Browsing Tag

ISLAM

Melihat Muslim di Xinjiang

Setelah penerbangan 4 jam dari Beijing, akhirnya pesawat yang membawa saya mendarat siang hari di Bandara Urumqi, ibu kota Xinjiang. Tampak pegunungan Kunlun dengan puncaknya yang masih bersalju di bulan Mei menjadi latar belakang kota. Urumqi adalah kota modern dengan gedung gedung tinggi yang menjulang. Kota ini macet disana sini karena efek pembangunan konstruksi kereta bawah tanah seantero kota. Perjalanan menuju Xinjiang bisa merupakan kejutan setelah mengurus tiket pesawat dari Beijing usai menghadiri seremoni negara negara ‘ One Belt One Road ” di perusahaan Chetaah Mobile yang memproduksi aplikasi seperti Clean Master.

Xinjiang yang luasnya 1,6 juta kilometer persegi secara resmi disebut daerah otonom Xinjiang Uyghur terletak di Asia barat berbatasan dengan Kazakhtan, Russia, Mongolia di utara, lalu dengan Kyrgyztan, Tajikistan, Kashmir di barat.
Ada banyak suku suku di Xinjiang, namun tercatat 13 suku asli yakni: Uyghur, Han, Kazakh, Hui, Usbek, Kirgyz, Mongol, Tajik, Xibe, Manchu, Rusia, Daur, dan Tartar. Dari suku asli tersebut, Uyghur, Khazak, Hui, Tajik, Uzbek dan Tartar mayoritas beragama Islam. Bahkan Uyghur menempati 44 persen dari 24 juta penduduk di Xinjiang, sementara Kazakh hampir 7 persen.

Wajah etnis etnis yang berada di Xinjiang terutama Uyghur memiliki karakater yang berbeda dengan etnis Han yang menjadi mayoritas di daratan Tiongkok. Bola matanya yang lebar lalu wajah perpaduan antara ras mongoloid dan kaukasoid. Ada juga yang mewarisi garis garis wajah etnis Turki, karena konon etnis Uyghur berasal dari Turki. Kelak, saya mengatakan di akun twitter saya, bahwa wajah Raisa Raisa bertebaran di Xinjiang.

Suhu udara siang itu cukup sejuk, sekitar 22 derajat celcius dan terik matahari tak menghalangi saya keluar hotel sendiri, untuk menyusuri jalan jalan kota berbekal google translate. Saya cukup percaya diri berjalan kaki memasuki daerah pertokoan yang menjual makanan, pakaian, sepatu, telepon seluler sampai barang barang elektronik. Tampak penjagaan yang ekstra ketat, dimana setiap memasuki area pertokoan, gedung gedung harus melewati mesin scanner. Beberapa tentara tampak berjaga jaga di pojokan tanpa memberikan kesan seram bagi pengunjung seperti saya. Kerusuhan etnis beberapa tahun lalu, disamping ancaman teroris merupakan momok bagi Pemerintah pusat, sehingga pengamanan masih diberlakukan di seluruh propinsi.

Sebelum tiba di Urumqi, saya sudah mengantongi begitu banyak informasi tentang penindasan kaum muslim, yang umumnya saya dapat dari berita berita dalam dan luar negeri. Misalnya larangan mengenakan jilbab, shalat, berpuasa, naik haji dan sebagainya.

Continue Reading

Tentang Raja Saudi dengan Presiden kita

Ketika melaksanakan ibadah haji tahun 1955, Bung Karno disambut sebagai tamu kehormatan oleh Raja Saudi, Saud bin Abdulaziz Al Saud. Berbagai cara dilakukan Raja Saudi untuk mengambil hati Bung Karno, salah satunya memberikan hadiah mobil.

“Ketika aku akan kembali ke tanah air, Raja Arab Saudi mengatakan, Presiden Soekarno, mobil Chrysler Crown Imperial ini telah Anda pakai selama berada di sini. Dan sekarang saya menyerahkannya kepada anda sebagai hadiah ” kata Soekarno menirukan ucapan Raja Saudi. Tentu saja Bung Karno girang kepalang dengan pemberian hadiah itu.
Pada jaman itu belum ada KPK sehingga ia tak perlu memberikan mobil itu ke KPK, seperti yang dilakukan Jokowi ketika mengembalikan bass gitar Metalica yang diterimanya ke KPK. Sebagai balasan, Bung Karno mengundang Raja Saudi untuk datang ke Indonesia.

