Braga malam itu

Braga senja itu masih basah karena sisa hujan sepanjang sore. Bau basahnya meresap masuk ke batu batu jalanan yang membelah diantara toko toko bergaya art deco. Dingin dan melankolis.
Syuting baru saja selesai di sebuah pojokan Jalan Asia Afrika, di tepi bangunan kolonial di atas bantaran Kali Cikapundung yang airnya coklat bergemuruh menerima curahan air hujan. Saya memutuskan berjalan kaki menuju hotel, melewati Jalan Braga. Membiarkan udara malam membelai mesra pori pori kulit sambil mampir ke sebuah café pimggiran jalan, untuk segelas susu hangat.

Seorang pengamen pesinden memakai sanggul berkebaya mengingatkan hari Kartini sebentar lagi. Malam ini pasti tak sedingin malam di Jepara. Saat sang gadis masih belum bisa mengeringkan air matanya. Bayangan seorang pria, gemuk, beristri tiga menghantui malam malam sepinya di kamar. Ia harus menemani pria berumur itu seumur hidup. Apa yang harus dilakukan ?

“ Modertje, my moedertje, say something to me, I am so utterly, utterly unhappy. Physically, spiritually broken. I have no energy no more . For days already it is as if there is a fire in my head, as if my heart is a burning bullet“.

Demikian terjemahan penggalan suratnya pada bulan October 1903. Tak ada tanggal pasti, namun catatan harian itu datang setelah Ayahnya mengirim surat pemberitahuan kepada JH Abendanon tanggal 13 September 1903.

“…The regent of Rembang is someone whom we and Kartini also, respect highly and to whom we can entrust our child in fullest confidence, convinced that she would be in the best of hands…”
Keputusan telah dibuat, perkawinan Kartini akan dilakukan tanggal 8 November, demikian sang ayah menutup suratnya.

“ Letters from Kartini – An Indonesia Feminist 1900 – 1904 “ adalah buku terjemahan – setebal 500 halaman – surat menyurat Kartini dan mereka yang terlibat dalam kehidupannya, Diterbitkan oleh Monash University, Australia menjelaskan cara pikirnya yang berjuang demi kepentingan bangsanya sekaligus memperlihatkan betapa malangnya wanita jawa saat itu.

Walau ada saja yang menggugat kepahlawanan Kartini, serta mencurigai keabsahan surat suratnya. Suara suara ini bergaung menjadi universal, terus melintas jaman. Bukan semata masalah hak kesetaraan gender lagi. Jeritan wanita berprofesi guru, penyiar radio dan dokter yang diburu Taliban di Afganistan.

Saya juga tak tahu bagaimana dengan nasib perda perda di beberapa propinsi yang mengusung peraturan melarang wanita berkeliaran malam hari. Apakah masih ada atau hilang dengan sendirinya.
Apakah masih relevan membicarakan emansipasi ketika pada akhirnya issue issue hak manusia lebih dilihat apakah mampu atau tidak mampu, demokratis atau tidak. Bukan dari jenis kelamin, asal usul maupun agama.

Justru ketangguhan wanita terketak pada kepasrahannya. Kartini memang tidak pernah menyesali dengan pilihan orang tuanya kelak. Kartini tetap menghargai suaminya sampai hari kematiannya. Beberapa hari setelah kelahiran bayinya. Suaminya, bupati Rembang memberi surat kesaksiannya. Kartini meningga dalam senyum.
“ …Doctor gave Raden ayu medicine but half an hour later the discomforture increased and shortly afterwards, quietly and calmly, while lying in my arms and in the presence of the doctor, she passed away.

Malam semakin bergerak cepat. Café ini mulai ramai dengan gadis gadis pasundan yang cantik dan entah dari mana munculnya. Saya harus bergegas pergi ke Hotel. Ah, Bandung selalu menggoda.
Sambil menaikan kerah jaket, saya buru buru mempercepat langkah. Rintik hujan kembali menetes. Esok masih ada syuting yang masih tersisa.
Sekilas saya mendengar tawa renyah gadis berbusana hipster. Saya melirik. Sebuah tattoo kupu kupu di bawah pusarnya.
Kalau Kartini hidup di jaman sekarang, keingintahuannya juga meluap luap, dimana tattoo itu dibuat.
Tiba tiba saya teringat teh Ninih, istrinya Aa Gym. Bagaimana kabarnya dia sekarang ?

