Memaknai Film G 30 S PKI

Embie C Noer, yang menjadi penata musik dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI, masih ingat kata kata kakaknya Arifin C Noer yang menjadi sutradara film ini. “ Ini film horror mbi “.

Bagi Embie itu cukup untuk mengembangkan tafsir musik dan bunyi bunyian. Embie memilih meramu suling bamboo, tape double cassette, keyboard dengan semangat pseudo- modern sebagai representative politik Indonesia saat itu.

Sementara Amoroso Katamsi yang mempelajari karakter Soeharto selama 3 bulan, mendapat kesempatan untuk bertatap muka langsung sambil mengikuti kegiatan Soeharto. Kadang Amoroso memakai baju tentara, karena saat itu ia masih berstatus Letkol Angkatan Laut. Soeharto memang tidak banyak bicara. Setelah sutradara menyerahkan scenario padanya, ternyata tidak ada perintah spesifik untuk revisi. Soeharto juga cenderung tidak perduli dengan hal hal detail. Jajang C Noer yang saat itu juga membantu riset kostum, dimarahi Soeharto karena bertanya terlalu detail untuk urusan pakaian.

Soeharto hanya mengatakan kurang setuju dengan Eddy Sud yang awalnya diplot untuk memerankan Bung Karno. Akhirnya peran itu jatuh ke Umar Kayam. Menurut pengakuan Amoroso, dalam “ Pak Harto – The Untold Story “. Mereka bertemu setelah film itu selesai. Lagi lagi Soeharto tidak banyak bicara. Ia tidak memuji, juga tidak menggurui. Ia hanya mengatakan “ Film itu bagus “.

Adalah Syu’bah Asa, budayawan dan wartawan majalah Tempo yang dipilih Arifin untuk memerankan Aidit. Menurut pengakuannya sebagaimana dikutip seri buku TEMPO, ia ingin memberikan perwatakan yang lebih utuh. Apalagi ia sudah mendapat bimbingan melalui diskusi yang intens dengan Amarzan Ismail Hamid, penyair yang mengenal Aidit secara pribadi. “ Tapi Arifin bilang tak perlu karena dia hanya butuh beberapa ekspresi saja “.

Maka seperti yang kita lihat dalam film berdurasi 271 menit itu, wajah Aidit muncul dengan fragmen mata melotot marah atau gaya merokok yang terus menerus seperti gelisah. Syu’bah merasa tidak sukses memerankan Aidit. Sang mentor, Amarzan hanya mengatakan buruk terhadap peran yang dimainkan Syu’bah.

Belakangan Amarzan mengakui sempat terlibat dalam proses produksi atas ajakan Arifin dan Danarto, penata artistik film. Ia memberikan masukan tentang suasana rapat rapat PKI dan situasi yang terjadi pada saat itu. Namun ia mengundurkan diri setelah sarannya tidak banyak didengar. Akhirnya kita melihat adegan adegan rapat tersaji seperti guru yang mengajar di kelas yang sempit dengan asap rokok yang memenuhi ruangan. Kesan perencanaan gerakan yang besar seolah kehilangan konteks, karena diisi orang orang gelisah yang merokok tiada henti. Belakangan Danarto mundur sebagai penata artisitik. “ Setelah berbulan bulan melakukan riset, saya akhirnya mundur sebagai art director karena soal honor “ Danarto menjelaskan.

Ihwal Aidit merokok yang menuai polemik karena beberapa sumber dekat seperti adiknya, Murad Aidit yang meyakini kakaknya tidak merokok. Ternyata memang itu pilihan sutradara. Saat itu Arifin merasa merokok sebagai representasi dari The Thinker. Secara visual lebih bagus penggambaran seseorang yang berpikir keras itu lewat rokoknya. Itulah sebabnya adegan dimana layar dipenuhi asap rokok sebagai metaphor sumpeknya suasana politik Indonesia. Film adalah sebuah proses menciptakan realitas, tentu saja sutradara sah saja menterjemahkan sebuah pengadeganan.

Memang tidak adil serta merta menuduh Arifin C Noer melakukan patgulipat dengan penguasa untuk membuat film ini. Suasana kebatinan saat itu memang sulit bagi Arifin untuk mendapatkan nara sumber berbeda dari versi Pemerintah. Namun Arifin pasti paham bahwa skenario yang dikembangkan merupakan stempel legitimasi propaganda orde baru.

Seorang sutradara ketika sepakat menerima sebuah pekerjaan, sudah melakukan kompromi antara ruang komersial dan ruang idealisme. Kita tidak bisa menggugat pilihan ini, sama seperti pilihan sutradara mengerjakan film percintaan remaja atau film komedi. Ini mungkin sudah masuk pertimbangan produser G. Dwipayana dari Perum PFN ketika memutuskan untuk memilih Arifin C Noer ketimbang Teguh Karya. Dua sutradara papan atas yang awalnya jadi kandidat untuk mengerjakan proyek besar ini.