Raja Saudi sangat mengagumi Bung Karno sebagai pendorong kemerdekaan negara negara Asia Afrika. Dia juga menemani saat Bung Karno berziarah ke makam Nabi di Madinah. Saat itu pula, Bung Karno melepaskan semua atribut-atribut dan pangkat kenegaraan yang digunakan. Kemudian Raja Saudi keheranan dan bertanya pada Bung Karno.
“ Disana hanya ada Rasulullah SAW yang memiliki pangkat yang jauh lebih tinggi dari kita, aku, dan dirimu “. Jawab Bung Karno.
Komitmen Bung Karno terhadap Islam tak pernah berhenti. Kelak Bung Karno menggagas Konperensi Islam Asia Afrika yang dilaksanakan di Bandung tahun 1964.

Continue Reading

Pulang

Jumlah pemudik yang akan keluar dari Jakarta pada tahun ini ( 2013 ) diperkirakan berkisar 9.7 juta orang. Sementara secara nasional, jumlah pemudik akan menggerakkan 18 juta orang yang pulang kampung. Berbeda dengan mudik thanksgiving di Amerika atau sincia di Cina. Mudik disini terasa, rasa kebersamaannya, ketika berjuta juta orang bergerak menuju kampung halaman secara bersamaan dengan berbagai alat transport. Mobil, bus, pesawat, kapal, truk, motor sampai bajaj. Bikin infrastruktur jalanan macet karena tidak kuat menampung beban yang membludak.
Para pemudik, tetap saja bergembira bertemu handai taulan. Inti hakekatnya adalah pulang. Momen lebaran adalah waktu yang tepat. Tidak salah, karena Idul Fitri di Indonesia bersifat kultural. Kita memanggilnya hari raya. Bahasa Arabnya Yaumul Haflah, hari pesta.

Selalu ada rasa ingin pulang, saat kita merasa jauh bepergian. Ini mungkin ciri yang mudah ditandai dari orang Indonesia. Saya tidak melihat ciri ini pada Muhammud Yussuf, pengungsi asal Somalia yang tinggal di Seattle sekarang. Tapi saya bisa melihat percikan rindu di mata Dany Malik – teman SMA, yg kini bermukim di LA dan menjadi warga negara Amerika. Atau Marina, kawan dari etnis Tionghoa yang setelah kerusuhan 1998 memutuskan tinggal di New York bersama suaminya. Ada semacam penyesalan, dan kini ia merencanakan pulang kampung.
Ketika saya belajar di luar dan kembali pulang. Kegembiraan saya meluap luap dari udara begitu memasuki teritori nusantara. Saya melihat hamparan pulau pulau dibawah yang seolah akan memeluk saya jika seandainya pesawat ini jatuh.

Rasa rindu akan kampung halaman, bukan melulu monopoli mereka yang berlebaran. Ini hakekat kerinduan manusia Indonesia ketika jauh dari kampung halaman. Sitor Situmorang menulisnya dalam perantauannya di Paris.

Continue Reading

Berniaga dengan Tuhan

Ada suatu kisah yang diceritakan Emha Ainun Nadjib, tentang temannya Kiai Sudrun yang karena keasyikan melakukan gotong royong bersama warga memperbaiki jembatan desa, ia lupa agar segera shalat lohor. Ketika sadar buru buru ia bergegas menuju masjid. Ternyata Asar sudah menjelang. Ia sudah berada di sumur sambil memegang tali timba. Tampak olehnya seekor semut sedang terkatung katung di permukaan air.
Kiai Sudrun lalu menggerakan tangannya di bibir sumur, mendekatkan ember timba untuk menolong semut yang hampir tenggelam. Ia berkonsentrasi agar si semut masuk kedalam air di ember, sebab ia akan dihantui perasaan bersalah kalau gagal menyelamatkan semut.

Alhamdulilah. Semut masuk kedalam air di ember. Namun begitu Kiai Sudrun ingin menaikan ember timba ke atas. Terdengar suara azan dari speaker masjid. Kiai Sudrun menarik nafas panjang. Lebih besar manakah dosa tidak salat lohor dibanding ‘ jasa ‘ menolong semut yang nyaris tenggelam.
Lalu Kiai meletakan dengan hati hati si semut di permukaan tanah. Membiarkannya pergi menuju rerumputan. Barulah Kiai berwudhu dan berangkat solat.

Dalam doa, Kiai Sudrun berkata “ Ya Allah hukumlah kelalaianku sehingga kehilangan waktu lohor yang kau berikan. Adapun tentang semut dan segala hal baik yang telah kulakukan, rasanya belum pantas untuk kujadikan alasan memohon pahala dariMu “

Continue Reading

( Jika ) Ramadhan terakhir

Kesunyian apa yang kau dapatkan ketika kau bersujud dalam hentangan alam semesta raya. Sendiri dibawah langit bertabur bintang gemintang dan gema takbir disana sini ? Saya tak pernah mendapat jawaban. Sampai saat itu. Saya selalu bertanya tanya dimanakah kau Allah yang Maha Perkasa. Saya selalu merunduk merendahkan diri sambil berharap Rasulullah akan menyapa lembut.

