Browsing Tag

Indonesia

Sepenggal pemikiran tentang Kemerdekaan

Kita selalu memikirkan proklamasi dengan renungan beratnya jaman penjajahan. Orang orang Belanda dan Jepang adalah musuh yang yang harus dibasmi habis. Bahkan ketika malam menjelang pagi tanggal 17 Agustus 1945. Para golongan muda masih mencari musuh bersama, yakni golongan tua yang dianggap sebagai kaki tangan Jepang. Padahal tujuannya sama sama mulia. Ingin secepatnya memerdekan Indonesia.

Sejak awal para golongan muda sudah merasa Soekarno , Hatta dan golongan tua lainnya sebagai pengecut, tidak percaya diri karena masih tergantung dengan panitia persiapan kemerdekaan bentukan Jepang.
Lihat saja teks proklamasi versi Sukarni yang mewakili golongan muda “ Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan badan Pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat, dari orang orang asing yang masih mempertahankannya “.

Isi teks ini tentu saja tidak memuaskan Soekarno – Hatta yang khawatir jika Jepang akan menghantam rakyat habis habisan.
Adu urat leher menjelang sahur, akhirnya mencapai kesepakatan. Sayuti Malik mengetik naskah proklamasi tersebut.
“ Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal hal yang mengenai perpindahan kekuasaan dan lain lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya “.

Continue Reading

Tifatul menatap modernisasi

Dalam sebuah perjalanan kunjungan ke Wina , Austria. Suatu malam, Presiden Soekarno memanggil ajudannya, Letnan Kolonel Bambang Wijanarko. Ia perintahkan agar sang ajudan pergi keluar menuju klub klub malam yang bertebaran di kota itu. “ Pilihlah wanita lokal “ demikian pesannya, sambil tak lupa memberi bekal 150 dollar. Uang itupun bukan dari Bung Karno semuanya. Presiden Republik Indonesia itu hanya punya 50 dollar, lalu meminjam 100 dolar lagi dari M Dasaad, seorang pengusaha yang ikut dalam perjalanan itu.

Tentu saja saran memilih wanita lokal hanya gurauan. Walau disisi lain, bisa dijadikan saran sesungguhnya. Intinya bahwa Bung Karno ingin agar ajudannya yang baru pertama kali keluar negeri, bisa lebih terbuka wawasannya tentang dunia barat termasuk wanita wanitanya.

Sejak muda, memang Soekarno kagum dengan barat, khususnya modernisasi yang bisa membawa bangsa bangsa barat menguasai dunia. Dalam majalah “ Panji Islam “ tahun 1940 , ia menulis artikel berjudul ‘ Memudakan Islam ‘ yang memuji langkah sekuler yang dilakukan pemimpin Turki, Kemal Ataturk.
Bung Karno menyebut pemisahan agama dari negara yang dilakukan Ataturk sebagai langkah berani dan radikal.
Katanya, “Agama dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam dihapuskan oleh Turki, tetapi Islam itu diserahkan ke manusia manusia Turki sendiri. Tidak kepada negara. Maka salahlah kita, kalau menyebut Turki itu anti agama, anti Islam. Salahlah kita kalau menyebut Turki seperti misalnya, Russia “.

Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama dengan apa yang dilakukan negara negara barat dimana agama diserahkan kepada individu pemeluknya, bukan menjadi urusan negara. Ia percaya tidak saja di Turki, tapi dimana saja, jika Pemerintah campur tangan dalam urusan agama, akan menjadi halangan besar dalam kesuburan agama itu sendiri.
Kini Istambul berbeda dengan Karachi. Istambul menampakan sebagai kota modern yang bergerak terbuka sementara Karachi tidak modern dan memberikan kesan lingkungan yang tertutup. Suatu masyarakat tertutup disebut ethnocentris. Bangsa, suku, agama dilihat menjadi sebagai pusat segala galanya. Misalnya, orang Yahudi yang melihat dirinya sebagai bangsa terpilih – the chosen people.

