Bulan Ramadhan selalu memberikan saat refleksi diri sendiri terhadap komitmen kita terhadap Sang Khalik. Tentu saja berbeda sewaktu saya kecil, bagaimana bisa melewati bulan puasa untuk mencapai baju baru atau opor ayam , sambel goreng ati – dengan pete yang mentes mentes – di hari lebaran.
Terus terang pemahaman saya tentang agama tidak begitu excellent. Sholatnya juga masih tambal sulam. Kalau menilik disertasi Cliffort Geerzt tentang Islam di Indonesia, jangan jangan saya dikategorikan Islam abangan. Juga latar belakang keluarga kejawen yang mungkin tidak terlalu mementingkan konsep ritual.
Tapi, Alhamdulillah puasa masih lancar sampai hari ini.
Ada suatu peristiwa di Bali beberapa tahun lalu yang sering saya kenang. Gili Topekong nama sebuah pulau kecil batu karang di lepas pantai Candidasa adalah sebuah obyek penyelaman yang cukup terkenal. Bedanya, hanya para penyelam yang memiliki jam terbang tinggi bisa menyelam disini. Ini karena, arusnya sangat berbahaya. Tercatat banyak korban tewas dan hilang ketika menyelam di sini.
Literatur guide selam menyebut “ The Toilet “ , nama dive site ini. Karena kadang arusnya menyedot kedalam palung seperti flushing air di WC toilet.
Namun justru disini adrenalin kita ditantang. Juga pameo no current no life di kalangan penyelam. Tidak ada arus berarti tidak ada ikan. Karena semakin banyak arus berarti semakin banyak ikan. Disini saya pernah menjumpai Whale Shark, dan bermain main disekitarnya.
Saya sudah beberapa kali menyelam disini – bahkan salah satu tempat favorit menyelam di Bali – sehingga sudah paham mengenai pola arus dan jam jam tertentu yang bisa menyelam. Namun siapa bisa menebak rahasia alam ? diantara luas dan dalamnya lautan kita hanya titik kecil yang tak berarti di mata Allah. Tak berdaya atas kesombongan kita.
Baru 15 menit menyelam, tiba tiba saya terseret down current – arus kebawah – sehingga terpisah dengan rombongan lainnya.
Saya gambarkan situasi down current. Benar benar seperti berada dalam flushing toilet. Kita kehilangan orientasi pandangan, karena gelembung udara yang umumnya bergerak keatas ( up current ) , kini bergerak kebawah dan menutupi pandangan di masker kita.
Yang berbahaya ini kita tak bisa memastikan kedalaman berapa kita terseret. Juga ada batas kedalaman yang bisa ditolerir tubuh manusia. Semakin dalam semakin tinggi tekanan udara sehingga kita semakin cepat mengkonsumsi oksigen di tabung kita.
Jadi potensi yang dibayangkan. Kehabisan oksigen, dan hilang terbawa arus ke palung palung laut lepas.
Kuncinya adalah mencoba tenang, karena justru panik yang membuat keadaan bertambah berbahaya. Saya mendekatkan jam komputer tepat didepan mata masker. Kedalaman terus bertambah, 15 meter, 20 meter, 30 meter. Hopeless. Segala kemahiran menyelam, sertifikat dive master dan National Geographics Diver tak ada artinya. Saya terus meluncur sampai 40 meter, 50 meter.
Sesaat saya berpikir dan berbisik. “ Ya Allah jika ini jalan yang kau hendaki, aku akan merelakan semuanya. Tapi jika Engkau ingin aku bisa memberikan sisa hidupku untuk memuliakan namaMu, berilah aku cara melepas diri dari kesulitan ini “.
Saya melepas weight belt – pemberat besi di pinggang saya – sebesar 3 kg, karena mungkin akan meringankan daya beban tubuh. Lalu saya berpikir untuk membuang kamera video dan baterei seharga 60 juta rupiah yang berbobot 30 kg.
Ketika saya mulai melepas kait pengunci kamera di tubuh saya. Tiba tiba sepersekian detik saya mendapat dorongan arus ke samping. “ Allahu akbar “ .
Sekuat tenaga saya mengayuh kaki saya, dan melepaskan diri. Kemudian saya terdorong ke dinding karang, dimana saya bisa bertahan dan secara perlahan merayap keatas.
Jadilah seperti rock climbing didalam air, sampai saya bisa mendapatkan arus keatas – up current – yang mendorong ke permukaan air.
Saya akhirnya mucul di laut lepas, jauh sekali dari titik awal dimana saya turun. Hampir 2 jam saya yang terapung apung di laut lepas, sebelum ditemukan kapal penolong.
Ketika beristirat di pantai, seorang kawan bertanya, “ Have you seen the light “ ? setengah bercanda setengah serius. Mungkin ini yang sering kita lihat di film film atau ceritar cerita saat begitu dekat dengan kematian.