You Might Also Like

42 Comments

  • bayuhebat
    April 21, 2009 at 11:49 pm

    braga malem minggu sekarang sedikit berubah loh. soalnya dipugar. sayangnya banyak bangunan bersejarah didaerah terswebut yang didiamkan begitu saja. sayangnya lagi ternyata banyak bangunannya bukan milik negeri melainkan milik swasta

    Aniwey Selamat hari Kartini (bagi yang merayakannya)

  • Oca V
    April 22, 2009 at 12:33 am

    1 lagi tulisan yg menarik dari mas…
    Dan lihatlah bagaimana beliau menutup postingannya hari ini begitu tak diduga dari Kartini menuju teh Ninih. Kalo boleh tau apa namanya ya gaya menulis yg seperti ini?*penasaran_mode on*

  • Lee
    April 22, 2009 at 12:37 am

    Sepakat dengan Bandung yang selalu menggoda, mas. :mrgreen:

    Bandung, Kartini, poligami, dan istri Aa Gym. Kombinasi nasib yang pas. 😀

  • bayu
    April 22, 2009 at 12:53 am

    saya tidak mengerti, mengapa Kartini begitu di elu-elu kan… tokh hanya sebuah buku berisi pikirinnya saja yang kita kenal.. (lewat pelajaran semasa SD tentu saja)…. bagaimana dengan Rd. Dewi Sartika? Yang jelas-jelas mendirikan sekolah puteri untuk perempuan Bumi Putera?… sepertinya nyaris tak terdengar….

  • racheedus
    April 22, 2009 at 1:00 am

    Jalan hidup Kartini sendiri merupakan tumbal atas pemikiran-pemikirannya yang melintasi ruang dan waktu. Betapapun dahsyatnya pemikiran Kartini, ironisnya, ia sendiri tak kuasa menolak kehendak zaman.

  • Rystiono
    April 22, 2009 at 2:35 am

    Tapi kasihan sama generasi muda sekarang pak…

    Kartinian cuma suruh pake pakaian adat doang…nggak dijelasin apa dan kenapa ada hari Kartini…

    Yang mereka tahu kalo hari Kartini itu berarti pesta dan makan-makan…

    *poor childreen*

    At least, itu yang terjadi sama ponakan saya dan teman sekolahnya yang lain…

  • LuXsmaN
    April 22, 2009 at 4:48 am

    Dulu KARTINI banyak NULIS, sekarang KARTINI banyak OMONG

  • Anang
    April 22, 2009 at 5:13 am

    Teh Ninih lebih cinta padaNya,.. Jadi ya ikhlas dimadu.

  • DV
    April 22, 2009 at 5:54 am

    Aha… saya sangat suka penutupnya, Mas!
    Keren… keren.. keren..
    Tak menuangkan begitu banyak teorema tapi cukup membuat otak berdesak-desakan sendiri nih tulisan!

  • Fenty
    April 22, 2009 at 6:28 am

    Teh Ninih rocks … 😀

  • edratna
    April 22, 2009 at 6:29 am

    Aha! Mas Iman…dimana ya tatonya di buat? Tapi yang buat juga seniman tato lho mas…agar tato tadi terlihat, pasti gadis itu berusaha mati2an menjaga bentuk tubuhnya…(tak terbayang jika tato berada dibawah pusar perut gendut …hehehe).
    Pasti Kartini tak pernah mimpi, perempuan akan berkembang sampai melampaui hal-hal seperti itu. Itukanhyang diinginkan?

    Wahh kita tak pernah berpapasan di Bandung ya mas?