Continue Reading

Obama vs Hisbut Tahrir

Obama tidak jadi datang. Ditunda untuk beberapa waktu dengan meninggalkan kerepotan tuan rumah yang sudah mempersiapkan sambutan. Secret service yang sudah dikirim jauh hari bersama kapal kapal fregat Amerika yang sudah bersandar di pelabuhan Benoa, Bali, kini lebih rileks menikmati liburan.
Saya bersama Enda, Wicak dan beberapa teman blogger yang tadinya sudah direncanakan bertemu dengan seorang pejabat penting dari Amerika untuk membahas perkembangan issue issue internet sehubungan dengan kedatangan Obama, juga dibatalkan.
Ya tidak apa juga. Tidak ada yang membuat kecewa saya rasa.
Dan saya juga tidak segirang Hisbut Tahrir Indonesia yang dari tadi memang menyuarakan penolakan Presiden Amerika yang dianggap sebagai bagian dari simpul konspirasi kafir yang menindas Islam.

Jadi apa yang dipetik dari hiruk pikuk ini. Di satu sisi saya melihat bahwa negeri ini bisa jadi begitu menakutkan dengan sebagian rakyatnya yang sangat tidak toleran dan fanatik. Perjuangan Hisbut Tahrir untuk menegakan khilafah di muka bumi menjadi antesis demokrasi dan pluralisme yang bagi sebagian orang sudah menjadi pilihan tepat bagi bangsa ini.
Katakanlah pemahaman saya tentang Islam masih dangkal. Tapi di sisi lain, akal sehat saya tidak bisa menerima pemikiran bahwa sesuatu yang berbau barat harus dibuat haram. Entah itu demokrasinya atau kebiasannya.

Continue Reading

Republik beringas

Seorang supporter bonek mati setelah terjatuh dari atap kereta api yang licin. Kepalanya pecah menimpa batu batuan di pinggir rel. Walau prihatin, saya tidak terlalu berduka. Entah kenapa, setelah melihat aksi mereka menjarah para pedagang kecil di sepanjang stasiun perhentian.

Melempari warga dengan batu. Memukuli wartawan sehingga kepalanya bocor.
Biarlah ini menjadi azab mereka, demikian kata pedagang makanan yang terampas oleh aksi beringas supporter bonek.

Bandingkan jaman dulu – kita mendengar cerita cerita – warga palmerah yang saat itu masih kampung selalu menyediakan kendi berisi air putih di depan pagarnya ketika hari pertandingan bola tiba di Stadion Utama Senayan.
Suporter bola yang melintas dengan tertib gantian minum dan mengucapkan terima kasih. Saling melambai dengan warga sekitarnya.

Ada apa dengan bangsa ini. Sedemikian mudah pemarah dan menjadi beringas ? Kemana ciri ciri yang katanya toleran dan ramah tamah. Menolak kehadiran gereja di lingkungan kita ?. Bakar dulu gerejanya. Urusan lain belakangan. Toh, jemaat mereka akan diam saja dan tak mungkin balas membakar mesjid kita. Bangganya kita menjadi mayoritas yang berkuasa. Sama seperti sang suporter, yang menjadi beringas dan sombong saat berada dalam ribuan bonek.
Marah, beringas dan kejam sudah menjadi trade mark baik rakyat dan penguasa. Sunan Amangkurat dengan mudahnya memerintahkan ribuan santri berkumpul di alun alun dan memenggal kepala semuanya. Tentara jaman orde baru biasa menginterograsi dengan menyetrum tahanannya. Pernah dengar anekot polisi memeriksa berita acara tersangka ? Sang juru ketik bertanya sambil duduk di kursi yang kaki kursinya menginjak jempol tersangka.

