Republik beringas

Seorang supporter bonek mati setelah terjatuh dari atap kereta api yang licin. Kepalanya pecah menimpa batu batuan di pinggir rel. Walau prihatin, saya tidak terlalu berduka. Entah kenapa, setelah melihat aksi mereka menjarah para pedagang kecil di sepanjang stasiun perhentian.

Melempari warga dengan batu. Memukuli wartawan sehingga kepalanya bocor.
Biarlah ini menjadi azab mereka, demikian kata pedagang makanan yang terampas oleh aksi beringas supporter bonek.

Bandingkan jaman dulu – kita mendengar cerita cerita – warga palmerah yang saat itu masih kampung selalu menyediakan kendi berisi air putih di depan pagarnya ketika hari pertandingan bola tiba di Stadion Utama Senayan.
Suporter bola yang melintas dengan tertib gantian minum dan mengucapkan terima kasih. Saling melambai dengan warga sekitarnya.

Ada apa dengan bangsa ini. Sedemikian mudah pemarah dan menjadi beringas ? Kemana ciri ciri yang katanya toleran dan ramah tamah. Menolak kehadiran gereja di lingkungan kita ?. Bakar dulu gerejanya. Urusan lain belakangan. Toh, jemaat mereka akan diam saja dan tak mungkin balas membakar mesjid kita. Bangganya kita menjadi mayoritas yang berkuasa. Sama seperti sang suporter, yang menjadi beringas dan sombong saat berada dalam ribuan bonek.
Marah, beringas dan kejam sudah menjadi trade mark baik rakyat dan penguasa. Sunan Amangkurat dengan mudahnya memerintahkan ribuan santri berkumpul di alun alun dan memenggal kepala semuanya. Tentara jaman orde baru biasa menginterograsi dengan menyetrum tahanannya. Pernah dengar anekot polisi memeriksa berita acara tersangka ? Sang juru ketik bertanya sambil duduk di kursi yang kaki kursinya menginjak jempol tersangka.

Jadi wajar saja bagi rakyat untuk ikut ikutan memukuli maling ayam sampai mati. Kita juga biasa melihat lawakan Srimulat atau Komeng dan Adul yang saling mengeplak kepala. Biasa saja.
Tidak itu saja. Juga aksi tontonan wakil rakyat yang beringas menjadi panggung infotainment yang hadir di ruang keluarga dan tempat keseharian kita.

Keberingasan muncul bisa jadi karena dendam. Bangsa kita memang pendendam. Kalau kesebelasan kita kalah, kita boleh melampiaskan dendam kepada masyarakat yang kita lalui dalam perjalanan pulang. Termasuk makan tanpa bayar. Kalau perlu penjualnya ikut kita pukuli.
Hutang mata bayar dengan mata. Tahanan pemerkosa di penjara, harus siap siap menerima hukuman tambahan. Disodomi beramai ramai oleh tahanan yang tahu bahwa dia pemerkosa.

Mohtar Lubis dalam bukunya yang menghebohkan tahun 1977. Manusia Indonesia ( sebuah pertanggungan jawab ), telah menulis ciri ciri manusia Indonesia. Ia diserang karena isi bukunya banyak menelanjangi manusia Indonesia dengan potret dan ciri khas yang jelek jelek.
Tidak mungkin. Bangsa ini bermartabat demikian mereka yang protes. Padahal Mohtar Lubis juga menjelaskan, pada dasarnya manusia Indonesia juga berhati lembut dan suka damai. Dia juga punya rasa humor yang baik, dan dapat tertawa dalam kesulitan. Manusia Indonesia umumnya sabar dan kesabaran yang tak ada batasnya, merupakan kelemahan juga.

Jadi kenapa sebagai bangsa kita tak pernah malu dengan segala keberingasan yang kita tontonkan. Long Live Shame. Hidup rasa malu. Demikian yang dianjurkan Benedict Anderson kepada para politikus Indonesia.
Kebuntuan dan putus asa membuat orang pemarah. Ini juga merupakan pertaruhan jaman reformasi yang katanya akan membuat segalanya lebih baik. Ternyata tidak semuanya, walau secara kenegaraan sistem demokrasi telah mengajarkan hal hal baru yang tak pernah mungkin pada waktu masa orde baru.
Namun ada yang terasa sia sia.