  • adi
    April 22, 2009 at 7:23 am

    setiap kali lewat Braga, saya selalu sedih. gedung-gedung tua yg kosong, toko-toko sepi pembeli, sisa-sisa bongkaran gedung bersejarah. eh jd lost focus 😀

  • didut
    April 22, 2009 at 7:38 am

    hmm…belum pernah ke bandung *menyedihkan*

  • Syiddat
    April 22, 2009 at 8:37 am

    Hmm.. Kok malah jadi ingat teh Ninih? Tanya ke napa? 😀

  • dony
    April 22, 2009 at 9:40 am

    mas siapa nama gadis bertato itu ???
    btw gadis bukan yah ? (doh)

    tau di bandung mampir ke rumah saya mas 🙂

  • Chic
    April 22, 2009 at 10:26 am

    kalau saja Kartini sekarang masih hidup….

    ah bakal banyak pertanyaaan pastinya Mas.. dan banyak surat-surat yang akan terkumpul. Mungkin lebih mudah karena ada email. Atau malah blog? blog dengan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan dan buah pikiran?

    dan ya.. buku-buku lainnya yang akan terbit…

  • pema
    April 22, 2009 at 1:04 pm

    Woh ini toh yang menyebabkan macet Jl.Asia Afrika dari Simpang Lima…..hmmmmm Mas Iman Rock:))

  • Ina
    April 22, 2009 at 1:27 pm

    kartini modern yang bertattooo…! keren… 😀

  • acip
    April 22, 2009 at 3:40 pm

    wew…sebuah tulisan yang menyentuh…menambah info ttg Kartini buat saya…tapi mas Imam,seandainya Kartini msh hidup dijaman sekarang,mgkn beliau sedih ngeliat perkembangan perempuan jaman sekarang…atau beliau malah bangga?…….
    btw..mbok ya tulisan2 mas Imam ne di bukukan..sekalian menghidupkan kembali budaya membaca..hehehe

  • zam
    April 22, 2009 at 4:31 pm

    kartini punya blog ndak, ya?

  • Iman Brotoseno
    April 22, 2009 at 5:39 pm

    pema,
    maaf maaf membuat macet he he..
    zam,
    ada kok http://kartinigemblung.wordpress.com

  • taufikasmara
    April 22, 2009 at 7:38 pm

    Selamat Hari Kartini… Mas Iman tetap saja menghadirkan cerita-cerita menarik di balik sebuah peristiwa

  • hedi
    April 22, 2009 at 11:22 pm

    ah perda itu cuma macan kertas, mas…cuma salah satu modus korupsi, ga bakal jalan 😀

  • iman juga
    April 23, 2009 at 10:26 am

    ngapain nginget teh ninih? ada minat apa…

  • wieda
    April 23, 2009 at 10:55 am

    tatto gambar kupu2 dipeyut ce?….wuihhhhh saya ngeliat co dengan tatto gambar monyet di dadanya…trus ada tulisan kecil disitu…..”wanna to see the tail????”

    huekkkk huekkkkkk

  • Silly
    April 23, 2009 at 3:41 pm

    Mas Iman… saya suka aneh sama orang yang irritated sekali ketika kita menyinggung soal kartini dan emansipasi yang kebablasan. Kartini seolah dewi yang harus diagung2kan dan tidak boleh disinggung dikit, nanti Dewa marah, hahahhaa… dodol.

    Kalo ada waktu, coba mas iman baca tulisan saya yang jadi kontroversial disini deh, baru posting kemarin, tapi yang komen-komen gak jelas malah menjamur.

    http://silly.blogdetik.com/2009/04/21/perempuan-dan-emansipasi-yang-kebablasan/#comment-136

  • Silly
    April 23, 2009 at 3:42 pm

    Yahhhhh, sebelll… komen saya masuk moderasi. Mas Imannnn…. release pleaseeee…

    *injek2 blog mas iman* 😛 :))

  • Iman Brotoseno
    April 23, 2009 at 6:02 pm

    silly,
    maaf maaf ini memang suka ngaco mesinnya,,he he..apa apa yang dicurigai langsung dimoderasi..