Continue Reading

Solidaritas Natal

Natal memang bukan sekadar kesibukan umat kristiani. Semangat universalnya membuat semua orang ikut sibuk, terutama dengan sisi komersialnya. Para penjaga toko mengenakan topi sinterklas tersenyum menawarkan barang barang discount akhir tahun. Penjual terompet asal Lebak, berkumpul di depan gereja menunggu anak anak membeli terompet tahun baru sekalian.
Semangat pembebasan menyambut juru selamat, membuat hari ini adalah saat suka cita. Joy to the World. Film film Hollywood selalu menampilkan sisi natal dengan salju yang dingin sebagai momen rekonsiliasi. Ketika pasangan kekasih yang berpisah akhirnya bertemu pada malam natal yang syahdu.

Padahal tidak seindah itu semuanya, setidaknya lebih dari 2000 tahun lalu, ketika Maria yang tengah hamil tua dan Yusuf suaminya terseok seok, mencari penginapan di kota Betlehem. Kota yang penuh karena didatangi ratusan ribu orang dari seluruh tanah Yudea untuk menjalankan sensus penduduk yang diperintahkan Kaisar Agustus. Mereka sikut sikutan mencari penginapan.
Penolakan pemilik rumah menampung pasangan suami istri ini, tak membuatnya kesal apalagi marah marah. Mereka pasrah dan cukup senang menemukan sebuah kandang kambing, tempat bayi Yesus datang ke dunia.

Continue Reading

Pesta Blogger beberapa hari lagi

Gempita pesta blogger sudah memperlihatkan gaungnya. Seminggu sebelumnya di Jogyakarta pada malam 15 Oktober 2009 kemarin. Ini merupakan pamungkas acara dari penutupan rangkaian blogshop di sepuluh kota Indonesia.

Ada ratusan blogger dari – selain tuan rumah Jogjayakarta sendiri – juga dari Semarang, Jakarta, Bogor, Solo, Makasar, Wonosobo bahkan Banjarmasin. Mereka tumpah ruah dalam kemeriahan gathering – Herman Saksono , ketua Komunitas Cahandong Jogyakarta menyebut kopdar sebagai budaya yang paling popular masyarakat Indonesia – di pendopo Museum Nasional Yogjakarta.

Hanya satu kata. Keren !. Apalagi ini merupakan swadaya solidaritas anggota komunitas sendiri. Ada pameran batik, dan juga workshop membatik. Pojok kopi nusantara, lesehan nasi brongkos, pameran photo, presentasi dari Yahoo South East Asia, tari tarian tradisional dari Jawa, Bali, Aceh sampai Adonara, Nusa Tenggara Timur.

Ini membuat saya selalu percaya bahwa tak ada yang yang lebih hebat daripada sebuah pewartaan tentang Indonesia yang disuarakan oleh blogger. Yogjakarta adalah teater sebuah mini Indonesia, dan mereka bisa menampilkan utuh dalam sebuah solidaritas satu semangat satu bangsa.
Richardson Logan tak pernah menyangka bahwa sebuah nama yang diusulkan – Indonesia – dalam majalah ilmiah tahunan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) pada tahun 1847, kelak merupakan entity yang menyatukan semangat kebangsaan negara kepulauan di selatan katulistiwa ini.
Kita bangga menjadi bagian dari nama itu.

Continue Reading

Lagi lagi Malaysia

Udara masih dingin dan suasana mencekam memenuhi markas Bala tentara Jepang untuk Asia Tenggara di Dalat, Saigon. Marsekal Terauchi, wakil Kaisar Jepang tak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
Tinggal menunggu waktu, Jepang akan kalah perang. Ia hanya memberi tahu Soekarno dan Hatta – sebagai wakil bangsa Indonesia – yang diundang datang bahwa Indonesia diberi kemerdekaan.

Ia juga menambahkan bahwa ada permintaan dari wakil rakyat Malaysia ( d/h Malaya ) bahwa mereka ingin bergabung dengan saudara saudaranya dari Indonesia. Menjadi satu negara.
Dalam perjalanan pulang ke Indonesia, Soekarno dan Hatta bertemu dengan Ibrahim Yacoub, ketua Kesatuan Malayu Muda dan mendengar ikrarnya.
“ Kami setia menjadikan ibu negeri dengan menyatukan Malaya dengan Indonesia merdeka. Kami ingin menjadi bangsa Indonesia “

Sebelumnya memang utusan Malaya sudah datang ke Indonesia dan membicarakan penggabungan negara ini. Karena sama sama dijajah Jepang, semangat nasionalisme Indonesia menular ke tanah Malaya.