Kawan ini juga pernah terapung apung selama 2 hari di selat Sunda sebelum diselamatkan kapal nelayan.
Saya hanya menjawab. Saya melihat betapa tak terperikan kuasa Allah. Begitu dasyat. Begitu sempurna. Mungkin ini cara Tuhan men- jenggung kepala saya. Seluruh bala tentara malaikat dan nabi men- jothak saya. Kemana ibadahmu ?
Samar sama kok saya seperti melihat lukisan kaca Sastrogambar di rumah eyang kakung dulu yang bertuliskan Sopo sing durung sholat.
88 Comments
zam
September 8, 2008 at 4:08 pmWOH!
*speechless*
untung njenengan selamat, mas!
edratna
September 8, 2008 at 8:45 pmAlhamdulillah…benar-benar Allah masih menyayangi mas Iman. Hanya pada Tuhanlah kita menyerahkan diri, saat keputus asaan timbul.
Nazieb
September 8, 2008 at 8:49 pmHmm.. pesan moral postingan ini adalah:
“Sesungguhnya hidup itu laksana menyelam di samudra. Harta dunia hanya akan memberatimu, dan membuatmu tenggelam. Lepaskan, niscaya kau akan selamat”
*sok bijak*
Kyai slamet
September 8, 2008 at 10:20 pmAlhamdulillah, subhanallah, masya allah, allahu akbar.
Panjenengan masih diberi kesempatan untuk kopdar dengan saya.
Ray
September 8, 2008 at 11:56 pmTerkadang Allah menunjukkan kebersara-Nya lewat hal hal yang tidak kita duga, dan dari situlah biasanya kita akan benar benar mengakui dan menysukuri nikmat dan kebesaran-Nya.
Saya juga pernah merasakan hal serupa. dan betapa benar benar kita takut akan ajal yg menjemput saat kita bener bener belum siap.
Semoga semua pengalaman akan menjadikan kita lebih Taqwa dan lebih bersyukur. Aminn
Donny Reza
September 9, 2008 at 12:20 amkonon yang pernah begitu ‘dekat’ dengan yang namanya kematian, biasanya jadi orang yang tidak punya rasa takut?
sawali tuhusetya
September 9, 2008 at 1:40 amsungguh, nikmat dan kuasa Allah tak sanggup dijangkau oleh keterbatasan akal budi manusia. kita hanya bisa berharap, semoga nikmat Allah makin lancar mengalir dalam keseharian kita, lebih2 di bulan suci ramadhan. selamat menunaikan ibadah puasa, mas imam.
Ersis Warmansyah Abbas
September 9, 2008 at 1:45 amSaya senang baca postingannya. Cuman … Clifort Gerzt itu seramapangan biki kategori, Santri-abangan OK, tapi priyayi lain lagi kolamnya. Met berpuasa. Salam.
novi
September 9, 2008 at 4:17 amternyata manusia emang kecil banget ya kalo di bandingin dengan Sang Pencipta…ahhh membaca tulisan ini jadi ikutan merenung…wah lali aku, durung sholat hehehe…salam kenal mas…
lance
September 9, 2008 at 4:24 amNikmatnya mengenal Allah secara pelahan mas… Peristiwa yang disiapkanNya seperti sisa-sisa oksigen dalam tabung selam. Direguk dengan hati-hati dan penuh rasa menghargai.
Kapan bisa buka puasa sama-sama mas?
kenny
September 9, 2008 at 5:13 amsmoga gak ada jenggungan lagi ya mas, alhamdulilah masih bisa ngejalanin puasa lagi
Edi Psw
September 9, 2008 at 10:12 amDengan menyelam, kita bisa memandang keindahan di dasar laut sana, sehingga kita sadar akan kebesaranNya.
Aris
September 9, 2008 at 11:35 amAlhamdullilah, berkat rakhmatNYa mas Iman masih diberikan umur panjang. Btw ada rencana bikin film iklan berlatarbelakang religi gak ?
Rindu
September 9, 2008 at 2:34 pmTak ada habisnya memang melihat kuasanya ALLAH yah …
Rystiono
September 9, 2008 at 2:35 pmSubhanallah…saya jadi tersentak…”kemana ibadahmu…???”
T_T
afwan auliyar
September 9, 2008 at 2:38 pmdahsyat kang … pengalamannya …..
benar2 setiapa penaglaman akan memebrikan hikmah yg tidk terduga ..
semoga allah mash sayang sama kita …
oya kang … minta izin review neh …. 🙂
Yoyo
September 9, 2008 at 4:02 pm# Samar sama kok saya seperti melihat lukisan kaca Sastrogambar di rumah eyang kakung
dulu yang bertuliskan : Sopo sing durung sholat ?
duh……Gusti….Alloh……tidak ada apa-apanya kami yang lemah ini di hadapanmu, hanyalah ketaqwaan & Sholat Kami yang akan Engkau nilai…….
