan film dan budaya. Kineforum, muncul sebagai tanggapan tidak adanya bioskop non komersial di Jakarta, sekaligus ruang apresiasi terhadap film film non mainstream.

Dalam menyambut Bulan Film Nasional 2009, Kinoforum menyelenggarakan pameran dan pemutaran film film Indonesia sepanjang bulan Maret 2009. Bertempat di Studio 21 TIM dan Komunitas Salihara, akan diputar film film klasik sampai film film modern.
Jadwal pemutaran di bagi dalam berbagai tema. Seperti Romansa Enam Dekade, yang memutar film film diantaranya karya Usmar Ismail yakni Tiga Dara ( 1956 ), Pejuang ( 1960 ) sampai Badai Pasti Berlalu ( 1977 ) karya Teguh Karya. Juga film film modern Ada Apa dengan Cinta ( 2001 ).
Tema Body of Works : Bing Slamet. Berisi film film yang pernah diperankan oleh Bing Slamet, seperti Tiga Buronan ( 1957 ) dan Ambisi ( 1973 ).
Dalam tema Body of Works kita bisa melihat karya karya sutradara D.Djayakusuma, seperti Embun ( 1951 ), Harimau Tjampa ( 1953 ) sampai Malin Kundang Anak Durhaka ( 1971 ).

Continue Reading

A promise in the air

Malam mulai beranjak pagi dan saya masih saja berkutat menulis treatment syuting. Sebuah sapaan di messenger muncul ditengah tengah kebuntuan ide. Ah, dia . Seorang yang pernah mempesona dan menawarkan tempat berlabuh bagi ruang cinta dan rindu.
Kami memulainya sebagai teman, dan ketika harus mengakhiri karena ada tujuan lain dalam perjalanan hidup masing masing, kami tetap bersahabat. Sampai sekarang. Dia memang tak datang di hari pernikahan saya dulu. Dia hanya mengirimkan sahabatnya untuk menyampaikan salam. Tapi ketika anak saya lahir, ia mengirimkan sebuah hadiah yang manis.

Pun saat ia gagal lagi dengan percintaannya – Ia belum juga menikah – saya menemani makan sambil mendengarkan dia berceloteh tentang semuanya, karena ia memang membutuhkan teman bicara.
Ada sebuah misteri yang dinamakan rahasia kehidupan. Kita tak akan mampu menebaknya. Mengapa kadang semua tidak terjadi sesuai skenario terbaik yang telah kita susun. Dalam film Love Affair , di atas pesawat , Mike Gambril berjanji untuk bertemu kembali dengan Terry Mc Kay dalam waktu enam bulan kedepan. Hari, tanggal, jam dan tempat yang ditentukan. Di puncak Empire State Building, New York. Selama waktu penantian, mereka sepakat tidak akan melakuan kontak.

Continue Reading

Front Penyejuk Islam

Barang kali orang film adalah komunitas yang paling toleran dan pluralistik. Disana ada banci, gay, Islam cekek, atheis – dalam arti benar benar tidak percaya Tuhan , jawa, ambon, punk metal, Hindu, Buddha, Islam NU, Kristen, pasangan kumpul kebo sampai penganut kejawen. Kami bekerja secara team work dan tidak melihat perbedaan sebagai halangan untuk menciptakan sebuah karya. Saya sendiri tidak terganggu jika ada crew ijin melakukan sholat magrib, sebagaimana saya juga tidak risih melihat para production assistant saya yang memakai hipster yang udelnya kemana mana, dan kita bisa melihat tatoo kupu kupu di atas pantat belakangnya.

Sahabat saya DB adalah contoh yang sempurna.

Ia sutradara jebolan Institut Kesenian Jakarta yang telah mengalami kisah perjalanan hidup yang beraneka ragam. Istri pertamanya – seorang bule – ketika ia masih rajin mengunjungi pub dan bar. Ia bercerai dan mengawini istri keduanya – seorang model – yang wajahnya mirip Maudy Koesnaedy, sehingga sering dipakai sebagai stunt model pengganti adegan yang melibatkan Maudy.

Continue Reading

Rintihan Kunti

Kalau ada yang bertanya icon apa yang paling Indonesia banget ? Salah satu jawabnya Kuntilanak. Sebagian menyebutnya Sundel Bolong. Ini memang bagian dari folkhlore. budaya manusia Indonesia, yang sudah berabad abad mempercayai kehidupan dedemit. Paling mudah melihat budaya sebuah masyarakat adalah melalui film, dimana judul atau tema kuntilanak sudah ada sejak jaman dulu sampai sekarang.
Dari film itu juga kita tahu sifat dan ciri khas setan wanita berambut panjang, muka pucat dan selalu memakai baju panjang putih ini.
Biasanya menjelma dari wanita yang hamil lalu dibunuh. Seperti film ‘ Beranak Dalam Kubur ‘. Film lawas yang bisa membuat saya tak berani pulang sendirian sehabis menonton layar tancap. Ada juga film tentang wanita dari keluarga bahagia, lalu datang perampok yang memperkosa dan membunuh si wanita. Jadilah di sundel bolong untuk membalas dendam. Kadang kala ia datang ke rumahnya dan bermain piano. Si anak dan suaminya hanya tertegun melihatnya. Tidak ada rasa takut. Mungkin karena masih keluarga.

Continue Reading