Dalam sidang BPUPKI ada tiga pilihan mengenai batas negara Indonesia merdeka. Pertama, seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Kedua wilayah Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo, New Guinnea dan Timor Portugis – dikenal wilayah Pan Indonesia Raya – lalu ketiga Wilayah Hindia Belanda minus New Guinnea.
Mohammad Yamin mengusulkan opsi kedua ini dan dalam pengumutan suara, sebanyak 39 anggota dari 62 anggota BPUPKI menyetujui Pan Indonesia Raya ini.

Continue Reading

Simbol

Dalam surat kabar ‘ Indonesia Raya ‘ minggu keempat bulan Juni 1968, Soe Hok Gie menulis pengalamannya saat duduk sebagai pimpinan Senat Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Saat itu ada resolusi dari golongan nasionalis kiri dan komunis untuk membersihkan senat dari golongan kontra revolusi, yakni HMI – Manikebu.
Ia membela mati matian dan mengatakan bahwa prinsip yang harus ditegakan adalah prinsip kepemimpinan yang sehat dalam dunia mahasiswa. Seorang mahasiswa tidak dinilai oleh afiliasinya, agamanya, sukunya,keturunan maupun ormasnya. Penilaian satu satunya yang dipakai adalah benar atau salah, jujur atau maling, mampu atau tidak mampu.
Mereka saat itu setuju semuanya.

Apa yang ditulis Soe Hok Gie kini merefleksikan hiruk pikuk kampanye di Indonesia. Bahwa opini dan keberpihakan selalu diarahkan kepada kelompok mayoritas ( Jawa dan Islam ). Kita akhirnya terjebak dalam simbol simbol pembenaran absolut.

Continue Reading

Sepenggal Kisah Supir Taxi

Malam semakin larut di kantor dagdigdug. Sepi sekali dan saya masih menunggu taxi BlueBird di pelataran bawah pohon. Agak lama, dan tidak seperti biasanya. Lagu Stairway to Heaven masih sayup sayup terdengar dari bilik kamar Paman Tyo . Ia masih berkutat dengan logo dan desain sebuah project tampaknya.
Akhirnya taxi yang saya pesan itu muncul.
Setelah saya masuk, supir taxi meminta maaf karena agak lama. Sambil berjalan ia bercerita ketika berhenti di perempatan lampu merah blok M. Tiba tiba ada mobil yang berhenti dari sisi seberang. Seorang wanita berlari keluar, menghampiri dan memaksa untuk naik.

Sambil menangis ibu itu memohon untuk sekarang juga mengejar sebuah taxi lain yang baru saja berjalan. Menurut si ibu, taxi itu berisi pembantu yang membawa lari anaknya yang masih berumur 9 bulan. Ia bersama suaminya sedang melakukan pengejaran, dan mobilnya tak bisa memutar balik, karena taxi itu menuju arah berlawanan.
Supir taxi itu terpaksa menolak, karena terikat perintah untuk menjemput pelanggan. Sementara jalanan semakin macet, lampu berganti hijau dan taxi tak bergerak karena si ibu tetap memaksa naik.

Nafas saya tercekat. Udara semakin sesak.
Saya menyergahnya. Kenapa tidak memprioritaskan pasangan suami istri itu yang sedang panik dan membutuhkan pertolongan. Tiba tiba saya merasa bersalah.