Andy MSE
September 9, 2008 at 7:57 pmJadi pengin… pengalaman selam saya paling2 cuma 14 meter…
torasham
September 9, 2008 at 9:33 pmwaduh..ada arus macem itu..? bahaya jg yah…
tapi malah jadi kepingin yah..? 😀
astridsavitri
September 9, 2008 at 10:57 pmyup, sudah baca ttg ‘the Toilet’ ini..kebanyakan testimoni menyebutkan pengalaman semacam itu. Kalau melalui pengalaman itu mas Iman bisa dapat hikmah atas kebesaran Tuhan, saya barangkali suma dapat kepanikannya saja, hehe…
Begitulah saya kemudian lebih suka menikmati pemandangan bawah laut lewat Discovery Channel dan acara sejenis…benar-benar gak adventuris ya!
aRuL
September 10, 2008 at 1:46 amSubhanallah mas… ceritanya begitu menggugah…
tidak ada yg bisa mengira sampai dimana kita ditunjukkan batas antara mati dan hidup.
Hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Semoga selalu menjadi inspirasi hidup, untuk selalu bersyukur atas setiap nafasnya.
mayssari
September 10, 2008 at 11:51 ammasih percaya….
bahwa tiap detiknya DIA begitu besar dan setiap detiknya DIA selalu mengingatkan kita
dengan cara yang bahkan diri sendiri tak memahaminya…
semoga ibadahnya lancar, mas…
omith
September 10, 2008 at 3:10 pmsubhanallah …
*sampe berkaca kaca aku baca mas…
met puaSa.
meong
September 10, 2008 at 4:31 pmmas, berminat untuk diregresi ga mas ??
jd bisa tau, kehidupan kita seblm skrg, bagaimana.
kata mereka yg udah dapet pengalaman itu, tyt kematian itu melegakan, menenangkan. tidak ada rasa sakit, khawatir, takut, cemas, etc.
thx mas, ucapannya.
btw, sertipikat nyilemnya bikin minder oi *ini komen dr cewe yg belum bs renang blas*
Prince
September 11, 2008 at 4:50 amTuhan selalu memberikan hidayah kepada hamba-Nya dg caranya yg unik, hanya saja tidak setiap orang mau menerimanya.
ika
September 11, 2008 at 9:36 amwah mas… Gusti Allah kalo nylenthik kita emang unik
easy
September 11, 2008 at 3:50 pmpengalaman menyelam.. waktu pernah kecebur dalam sumur 🙁
ngodod
September 11, 2008 at 11:30 pm60jt kui gajiku selama 100 bulan kerja mas…. hehehehe….
leksa
September 12, 2008 at 12:03 pmditegurnya udah beberapa kali,..
tapi dasar manusia, di towel2 berkali-kali, ga jera2…
hihihi…
kalo iya,.. berarti mas Iman masih manusia 😀
manusiasuper
September 16, 2008 at 10:26 am*Meresapi*
Kalau kata novel-nya Andrea Hirata, tidak satupun daun yang jatuh di bumi ini tanpa sepengetahuan Allah…
dew
September 16, 2008 at 3:35 pmmerinding bacanya, mas..
shiro
September 16, 2008 at 8:34 pmsangat menyentuh,, jadi ikutan mikir juga..
Untitled
October 22, 2009 at 1:13 pmmerindingzzzzz…
Sesaat saya berpikir dan berbisik. “ Ya Allah jika ini jalan yang kau hendaki, aku akan merelakan semuanya. Tapi jika Engkau ingin aku bisa memberikan sisa hidupku untuk memuliakan namaMu, berilah aku cara melepas diri dari kesulitan ini “.
Mantapsss tuh. Merelakan semuanya, meridloi taqdir Allah buat diri, di situ poin nya.
Ismawan
August 31, 2010 at 5:40 pmalhamdulillah mas, Allah masih kerso untuk mengingatkan… 🙂
ajengkol
September 8, 2010 at 12:22 amSetiap habis Ramadhan Hamba cemas kalau tak sampai Umur hamba di tahun depan Berilah hamba kesempatan Semoga kita masih dipertemukan dengan Ramadhan Ramadhan lain
Uli Aritonang
August 2, 2011 at 4:29 pmHow could I forget the same experience at the same site when we dove together. Lucky that the down current lasted not too long, and we were having good enough experience to know what to do in that situation. You may have seen the light, but at that split second I’ve seen you, Ian, and Kayo in the light 🙂 Having said that, I was amazed that we managed to do the next dive after taking enough surface interval. Good old days…good old days….:-)
Seriboesungai
August 6, 2011 at 7:56 amAlhamdulillah , Tuhan masih menyayangi .. 🙂
Ery Aryani
September 18, 2012 at 8:38 pmOm iman, deg degan aku baca post ini. Alhamdulillah selamat.