Coba lihat petikan sajak Berhold Brecht yang dikutip dalam buku Sindhunata.
Kau bilang kita sedang ditimpa malang. Gelap makin pekat. Daya makin tak kuat. Sekarang setelah sekian lama membanting tulang,
Kita malah terjerumus dalam kesukaran, yang lebih parah daripada awal kebelakangan.

Akumulasi kekecewaan bangsa terhadap prestasi olahraganya yang bertambah terpuruk, hidup yang makin susah walau Presiden mengatakan pertumbuhan ekonomi yang dua digit. Sampai sekarang kita agak bingung mengartikan apa itu mahluk dua digit. Juga rakyat kecil yang semakin terpinggirkan haknya.

Seperti kata puisi Brecht. Semua kerja keras kita sia sia. Sehingga kita memiliki pembenaran atas kemarahan kita.
Jadi tidak salah jika orang Belanda jaman VOC dulu menganggap bangsa ini tidak bisa memegang janji, suka khianat, berkelahi terus, suka perang dan maha kejam. Pemimpin partai sekarang memang susah memegang janjinya kepada rakyat konstituennya.
Sementara kita tertawa tawa melihat Adul yang bertubuh pendek terus digebukin Komeng sampai masuk ke keranjang sampah.
Ayo kurang beringas !

foto : www.antarajatim.com

You Might Also Like

40 Comments

  • indosuporter
    January 25, 2010 at 1:45 pm

    cerdas….
    ijin share dan kopas mas iman

  • perikecil
    January 25, 2010 at 1:45 pm

    aku kesel liat ulah bonek2 itu, tapi rasanya juga miris pas liat warga melempari kereta mereka pake batu. bukan karena kasian sama bonek itu tapi kalo gitu terus kapan selesenya keberingasan ini?

  • escoret
    January 25, 2010 at 1:46 pm

    mnrtku,selama ketua PSSInya mantan koruptor minyak goreng…wajah sepak bola akan melulu begitu….

  • waterbomm
    January 25, 2010 at 1:48 pm

    kita adalah bangsa yang beradab. iyah beradab, ber*ngas dan b*adab
    huff..

  • Epat
    January 25, 2010 at 2:43 pm

    Mari kita sudahi habit berperilaku beringas ini.
    ” Kami adalah generasi baru, yang percaya setiap kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan baru. Karena itu, kami akan berusaha untuk memutus rantai kekerasan melalui karya kemanusiaan di mana pun kami berada ” – Amanat Bersama IndonesiaUnitei

  • djaka
    January 25, 2010 at 4:54 pm

    komentar escoret menunjuk pada hal yang paling esensial dan harus dibenahi segera: (ketiadaan) kepemimpinan di persepakbolaan nasional.

  • zam
    January 25, 2010 at 5:32 pm

    itu suporter bagusnya dimasukkan stadion sepakbola, terus dibantai. beres. gemes banget liat ulah mereka.

    *komentar jg harus sadis*

  • zam
    January 25, 2010 at 5:41 pm

    maksudnya suporter bonek.. πŸ˜€

  • oglek
    January 25, 2010 at 8:39 pm

    keberingasan berasal dari kebodohan dan kepicikan. Kalo seperti ini apa gunanya Pancasila?

  • Omar
    January 25, 2010 at 11:18 pm

    Bonek, kalauliwat kotaku, akan kutimpuki juga…

  • Sarah
    January 25, 2010 at 11:19 pm

    Kenapa suporter Indonesia susah diatur ? apa karen pSSInya susah juga diatur

  • areef
    January 25, 2010 at 11:28 pm

    kerusuhan kemaren…yg tertawa cuma PSSI!!!apalg KETUM ama SEKUM nya..sungguh kasihan klub2 sepakbola Indonesia..di kotak2 kan..sehingga mudah diadu satu sama laen..yg ujung2nya denda duit yg ga masuk akal plus keputusan yg sllu ga tegas!!!Buat BONEK,saya turut berduka cita atas meninggalnya rekan2 kalian..semoga bisa di jadikan pelajaran untuk jadi lebih baik..buat mas Iman..memang susah merubah attitude..tapi ko emg niat pasti bisa.. buktinya ada suporter yg mulai bs mengendalikan diri..buat seluruh pencinta sepakbola Indonesia..sudah waktunya REVOLUSI PSSI!!!SALAM SATU JIWA…

