Jauh ratusan tahun sebelum para founding father bangsa kita berbicara tentang nasionalisme. Raja Kartanegara dari Singasari telah membuktikan tanpa banyak bicara, dengan memotong kuping Meng Chi – utusan Kaisar Kubilai Khan dari Dinasti Mongol – dan mengusirnya pergi. Jelas jelas ia tidak mau tunduk pada permintaan maharaja dari Asia tengah. Singasari adalah negara berdaulat dan tidak mau memberi upeti kepada bangsa asing.
Tindakan ini membangkitkan kemarahan Kubilai Khan. Ia mengutus Shih-pi, Ike Messe dan Kau Hsing memimpin armada 1000 kapal dan tentara sebanyak 20.000 orang untuk menekan Jawa. Armada mereka yang gagah, memenuhi pelabuhan Tuban, tidak membuat gentar Raden Wijaya. Lagi lagi mereka tertipu oleh muslihat pangeran jawa ini, membantu menggulingkan Raja Jayakatwang dari Kediri.
BERBANGSA
Dirgahayu Indonesia
Posted on August 17, 2008KEMERDEKAAN SEJATI HADIR
DARI KEBERANIAN
MENGIKUTI KATA HATI
* Merdeka !
ruang hening proklamasi kita
Posted on August 13, 2008
Persoalan suara siapa yang harus didengar tidak menjadi monopoli jaman sekarang. Para generasi muda saat ini yang progressive menyuarakan mereka yang lebih berhak memimpin bangsa ini daripada ‘ old establishment ‘ generasi tua.
63 tahun lalu para pemuda menolak dengan keras ide proklamasi dengan melibatkan PPKI ( Panitia Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia )- bentukan Jepang – karena dianggap representasi sebuah kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Ini sesuai yang dikatakan Jenderal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 kepada Soekarno dan Hatta di markas besarnya Saigon. Bahwa Pemerintah Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Persoalan tua muda, siapa yang layak mengambil keputusan atas nasib bangsa tidak melulu dilihat dari umur. Soekarno Hatta yang berumur 40 tahunan sudah dianggap barang rongsokan oleh generasi muda seperti Soekarni, Wikana, Soebadio, Soebianto Djojohadikusumo, Chaerul Saleh pada saat itu.
Perbedaan adalah Rahmat
Posted on August 6, 2008
Mestinya postingan tentang kaos yang saya beli di festival Kemang ini, masuk di cerita kaos . ” Perbedaan adalah rahmat ” judul kaos ini. Sebuah cara untuk mengembalikan rasa ikhlas yang sulit didapat dalam sebuah perdebatan. Lihat saja kongres HMI – Himpunan Mahasiswa Islam – di Palembang baru baru ini. Ketua HMI Ciputat Jakarta harus digotong ke rumah sakit karena terkena bogem mentah dari pasukan HMI Makasar. Ini baru organisasi mahasiswa sudah pukul pukulan, bagaimana kelak jika menjadi pemimpin atau wakil rakyat. Bisa jadi kepalan tangan dan emosi urat leher lebih dikedepankan jika perdebatan mengalami jalan buntu.
Daniel S Lev – Profesor pengamat Indonesia – ketika ditanya, apakah ia memiliki referens kehidupan politik yang ideal. Ia menjawab, tak usah jauh jauh melongok pada sistem demokrasi Amerika. Cukup melihat pada tahun 50 an, saat kehidupan demokrasi pada waktu itu mengajarkan bagaimana menghargai bentuk pikiran lawan. Pluralisme dalam ideologi dan pikiran adalah hal biasa.
mulutmu amarahmu
Posted on July 4, 2008
Suatu waktu dipertengahan tahun 80an, seorang pemilik restaurant Indonesia “ Soeboer “ di Den Haag, Belanda mengetahui bahwa Raja Solo Sri Susuhunan Pakubuwono XII sedang berada di kota itu untuk membawa rombongan kesenian dan budaya. Tentu saja sebagai orang Solo ia mengundang raja beserta keluarganya untuk dijamu dahar Indonesia di rumah makannya.
Tentu saja mereka sangat senang dan benar benar makan sekenyang kenyangnya. Bisa merasakan makanan Indonesia di perantauan memang sebuah anugrah.