Salah satu sumber utama Arifin C Noer untuk mengembangkan skenario adalah buku “ Tragedi Nasional Percobaan Kup GG30S PKI di Indonesia “ yang ditulis oleh tokoh sejarawan militer Nugroho Notosusanto dan jaksa Ismail Saleh.

Buku ini memuat pemeriksaan Teperpu kepada ajudan Bung Karno, Kolonel Bambang Wijanarko yang dicurigai banyak mengandung kebohongan. Kelak kesaksian Bambang Wijanarko dibantah oleh ajudan lain seperti Mangil atau Maulwi Saelan.

Saya harus sepakat walau pesanan, film Pengkhianatan G 30 S PKI bukan karya murahan. Film ini memiliki dramatulugi yang terstruktur yang merupakan penggabungan dokumenter dan teatrikal. Juga ada estetika tinggi serta didukung pemeran bagus. Ini sebuah karya kreatif dari proses panjang, dimana kreator ingin menyampaikan pesan itu terlepas isi film itu akurat atau tidak. Sebagai pengagum Bung Karno tentu saya tidak rela, beliau dipersepsikan mengetahui gerakan penculikan para Jenderal ini. Bahkan adegan Bung Karno menepuk nepuk pundak Brigjen Soeparjo di pangkalan Halim, sangat tendensius mengarahkan Bung Karno memberi restu.

Sebagai tambahan Bambang Wijanarko diperiksa setelah Bung Karno wafat sehingga tak bisa dikonfrontir oleh pelaku. Sejarah mencatat dari sekian banyak ajudan dan perwira militer yang dekat dengan Bung Karno, hanya Bambang Wijanarko yang tidak dipenjara rezim Soeharto. Ajudan AKBP Mangil ditahan 3,5 tahun. Maulwi Saelan harus mendekam selama 5 tahun karena menolak menandatangani BAP dari Teperpu yang dianggap memojokan Bung Karno.

Hitler dan Menteri propagandanya Joseph Goebbels percaya bahwa film adalah alat vital untuk mencetak opini publik. Nazi mendirikan sebuah departemen film pada tahun 1930 dan Goebbels memproduksi banyak film untuk mempromosikan filosofi dan agenda Nazi. Secara terbuka Goebbels mengatakan peran bioskop Jerman untuk melayani garda depan militer Nazi.

Salah satu contoh film “ Der Ewige Jude “ ( Eternal Jew ) yang diproduksi tahun 1940, tentang perbedaan sifat dan kebiasaan antara ras Yahudi dan ras Aria. Bagaimana stereotype bangsa Yahudi yang money oriented tak peduli dengan cara mendapatkan uang atau harta. Berbeda dengan bangsa Aria yang pekerja keras untuk menciptakan barang barang pabrik dan inovasi untuk peradaban. Digambarkan dalam film dokumenter tersebut bahwa orang Yahudi adalah penjahat, tidak memiliki jiwa.

Tujuan Goebbels adalah menciptakan sebuah film yang akan berfungsi sebagai penggambaran sifat parasit dari orang-orang Yahudi dan kelak jadi pembenaran untuk genosida – tindakan pemusnahan terhadap ras Yahudi. Membunuh bangsa Yahudi bukanlah sebuah kejahatan, tapi sebuah kebutuhan – seperti membunuh tikus, sebagai keharusan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan.

Ashadi Siregar, pernah menulis bahwa Arifin C Noer menyediakan celah untuk mengintip kebenaran, walau kebenaran itu harus dilihat melalui cara mencari wacana yang tersembunyi.
Selama ini kekejaman dan tindakan sadisme selalu dinarasikan sebagai tindakan PKI. Namun dalam visual, sama sekali tidak ada pertalian dengan PKI. Bahkan dalam dialog dan adegan persiapan penculikan para Jenderal, justru dilakukan oleh sejumlah militer.

Bagi penonton yang tidak akrab dengan sejarah militer Indonesia, tentu hanya melihat gerakan tentara sendiri, yang dimulai dari persiapan penculikan, dimana tentara menerima dan meneliti beberapa foto Jenderal yang diculik. Coba lihat adegan penculikan dilakukan oleh tentara, bukan oleh PKI. Suara terompet yang biasa terdengar di barak, suara derap sepatu semuanya mengindikasikan militer. Begitu juga adegan penyiksaan di lubang buaya, digambarkan pelakunya adalah militer atau para-militer.