  • hedi
    January 26, 2010 at 12:41 am

    aku sepakat. suporter hanya satu elemen kecil dalam masyarakat, tapi selalu dibesar-besarkan walau memang skalanya besar. kekerasan yang mereka buat tak beda dengan kerusuhan di dalam demo2 masyarakat.

  • omkarmin
    January 26, 2010 at 11:00 am

    saya malah berpikir bagaimana kalo, club sepak bola itu di bubarkan saja. Sudah di beri hukuman, dan di beri teguran apa pun ga ngaruh, kayak nya cuma supporter club sepak bola itu yang paling rusuh dan urakan dari seluruh club bola yang ada di indo, membuat semakin buruk aja dunia bola indo..hiks…

  • Okto Silaban
    January 26, 2010 at 11:21 am

    Paragraf 3.. Mmmm..

  • dita.gigi
    January 26, 2010 at 11:25 am

    akibat ada karena sebab… #apasih

    ah, apa kita selamanya masih akan jadi bangsa yang biada seperti ini?

  • alisyah
    January 26, 2010 at 11:33 am

    Kenapa kata mayoritas dan minoritas ada ya? πŸ™

  • Daniy
    January 26, 2010 at 11:34 am

    Tembak di tempat…

  • adul
    January 26, 2010 at 12:18 pm

    mutilasi di tempat….

  • manusiasuper
    January 26, 2010 at 2:44 pm

    Lihat saja komentar fans bola Indonesia di media-media online… ndak ada etikanya…

  • DV
    January 26, 2010 at 6:48 pm

    Saya jadi berpikir *mungkin salah* kehebatan Orde Baru adalah ia mampu menutupi keberingasan kita selama 32 tahun πŸ™‚

  • Abihaha
    January 26, 2010 at 7:37 pm

    Yang melek internet juga beringas, begitu ‘anonymous’ langsung berkomen ganas. Bisa dipirsa di situs-situs berita online fasilitas ‘komen’.

  • fosma depok
    January 26, 2010 at 8:12 pm

    ijin copast mas

  • iman brotoseno
    January 27, 2010 at 12:54 pm

    Abihaha, Manusia Super
    bener banget tuh,..sadisss

  • edratna
    January 27, 2010 at 7:50 pm

    Hmm…saat pertandingan sepakbola Persebaya lawan Persib, saya berada di Bandung.
    Monitor terus perkembangan….kawatir rusuh.
    Dan polisi siap siagar, mengamankan bonek, disatukan di wilayah Margahayu (AURI) dan dikasih makan.
    Tetapi tetap masih rusuh diperjalanan.

    Atau sepak bola perlu dihentikan aja? Tapi itu kan olahraga milik rakyat, katanya

  • Arham blogpreneur
    January 27, 2010 at 8:27 pm

    Mungkin akibat rakyat terbiasa dimanipulasi dan diduduki. jadi ingin rasanya bisa ‘berkuasa’..

  • wahyu hidayat
    January 28, 2010 at 9:18 am

    boleh kah saya sebut, bahwa bangsa kita adalah bangsa yang paling biadab ??

  • Ajitekom
    January 28, 2010 at 10:32 am

    Kalau kata orang2x pintar itu, Bangsa ini sudah kehilangan jati diri dan arahnya karena tidak ada yang bisa dijadikan panutan. Kalau kata saya, biasanya suatu bangsa mulai jadi besar bila sudah bumi hangus, habis2xan hancurnya seperti perang Bharatayudha, hancur dan bangkit πŸ™‚ pahit memang. Saat orang sudah lelah barulah menyesal dan sadar.
    Apa Kabar Mas Iman ?