Apa yang dilihat seorang pekerja film yang berbicara tentang Tuhannya. Tak mudah dalam lingkungan film sangat variable dan katanya penuh mudarat. Demikian saya, yang puasanya masih tambal sulam dan juga sholat sekenanya. Barangkali lampu lampu besar di studio telah menyilaukan saya, atau mata lensa kamera itu justru membutakan pencaharian saya.
Sampai waktu itu saya membuat dokumenter sebuah pesantren milik pengusaha besar di kawasan perbukitan bogor yang sejuk. Saya tak tahu kenapa saya mau saja menerima tawaran ini. Tak ada prestigenya. Honornya juga ala kadarnya dibanding mengerjakan sebuah fim iklan.

Continue Reading

Simbol

Dalam surat kabar ‘ Indonesia Raya ‘ minggu keempat bulan Juni 1968, Soe Hok Gie menulis pengalamannya saat duduk sebagai pimpinan Senat Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Saat itu ada resolusi dari golongan nasionalis kiri dan komunis untuk membersihkan senat dari golongan kontra revolusi, yakni HMI – Manikebu.
Ia membela mati matian dan mengatakan bahwa prinsip yang harus ditegakan adalah prinsip kepemimpinan yang sehat dalam dunia mahasiswa. Seorang mahasiswa tidak dinilai oleh afiliasinya, agamanya, sukunya,keturunan maupun ormasnya. Penilaian satu satunya yang dipakai adalah benar atau salah, jujur atau maling, mampu atau tidak mampu.
Mereka saat itu setuju semuanya.

Apa yang ditulis Soe Hok Gie kini merefleksikan hiruk pikuk kampanye di Indonesia. Bahwa opini dan keberpihakan selalu diarahkan kepada kelompok mayoritas ( Jawa dan Islam ). Kita akhirnya terjebak dalam simbol simbol pembenaran absolut.

Continue Reading

Braga malam itu

Braga senja itu masih basah karena sisa hujan sepanjang sore. Bau basahnya meresap masuk ke batu batu jalanan yang membelah diantara toko toko bergaya art deco. Dingin dan melankolis.
Syuting baru saja selesai di sebuah pojokan Jalan Asia Afrika, di tepi bangunan kolonial di atas bantaran Kali Cikapundung yang airnya coklat bergemuruh menerima curahan air hujan. Saya memutuskan berjalan kaki menuju hotel, melewati Jalan Braga. Membiarkan udara malam membelai mesra pori pori kulit sambil mampir ke sebuah café pimggiran jalan, untuk segelas susu hangat.

Seorang pengamen pesinden memakai sanggul berkebaya mengingatkan hari Kartini sebentar lagi. Malam ini pasti tak sedingin malam di Jepara. Saat sang gadis masih belum bisa mengeringkan air matanya. Bayangan seorang pria, gemuk, beristri tiga menghantui malam malam sepinya di kamar. Ia harus menemani pria berumur itu seumur hidup. Apa yang harus dilakukan ?

“ Modertje, my moedertje, say something to me, I am so utterly, utterly unhappy. Physically, spiritually broken. I have no energy no more . For days already it is as if there is a fire in my head, as if my heart is a burning bullet“.

Demikian terjemahan penggalan suratnya pada bulan October 1903. Tak ada tanggal pasti, namun catatan harian itu datang setelah Ayahnya mengirim surat pemberitahuan kepada JH Abendanon tanggal 13 September 1903.

“…The regent of Rembang is someone whom we and Kartini also, respect highly and to whom we can entrust our child in fullest confidence, convinced that she would be in the best of hands…”
Keputusan telah dibuat, perkawinan Kartini akan dilakukan tanggal 8 November, demikian sang ayah menutup suratnya.

Continue Reading

Jalan kebenaran

Perempuan muda itu, masih berusia tujuh belas tahun ketika mendapat pencerahan – dipercaya –  dari Tuhan untuk mengusir penjajah Inggris dan Burgundi dari tanah bangsanya, Perancis.  Joan d’Arc bersama pasukannya membebaskan kota Orleans. Membakar, membunuh musuhnya dengan garang.
Karena intrik politik ia ditangkap oleh penguasa Inggris setempat, dituduh melakukan bidah – ajaran sesat – untuk kemudian divonis mati dengan dibakar hidup hidup. Saat itu usianya masih sembilan belas tahun.