Sampai suatu ketika salah seorang cucu mengatakan sudah kenyang. Perutnya tidak muat lagi. Sang raja sontak memarahi dan mengatakan – dalam bahasa jawa – yang artinya,
“ Sana berak dulu ke belakang, nanti makan lagi ! “
Si Pemilik rumah makan tertegun tak mempercayai ada ucapan sekasar itu keluar dari seorang simbol keraton yang semestinya penuh sopan santun.
Korupsi = Budaya
Posted on July 2, 2008
Sebegitu banyak publikasi tentang tertangkapnya orang yang disuap – terlibat korupsi -ternyata tidak membuat kapok mereka mereka untuk tetap melakukan transaksi ini. Rocky Gerung, pengajar filsafat Universitas Indonesia mengatakan korupsi menjadi soal teknis ( lolos atau sial ditangkap ). Bukan lagi soal etis ( malu atau tidak ). Ini adalah kondisi banalitas yaitu kerendahan tindakan yang bahkan alasannya pun tidak dapat dimengerti. Banalitas, yakni keadaan umum dimana moral defisit berlangsung dalam sebuah institusi agung – DPR, MA, Kejaksaan – sehingga kejahatan justru dinikmati sebagai pekerjaan.
Baiklah kita tidak berbicara di ranah filsafat yang membingungkan.
Kita mesti mengakui bahwa korupsi adalah bagian dari budaya bangsa, selain bangsa yang ramah tamah dan – mungkin – gaya hidup. Tradisi yang turun temurun.
Tentang Pancasila
Posted on June 2, 2008
Udara panas bercampur asap rokok bercampur dengan suara suara teriakan, gumaman dan kadang hening dari 62 orang yang bersidang di bekas Gedung Volksraad, Jalan Pejambon. Hibangase Yosio, wakil Jepang yang duduk di Dokuritu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia sesekali mencatat perdebatan untuk dilaporkan kepada Gubernur Militer Jepang, Seguchi Yamamoto.
Dr.Rajiman sebagai Ketua BPUPKI melontarkan pertanyaan kepada anggota sidang,
“ Jadi apa dasar negara kita kelak ? “
Setelah Muhammad Yamin dan Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara, pada tanggal 29 dan 31 Mei 1945. Giliran Soekarno memukau dalam pidatonya tanggal 1 Juni. Ia sudah menyebutnya dengan kata ‘ Pancasila ‘.
“Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Inderia. Apa lagi yang lima bilangannya?
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. “
dicari : Pemimpin Mahasiswa
Posted on May 28, 2008
Soe Hoek Gie selalu menganggap mahasiswa sebagai koboi koboi pembela kebenaran yang datang menolong penduduk dari ancaman bandit bandit. Setelah tugasnya selesai, mereka melanjutkan pergi berkelana menuju tempat lain. Tanpa bayaran atau pamrih.
Kenaikan harga BBM membuat mahasiswa turun gunung kembali menyuarakan penolakannya. Penyerbuan polisi dini hari ke kampus Universitas Nasional serta pemblokiran jalan di depan kampus Universitas Kristen Indonesia, memacu suhu politik yang semakin panas. Jangan anggap enteng. Demikian Presiden SBY mengamati kasus pergolakan mahasiswa terakhir ini. Sehingga ia membatalkan lawatannya keluar negeri, karena tak ingin ada percikan revolusi baru selama ia pergi. Intel dan satuan khusus Paspampres harus turun tangan memantau polisi dan mahasiswa, agar tidak terjadi salah tembak yang bisa melahirkan martir martir baru.
Asyiknya jadi pejabat
Posted on May 26, 2008
Makan malam di Shabu Nobu, Kemang. Ternyata di meja sebelah duduk seorang ibu bersama ponakan ponakan atau familinya. Ibu ini seorang artis jaman dulu yang anaknya – juga seleb – baru baru saja terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat.
Karena tempatnya sempit, saya selalu bisa mendengarkan apa yang dibicarakan di meja sebelah. Tentu saja tanpa bermaksud menguping.
Begini salah satu pembicaraan si ibu itu.
Ingat nggak dulu waktu kita makan di restaurant anu di Bandung..