  • Donny
    January 28, 2010 at 12:21 pm

    Bonek dibuang ke laut saja !!! bikin ulah

  • racheedus
    January 28, 2010 at 7:58 pm

    Di Inggris, ada hooligan. Di Indonesia ada bonek. Sama beringas. Tapi, Indonesia kayaknya sudah sangat memprihatinkan.

  • ivan
    January 29, 2010 at 10:28 am

    dulu kalo nonton bal-balan di stadion (dikotaku) semangat banget, adrenalin ikut terpompa….
    sekarang ngeri….

  • wigati
    January 29, 2010 at 5:12 pm

    jadi inget waktu saya kecil … sering diajak sama alm. bapak saya nonton bole di stadion Tambak Sari, stadion kebanggaan arek Suroboyo. Karena repot kalau bawa mobil, alhasil kami selalu didrop driver dan nonton berdua sampai acara selsei. At the end of the game, still karena kalau minta jemput susah, kami jalan berdua dengan supporter-supporter Persebaya yang bangga akan kesebelasannya sambil makan kacang asin yang kami beli saat nonton pertandingannya. Well … that was over 20 years ago.

    Saya sendiri tidak ingat kapan those supporters started to get very brutals … Memang sih arek Sby terkenal sangar, blak2an, dll. Tapi bukan berarti mereka bisa sakpenake dewe, bondo nekad, bondo sakripis busdhal wes! *jadi inget film Punk in Love*

    Nuwun sewu, sudah lama gak mampir-mampir ujug-ujug komen sak ndayak gini. Apakabar Mas Iman? Saya dulu sering mampir dan comment few years back.

  • Foto Unik
    January 30, 2010 at 1:44 am

    Mungkin itu semua pertanda tidak becus nya para pemimpin negri ini menyejahterakan rakyatnya, sehingga Saat mereka berada dalam kumpulan masa, mereka jadikan itu saluran untuk memuntahkan segala caci maki dan keputus asaan mereka terhadap kehidupan di negri ini. ..

  • Mazista
    February 4, 2010 at 10:24 pm

    Negara ini negara hukum, semestinya mereka yang mengganggu ketertiban umum ditindak dan diproses dipengadilan.

  • dilla
    February 5, 2010 at 10:20 am

    gak punya etika, kayak ndak sekolah.. 0_o

  • hanny
    February 12, 2010 at 5:22 pm

    postingan ini bikin saya ingat twit-nya Joko Anwar tadi pagi. soal valentine dan foto pre-wed yang diharamkan, tapi kekerasan terus jalan. apa iya bangsa ini lebih toleran dan nyaman melihat adegan kekerasan daripada melihat dua pasangan ciuman mesra di perempatan?

  • SURIN WELANGON
    February 12, 2010 at 10:43 pm

    Mars lagu Bonek selalu dinyayikan setiap pasukan Green Force ini mengawal bajol iji, slogan dan semangat dan janji mereka ,“sampek tuwek, sampek elek, sampek matek mendukung persebaya.“fanatisme ini persis memaknai di Heroisme november 1945, tapi sayang bonek kini terlanjur identik dengan kekerasan,penjarahan,arogan dan membuat setiap orang yang melihat geram, dendam. dan apakah memang budaya kekerasan ini harus menimbulkan dendam

  • Wisnu Sumarwan
    February 22, 2010 at 11:19 am

    Saya lupa, mas… ada tokoh yang bilang bahwa Indonesia memang membawa budaya amuk… bener, nggak?

    Caranya gimana biar nggak gitu terus?

  • dwiprayogo
    February 22, 2010 at 8:46 pm

    Bingung juga polisi untuk bertindak kalo begini.
    Apa persebaya harus dibubarkan biar nggak ada bonek? nggak masuk akal kan..

  • orbaSHIT
    June 16, 2010 at 5:03 pm

    malu duoonk ama kamerun,korea utara,aljazair etc..etc yang nota bene ekonomi politiknye lebih “semrawut” di banding kita….mereka masuk laga piala dunia 2010 coyyy…tapi seeh bangsa ini udah kagak punya MALU !!! MAYORITAS…kalo kita bandingin ama jepang dan korsel bila seseorang gagal melakukan sesuatu mereka minimum RESIGN maksimumnye SUICIDE alias BUNUH DIRI !!!

Leave a Reply

*