Joan d’Arc memang bukan Amrozi, tapi keduanya percaya bahwa tangan Tuhan menggerakan revolusinya. Untuk Tuhannya dan agamanya. Beberapa ratus tahun kemudian pada tahun 1920, Paus Benediktus XV melakukan kanonisasi terhadap Joan d’Arc. Sebuah proses untuk menjadikannya orang Suci atau Santo dalam agama Katolik.

Continue Reading

Have you seen the Light ?

Bulan Ramadhan selalu memberikan saat refleksi diri sendiri terhadap komitmen kita terhadap Sang Khalik.  Tentu saja berbeda sewaktu saya kecil, bagaimana bisa melewati bulan puasa untuk mencapai baju baru atau opor ayam , sambel goreng ati – dengan pete yang mentes mentes – di hari lebaran.
Terus terang pemahaman saya tentang agama tidak begitu excellent. Sholatnya juga masih tambal sulam. Kalau menilik disertasi Cliffort Geerzt tentang Islam di Indonesia, jangan jangan saya dikategorikan Islam abangan. Juga latar belakang keluarga kejawen yang mungkin tidak terlalu mementingkan konsep ritual.
Tapi, Alhamdulillah puasa masih lancar sampai hari ini.

Ada suatu peristiwa di Bali beberapa tahun lalu yang sering saya kenang.  Gili Topekong nama sebuah pulau kecil batu karang di lepas pantai Candidasa adalah sebuah obyek penyelaman yang cukup terkenal. Bedanya, hanya para penyelam yang memiliki jam terbang tinggi bisa menyelam disini. Ini karena, arusnya sangat berbahaya. Tercatat banyak korban tewas dan hilang ketika menyelam di sini.

Continue Reading

Front Penyejuk Islam

Barang kali orang film adalah komunitas yang paling toleran dan pluralistik. Disana ada banci, gay, Islam cekek, atheis – dalam arti benar benar tidak percaya Tuhan , jawa, ambon, punk metal, Hindu, Buddha, Islam NU, Kristen, pasangan kumpul kebo sampai penganut kejawen. Kami bekerja secara team work dan tidak melihat perbedaan sebagai halangan untuk menciptakan sebuah karya. Saya sendiri tidak terganggu jika ada crew ijin melakukan sholat magrib, sebagaimana saya juga tidak risih melihat para production assistant saya yang memakai hipster yang udelnya kemana mana, dan kita bisa melihat tatoo kupu kupu di atas pantat belakangnya.

Sahabat saya DB adalah contoh yang sempurna.

Ia sutradara jebolan Institut Kesenian Jakarta yang telah mengalami kisah perjalanan hidup yang beraneka ragam. Istri pertamanya – seorang bule – ketika ia masih rajin mengunjungi pub dan bar. Ia bercerai dan mengawini istri keduanya – seorang model – yang wajahnya mirip Maudy Koesnaedy, sehingga sering dipakai sebagai stunt model pengganti adegan yang melibatkan Maudy.

Continue Reading

HITUNG HITUNGAN DENGAN TUHAN

“ Orang orang Barat sudah pergi ke bulan, tapi kita masih bertengkar mengenai mengintip bulan “ – KH Hasyim Muzadi

Bulan puasa hampir selesai tetapi masih saja orang ribut ribut bertengkar tentang kesepakatan 1 syawal 1428 Hijriah. Sementara di pojok negeri para pembela syariat , sibuk melakukan razia orang orang berpuasa dan penggerebakan warung dan restaurant yang buka di siang hari. Puasa juga membuat seolah kita memiliki privilege untuk dihormati dan lebih penting lagi menentukan ‘hitam putihnya’ sebuah konsep kehidupan dalam masyarakat yang pluralistik. Karena puasa ribuan orang pegawai pijat bersih, spa dan refleksi ,harus kehilangan uang tambahan berlebaran karena tempat kerjanya kena imbas harus tutup. Karena puasa juga orang orang kecil pemilik warung makan dan jamu hanya bisa menangis melihat usahanya diobrak abrik laskar .

Bisakah bulan puasa berjalan tanpa mengganggu hajat hidup orang banyak ? Padahal kalau keimanan saya berpuasa terganggu, itu karena diri saya sendiri yang gemblung, bukan karena orang orang yang asyik mengunyah makanan di pinggir jalan. Akhirnya dengan puasa kita menjadi polisi fiqih yang bertindak atas nama Tuhan, padahal mungkin Tuhan sendiri tidak pernah repot repot memikirkan ini. Karena Allah bukanlah tipe oppressed yang perlu dibela.

Continue Reading