Continue Reading

Dietje

Perempuan cantik itu terbujur kaku di dalam mobilnya, di tepi jalanan di sisi kebun karet yang sepi. Dietje, Sebutir peluru menembus sang peragawati jaman dulu itu. Terkulai dan diam. Misteri gelap yang sampai sekarang tertutup.
Kebun Karet Kalibata pertengahan tahun 80an masih terlalu luas dan menyeramkan bagi anak anak kecil yang tinggal di sekitarnya. Belum banyak gedung diantara kebun itu – pabrik sepatu Bata – diantara Taman Makam Pahlawan sampai ujung jembatan yang membelah di atas sungai Ciliwung.
Tahun tahun sebelumnya, kalau saya bermain bola ‘ antar kampung ‘ di lapangan bola di belakang Pabrik, yang sekarang menjadi hunian Kalibata Indah. Saya harus cepat cepat pulang menjelang magrib, melewati kebun sisi belakang kebun karet dan jalanan sepi.

Konon Dietje merupakan konspirasi pembunuhan yang dilakukan kelas elite di Republik jaman orde baru. Peragawati yang biasa malang melintang dalam pelukan petinggi republik, mantan marsekal sampai pengusaha kaya tak menyadari bahwa ada orang yang begitu dendam untuk menghabisi nyawanya.
Bisik bisik juga. Ada sang istri dari lingkaran penguasa orde baru yang memesan order pembunuhan ini lewat sosok ‘ Mafioso ‘ lokal. Tapi kita tak pernah tahu keakuratan berita itu, dan juga sekaligus takut dengan situasi saat itu.

Continue Reading

Kanjur

Siapa bilang orang Indonesia semuanya suka korupsi ? tidak juga kalau melihat proyek percontohan yang dilakukan KPK dengan beberapa sekolah SMA di Jakarta. Kanjur Kantin Jujur – adalah kantin kecil, berbentuk etalase meja berisi barang barang kebutuhan sekolah, seperti pensil, buku, bolpen dan macam macam. Hanya disini tidak ada penjaga kantinnya.
Pembeli membayar dengan memasukan uang ke kotak, sesuai dengan harga label barang yang diambil. Ada sekolah yang mencatat keuntungan, alias jumlah uang yang masuk di kotak sama dengan nilai barang yang keluar. Walau ada juga Kanjur yang rugi bahkan sampai defisit, karena siswa selain tak membayar juga sekalian mencomot uang dalam kotak.

Pemahaman budaya anti korupsi yang digelontorkan lewat dunia sekolah sungguh menarik kalau kita bicara masalah yang rumit ini, yakni kejujuran. Sejak dini siswa sudah dikenalkan dengan bagaimana menjadi jujur utuk diri sendiri. Tidak usah di politik. Kadang di film saya sudah geleng geleng kepal melihat begitu tingginya biaya mark up yang dilakukan pekerja film. Mulai dari sewa lokasi, beli props ini itu sampai biaya perjalanan.

Continue Reading

Pewartaan tentang Indonesia

Suatu waktu Menteri luar negeri H. Agus Salim jaman revolusi kemerdekaan, disela disela jamuan makan di London menyempatkan merokok kretek kegemarannya. Mendadak banyak diplomat diplomat asing bertanya tanya bau apa gerangan, sambil mencari cari sumber asap.
Dengan tenang salah satu founding father negera kita, menjelaskan dengan santun.
“ Tuan tuan, sesuatu dalam rokok inilah yang membuat armada negara negara anda rela menempuh ribuan mil mendatangi negeri saya ratusan tahun lalu “.

Anekdot yang diceritakan itu tidak berlebihan, bahwa begitu banyak hal tentang Indonesia yang diketahui oleh bangsa asing ,tapi justru mereka tidak sadar bahwa itu adalah bagian atau menjadi ciri Indonesia.
Dalam perjalanan road show blogger asing di Bali kemarin . Mark, dari Amerika mengatakan bahwa banyak orang di negerinya justru menganggap Indonesia adalah bagian Bali. Tentu saja saya tidak mengkritik bagaimana pelajaran geografi anak anak di sana, padahal berkat pelajaran itu pula, sejak SD saya tahu ada negara yang namanya Pantai Gading di Afrika.

Continue Reading