Akhirnya Ashadi Siregar menyimpulkan jika film Pengkhianatan G 30 S PKI dianggap sebagai cara militer untuk menumpas gerakan komunisme, agaknya dengan cara lain film ini bisa diartikan lain. Betapa berbahayanya jika militer disusupi oleh ideologi radikal sehingga seorang prajurit berani menghardik atasannya, kemudian menembaknya. Ini secara gamblang digambarkan dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI.

Selama 15 tahun penayangan secara konsisten, secara neuroscience sukses mengubah proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan soal PKI, yakni kejam dan beringas. Adegan putri Jenderal Panjaitan menjerit menangis dengan tangan penuh darah yang melumuri wajahnya, membuat alam bawah sadar kita tersiksa. Musik scoring gereja menambah kesan penderitaan dan sakit hati yang terdalam. Kami para mahasiswa UI setelah menyelesaikan program penataran P 4 pola 100 jam yang ditutup dengan nonton film Pengkhianatan G 30 S PKI di Balai Sidang Senayan, awalnya punya perasaan ingin menggayang kaum komunis. Jika masa itu Kedutaan RRC sudah ada, hampir dipastikan 2 ribuan mahasiswa baru UI akan melakukan long march demo ke sana. Anak anak SMP atau SMA yang diminta gurunya untuk membuat resensi film ini sebagai tugas sekolah, semua menyalahkan komunis atas kekejaman yang terjadi.

Pesan paham anti agama, kurang jelas digambarkan kecuali pada pembukaan film saat penyerbuan komunis ke pesantren di desa Kanigoro. Setelah itu hampir sama sekali lebih banyak memperlihatkan rapat rapat gerakan militer dan PKI, yang dipadu dengan situasi rakyat yang susah saat itu. Padahal penting untuk menciptakan established kesan PKI yang anti Tuhan misalnya bagaimana saat itu di Jawa Tengah ada pagelaran ketoprak Matine Gusti Allah.

Setelah reformasi, bermunculan referensi dan buku buku yang mengulas gerakan kudeta komunis tersebut, termasuk buku buku yang selama masa orde baru diharamkan beredar. Kekejaman komunis yang digambarkan menyilet kemaluan para Jenderal, mencongkel biji mata menjadi sesuatu yang tidak masuk akal. Ternyata juga, tidak ada tari tarian Gerwani di Lubang Buaya sebagaimana propaganda selama 32 tahun.

Tiba tiba esensi kudeta komunis yang berhasil ditanam selama bertahun tahun melalui film ini jadi dipertanyakan motifnya. Generasi yang cerdas mulai mempertanyakan, kenapa dari sejumlah foto close up jenderal jenderal yang akan diculik, kenapa tidak ada foto Soeharto. Bukankah dia juga tokoh penting, yang secara tidak resmi dipilih Ahmad Yani sebagai orang nomor dua di Angkatan Darat, jika Menpangad berhalangan.

Selama hampir 20 tahun film ini menjadi barang antik walau militer terus berusaha agar film Pengkhianatan G 30 S PKI menjadi satu satunya sumber kebenaran. Usaha ini cukup berhasil di offline, dimana pemutaran film film alternative seperti Jagal atau Senyap dilarang melalui ormas ormas atau Lembaga Sensor Film.

Tidak demikian di ruang digital. Film Pengkhianatan G 30 S PKI yang juga di upload di Youtube bersaing dengan Film Jagal atau Senyap. Cuplikan adegan Aidit yang mengatakan ‘ Jawa adalah kunci ‘ atau kata kata ‘ Darah itu merah Jenderal ‘ sering dipakai jadi plesetan humor. Generasi milenial tidak seserius memandang komunisme, apalagi komunis di negara asalnya sudah mati atau jadi sekadar simbol semata. Prinsip prinsip komunisme sudah tidak dipakai lagi, kalah bersaing dengan pasar bebas dan kapitalisme.

Kini film Pengkhianatan G 30 S PKI dipaksa muncul lagi setelah sekian lama terkubur. Issue issue komunisme bangkit menjadi pembenaran untuk mengulang memori yang pernah tertanam selama bertahun tahun penayangan di masa silam. Militer ( baca : Angkatan Darat ) masih percaya film ini masih efektif menangkal ancaman bangkitnya komunisme. Tentu ini berbeda dengan situasi masa lalu dimana film ini menjadi satu satunya sumber sejarah. Dengan berbagai macam referensi dan sumber alternative yang ada, paksaan nonton film propaganda ini justru akan mengajak pada ruang debat yang konstruktif. Sejarah akan dipaksa untuk merekonstruksi secara logis. Jadi mari nonton bareng film Pengkhianatan G 30 S PKI. Kenapa tidak ?