  • Perempuan, perempuan dan perempuan » Blog Archive » Perempuan dan Copypaste …
    April 23, 2009 at 9:49 pm

    […] kalo mo sedikit sinting gokil,  ikuti saran Mas Iman Brotoseno, yang penempatkan saya di urutan ke 8 list tersebut…Kenapa harus Dian Nitami yah? Kok gak ada […]

  • hanny
    April 24, 2009 at 9:01 am

    ehem 🙂 mas iman nggak ingin bikin film soal kartini? 😀

  • fauzansigma
    April 24, 2009 at 9:43 am

    mas iman ini memang selalu eksotik dalam menuliskan bebagai opininya, kartini jaman sekarang mungkin memang lagi trend pake tattoo kupu2 mas… kan gaul mas.. heheh…

    oh iya, mas makasih buat kunjungan dan materi2nya di UNS kemarin..

    dan pastinya mas iman bakalan sering ke solo nih,,, 🙂

  • cynthinks
    April 24, 2009 at 11:47 pm

    Saya kok jadi kangen suasana bandung sesudah hujan yah..
    Kira2 kalo Kartini masih hidup sekarang, dia bakal memperjuangkan apa ya?

  • 'dee
    April 25, 2009 at 1:04 am

    wah… tulisan yang menarik… dan endingnya betul2 “kejutan”… bisa gitu lho belok ke teh ninih — tapi beloknya sungguh tepat dan tajam! 😀

    omong2, saat hari kartini lalu saya juga menulis beberapa (lagi agak hiperaktif, he he…) tulisan. salah satunya ini :

    http://rumahkayu.blogdetik.com/2009/04/21/pemikiran-perempuan-tentang-perempuan/

    salam kenal ya…

    d.~

  • fahmi!
    April 25, 2009 at 2:39 pm

    sinden pengamen yg bersanggul itu ndak ada screenshotnya ya?
    *penasaran*

  • arif_1990
    April 25, 2009 at 7:18 pm

    saya pernah lihat festival braga saat desember tahun lalu..
    bagus banget.. rasanya Bandung bangga punya braga.
    tapi kok sekarang jalanannya pada rusak ya?

  • haris
    April 26, 2009 at 11:19 am

    “Justru ketangguhan wanita terketak pada kepasrahannya.”

    mas, kepasrahan memang bs menjadi tanda dari ketangguhan. tapi tidak selalu begitu jg. ketangguhan seorang wanita menurut sy tidak hanya terletak pada kepasrahannya saja. wanita yg melawan, yang berontak, juga wanita2 tangguh. cm ekspresinya saja yg beda.

  • Meidy
    April 26, 2009 at 2:19 pm

    lama saya ga ke Bandung.. kangen juga pengen ksana.. Perubahan apa ya yg mencolok? apa kbr braga? apa kbr teh ninih juga? apa kbr mas iman? 🙂 salam kenal ya..

  • koesmiadi
    April 26, 2009 at 5:02 pm

    huahaha….! nimbrung numpang ketawa ja…..
    hahahaha!……
    lagi asik-asik dielus sapa tulisannya..we’e’e endingnya ko….hahahah!
    its ok….mksdny mnkn ya bikin pembaca gini…

  • meong
    April 30, 2009 at 10:09 am

    @bayu :
    dewi sartika? lah yg kita peringati tiap 22 desember itu apa?
    itu bukan hari ibu mothers day, tp benernya lbh ke pergerakan wanita. scr politis.

    jd inget quotes si guh, Emansipasi, menggunakan lelaki dan kelelakiannya sebagai tolok ukur, adalah pelecehan serius bagi perempuan. 😛

  • sinar903621
    May 6, 2009 at 9:36 am

    Kartini akan menangiskan darah seandainya harus hidup sampai hari ini dengan menyaksiksan wanita2 sekarang mengumbar ‘aurat’ dengan :pakaiannya,bengesnya,goyangdangdutnya,kebebasannya yang salah(tak bermoral).Inikah akibat dari gerakan emansipasiku????Tanyanya …(Emansipasi yang kebablasan ini bukanlah cita-cita Kartini,namun cita2 syetan yang telah menjelma manusia ber-isme ‘BEBAS,FREE WITHOUT MORALITY’

  • -tikabanget-
    May 8, 2009 at 1:05 am

    betewe, kenapa hari besar memilih Kartini ya?
    karena surat-suratnya?

  • info usaha
    October 19, 2009 at 10:57 pm

    Bandung ok punye dehh..:)

Leave a Reply

*