( Ponakan menggumam tidak jelas. Lupa tampaknya )
Lalu sang ibu meneruskan.
Sekarang kalau kita makan di Bandung pasti banyak yang ngebayarin !
Jadi pangkat atau kekuasaan tidak hanya membawa berkah bagi pejabatnya, tetapi juga membawa rezeki bagi keluarga, orang tua, anak, keponakan, tetangga, kekesih gelap dan handai taulan. Ya. Selamat datang di negeri bancaan.
Orang Indonesia bisa hidup sebenggol sehari
Posted on May 24, 2008
Dalam sidang Raad van Indie tanggal 26 oktober 1932, Direktur BB memberikan permakluman bahwa “ ternyatalah, bahwa kini satu orang yang dewasa bisa cukup makan dengan sebenggol sehari “.
Sebenggol setara dengan dua setengah sen gulden sehari.
Ini sangat jauh dari prediksi Statistich Jaarverzich pemerintah kolonial Belanda terhadap kemampuan hidup bangsa Indonesia saat itu yang rata rata 45 sen sehari bagi laki laki dan 35 sen sehari bagi perempuan.
Saya tidak tahu nilainya sekarang, cuma jika diasumsikan 1 gulden yang sudah setara dengan 1 euro senilai Rp 12.000,- maka kira kira kemampuan hidup laki laki bangsa Indonesia jaman itu sebesar Rp 6.000,- jika diukur dengan kurs jaman sekarang.
Prediksi tersebut sangat membuat marah Soekarno yang menuduh pemerintah kolonial sengaja menjerumuskan kaum marhaen ke dalam kegelapan zaman yang tak tertandingi.
Ia menjelaskan ketika hidup dalam penjara Banceui dan Sukamiskin, nilai ransum yang diperoleh setara dengan 0.14 sen gulden sehari dengan keadaan makanan yang begitu parah.
Penanaman Modal Asing
Posted on May 7, 2008Setelah jatuhnya orde lama. Runtuh juga kebanggaan identitas yang selalu digadang gadangkan. Berdikari. Berdiri di atas kaki sendiri. Jauh sebelum kemerdekaan, ide berdikari Swadesi dari Mahatma Gandhi sudah memikat Soekarno.
Tentu sebagian masih ingat retorika pidatonya, “ Go to hell with your Aid “.
Akhir kekuasaannya, ia meninggalkan hutang sebesar 2 milyar dollar yang sebagian besar merupakan pembelian persenjataan yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang kekuatan senjatanya patut diperhitungkan.
Kebijakan rezim baru memang bertolak belakang. Tawarkan negeri ini ke seluruh dunia. Kalau perlu gadaikan isi dan kekayaan alamnya. Tidak ada yang salah jika intinya adalah mencari sumber sumber kemakmuran bagi rakyatnya.
Poster di bawah ini adalah, sebuah iklan mengenai ‘ Republic of Indonesia ‘ pada tanggal 17 January 1969 di harian New York Times, Amerika Serikat. Dalam iklan itu ditulis murahnya harga buruh sebagai salah satu daya pemikat modal investasi asing. Kemudian ada juga pemanis, mengatakan sebagai salah satu negara di muka bumi yang sangat kaya dengan cadangan alamnya. We’re still not sure exactly how rich, only 5 % our country has been geologically prospected.
Siti Fadilah Supari
Posted on March 17, 2008
Selalu saja ada kekaguman terhadap orang orang yang peduli dengan masalah kebangsaan dan keadilan. Dunia dihebohkan Siti Fadilah Supari , seorang Menteri Kesehatan kita menjadi corong suara pemberontakan terhadap ketidakadilan Amerika dan WHO dalam masalah kebijakan kesehatan dunia.
Fadilah menuangkannya dalam bukunya yang baru baru ini diluncurkan, berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung. Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, ia juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan judul It’s Time for the World to Change.
Ia melihat konspirasi yang dilakukan negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung. Mereka mengambil sample virus dengan dalih riset dari negara negara yang terkena epindemik ini, lalu membuat vaksin dan menjualnya secara mahal ke seluruh dunia tanpa izin, tanpa kompensasi.
Mereka mencari keuntungan dengan menjual vaksin kepada negara negara yang justru terkena wabah ini.