You Might Also Like

7 Comments

  • Djangkaru Bumi
    October 3, 2017 at 6:43 pm

    Ini kan film, yang pastinya ingin memuaskan penonton. Atau ingin menguras emosi penontonnya. Ya, kita pandang dari sudut hiburan saja. Kalau dipandang dari sejarah atau ketokohan pasti ada perdebatan yang tidak kunjung usia. Pemain atau krunya saja, masih belum puas. Apalagi orang yang diluar kru ?

  • galihsatria
    October 4, 2017 at 8:51 am

    Jadi inget, dulu di SMP, waktu bikin resensi film ini, saya sempat bertanya-tanya, kenapa Pak Harto selamat dari penculikan dan tidak masuk daftar, padahal daftarnya banyak sekali. Tapi ya hanya pertanyaan sekilas saja karena waktu itu citranya bagus sekali sebagai pahlawan di film ini, dan juga pengaruh buku-buku perpustakaan sekolah yang penuh dengan buku tentang Serangan Umum 1 Maret. Setelah pertanyaan itu berpikir, untung Pak Harto ga diculik, jadi bisa menyelamatkan Indonesia dari bahaya komunis…

  • OrbaFuckinShit
    October 20, 2017 at 9:34 am

    jrennggg…. dari dokumen2 CIA yang bisa diakses bulan oktober 2017 ini fakta2 yang sebetulnya sudah diketahui dari beberapa buku2 yg dilarang ORBA juga info2 dari internet dikuatkan, SUHARTO MEMERINTAHKAN LANGSUNG pembunuhan, pengejaran dan penangkapan orang2 “yang dituduh PKI” di seantero negeri plus menyingkirkan banyak orang2 yang loyal terhadap BUNG KARNO baik sipil maupun militer….juga ANGKATAN DARAT yang MERENCANAKAN aksi KUDETA terhadap BUNG KARNO….jadi bukan ada tidaknya isu dewan jendral niat itu memang sudah ada dari awal….keterlibatan sederet nama2 politisi, aktifis dan pejabat militer dalam persengkokolan rumit yang bernama G-30-S dan juga nama2 perwira2 AD yang dianggap condong ke BUNG KARNO dan layak disingkirkan (jendral ahmad sukendro dan jendral ibrahim adjie diantaranya) oleh klik suharto

  • OrbaFuckinShit
    October 20, 2017 at 9:40 am

    belum lagi info2 HOAX yang sengaja dicomot oleh media2 pro ANGKATAN DARAT (harian angkatan bersenjata….belakangan VICTOR M VIC juga tetap memakai HOAX ini di bukunya yang sarat kebohongan) untuk memojokkan BUNG KARNO semisal rencana BUNG KARNO untuk minta asilum ke RRT dan diberikan villa di pinggir danau angsa oleh MAO ZEDONG, rencana bantuan 100 ribu pucuk SKS (chung) ! untuk angkatan ke 5 serta dongeng obrolan MAO dengan aidit yang seakan merestui “revolusi komunis”….semuanya berasal dari sebuah tulisan imajiner di koran terbitan HONG KONG

  • OrbaFuckinShit
    October 20, 2017 at 2:49 pm

    yang belum diketahui banyak orang adalah intrik suharto menghancurkan 2 angkatan lainnya (AURI dan ALRI) dari dalam….dengan bantuan CIA/MI6 suharto menanamkan oknum2 penghianat di tubuh AURI dan ALRI dalam hal ini kudeta panglima AURI dari sri mulyono herlambang kepada RUSMIN NURYADIN, sejak kepemimpinan suryadi suryadarma AURI selalu bertentangan dengan ADRI dan pengunduran diri suryadarma sedikit banyak terpengaruh hal tsb….suyitno sukirno dan rusmin nuryadin (dan leo watimena??) rusmin adalah minion yang SANGAT SETIA kepada suharto (22 tahun) berbagai jabatan ORBA pernah dinikmatinya (sebagai balas jasa menghancurkan AURI tentunya) untuk suyito sukirno dan leo watimena keduanya justru tersadar dari mimpi indah setelah mesin ORBA sudah terlalu kuat leo mati karena sakit jantung menyesali apa yang telah diperbuat dirinya terhadap korps kebanggaanya AURI…suyitno sukirno masuk petisi 50 dan hidupnya dipersulit…

  • OrbaFuckinShit
    October 20, 2017 at 2:54 pm

    untuk ALRI sudomo adalah attack dog paling setia dia rela almamaternya digembosi oleh suharto sehingga banyak patriot2 ditubuh ALRI dipersulit hidupnya (atau dalam hal jendral KKO hartono dibunuh)…untuk jasanya tsb sudomo juga menikmati gelimang manisnya kekuasaan ORBA sampai memegang tampuk PANGKOPKAMTIB yang sangat angker itu

  • ibas
    October 10, 2023 at 8:24 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*