Pajak

Karena saya dididik di sekolah Katolik, ada satu cerita yang sampai sekarang masih saya ingat. Yakni ketika Yesus ditanya apakah mereka rakyat Galilia harus membayar pajak kepada Kaisar. Waktu itu memang tanah Yudea berada dalam jajahan bangsa Romawi. Jawaban Yesus. Berikan apa yang menjadi hak kaisar dan juga berikan apa yang menjadi hak Tuhan. Jadi Yesus sendiri sudah menganjurkan untuk membayar pajak. Selain tetap tidak melalaikan kewajiban umat terhadap Tuhannya.
Dari jaman dulu pajak memang merupakan hak memungut dari negara terhadap warganya. Tanpa kecuali, bahkan dengan paksa kalau kita membaca sejarah bangsa bangsa Anglo Saxon dan Romawi sejak dulu. Rakyat yang tidak membayar pajak, disita hasil panennya dan kekayaannya.

Ketika bangsa bangsa semakin modern. Negara membutuhkan pajak sebagai sumber pemasukan cash negara. Bagi negara negara yang miskin sumber daya alam, pajak penghasilan adalah salah satu cara memungut dari warganya. Sehingga dulu banyak petenis Swedia yang memilih tinggal di daratan Eropa, untuk menghindar pajak di negerinya bisa sangat tinggi. Bisa bisa hampir separuh pendapatannya ditarik negara.
Indonesia baru mengenal pajak ‘ dalam arti sesungguhnya ‘ setelah kehabisan sumber daya alamnya sebagai sumber pemasukan periode 90 an. Sehingga pajak terus digenjot untuk menambal kas APBN. Sebelumnya siapa perduli pajak PPN atau PPH. Paling paling hanya pajak atas bunga deposito.

Namun ada hal yang membuat berbeda antara masalah pajak di negeri ini dan negara lain. Teman saya sampai sekarang menolak membayar pajak karena mengganggap negara – Indonesia – tidak berbuat apa apa terhadap rakyatnya. Jalanan masih rusak, pendidikan dan kesehatan masih tidak ditanggung. Intinya rakyat tidak melihat apa yang diberikan negara setelah memungut pajak.
Beda dengan di negara negara maju, dimana tingginya pajak berbanding lurus dengan fasilitas dan hak warga. Biaya dokter dan sekolah ditanggung, jalanan mulus serta mendapat tunjangan sosial. Jadi ada keadilan sosial yang rata. Mereka yang kaya secara tidak langsung mensubsidi mereka yang miskin.

Kebencian rakyat semakin memuncak jika melihat pat gulipat oknum pajak mensiasati pajak pajak yang dibayar untuk masuk ke dalam kantongnya. Saya yang sampai sekarang masih ‘ terpaksa ‘ bayar pajak, karena honor saya tanpa ba bi bu secara otomatis dipotong pajak, baru baru ini tetap tidak mengerti ketika konsultan pajak saya mengatakan bahwa saya masih harus membayar selisih pajak berdasarkan perhitungan progresif secara akumulatif.
Membingungkan. Dan seperti biasa saya menyerah dengan sistem ini. Itu baru urusan pajak pribadi.

Sementara pendapatan perusahaan saya – dan teman teman – sepertinya habis untuk bayar pajak. Pajak ini, pajak itu. Kalau dibebankan kepada biaya produksi, membuat harga penjualan jasa perusahaan kami menjadi sangat besar dan tidak kompetitif.
Tunggu dulu, kami yang orang film dari dulu juga sudah berteriak begitu tingginya pungutan pajak terhadap film. Barang film belum jadi sudah dibebani pajak bahan baku, pajak processing, pajak impor barang. Kalau sudah jadi ada lagi pajak tontonan. Beraneka ragam.

Banyak perusahan teman teman lainnya, yang tiba tiba kelebihan bayar pajak. Setelah dihitung hitung mereka berhak atas restitusi – pengembalian uang pajak – dari negara. Mudahkah ? Tidak juga. Negara mengatakan boleh kalian ambil kelebihan uang tapi kami harus periksa dari A sampai Z pembukuan perusahaan kalian. Bisa bisa jadi repot, menyita waktu dan bisa bisa malah dikorek korek. Intinya sebisa mungkin negara tidak membayar kembali. Walhasil . ya sudah relakan saja kelebihan bayar itu.
Atau ada kesalahan administrasi pembukuan, tiba tiba saja datang tagihan pajak sekian milyar. Teman saya ‘ terpaksa ‘ hanya membayar sekian ratus juta kepada oknum pajak, dan terbit surat bersih dari pajak.

Selalu saja ada orang orang seperti Gayus Halomoan Tambunan yang menawarkan kemudahan dalam urusan pajak. Kini pajak, disamping bea cukai menjadi instansi yang rawan dengan korupsi seperti Kejaksaan, Polisi dan Hakim. Presiden tak bisa menutup mata bahwa masalah korupsi di pajak menjadi rahasia umum. Menggelisahkan.
Ini memang oknum tapi sudah melembaga. Hampir mustahil para pimpinan instansi tidak mengetahui praktek praktek ini.

Indonesia memang tak bisa melepas sebagai negara yang paling tinggi kadar korupsinya di Asia. Sudah takdir. Barangkali harus Tuhan yang turun tangan membersihkan borok borok ini. Waktu ada upaya menyelamatkan Sodom dan Gomorah yang maksiat itu, Tuhan pernah menantang.
“ Tunjukan juga 5 orang saja yang masih baik, maka saya akan menyelamatjan kedua kota itu “.
Apakah kita tidak punya 5 orang saja pegawai pajak juga polisi, hakim,ahli hukum dan jaksa yang masih jujur di negara ini ?

You Might Also Like

22 Comments

  • Koen
    April 5, 2010 at 8:43 pm

    Alf Wight (James Herriot), dokter hewan di Inggris yang merangkap penulis itu pernah menghiting: dari lima buku yang aku tulis, empat untuk Sri Ratu, dan satu buat aku dan keluarga. Pajak bisa mencapai 80%! Tapi saat suatu hari ini berjumpa dengan PM Inggris (yang mengarahkan politik Inggris, termasuk kebijakan pajak), ia memberikan kesan ke anaknya: Ia sungguh pria yang mengagumkan.
    Aku iri membaca kisah negara-negara yang tidak dikuasai kaum pengkhianat.

  • Bang Poltak
    April 5, 2010 at 8:57 pm

    Saya bisa Pak, nunjukin banyak sekali petugas pajak yg baik dan jujur. Please don’t give up hope on Ditjen Pajak. 🙂

  • DV
    April 6, 2010 at 7:29 am

    Masalah pajak menurutku terkait dengan apa yang bakal kita dapat.. betul kata temanmu, mas 🙂

    Di Australia, pajak (misalnya penghasilan) sangat besar prosentasenya… Awalnya ya agak ‘mangkel’ ngeliat uang gaji kita dipotong sedemikian besarnya. Tapi, contohnya ketika istri saya melahirkan dua bulan silam dan untuk semuanya aku tak mengeluarkan sepeser dollar pun, rasa mangkel itu hilang.

    Indonesia kupikir memang ada di persimpangan.
    Di satu sisi, pengetatan pajak itu langkah bagus, tapi di sisi lain penanganan korupsi di dalam instansi perpajakan serta korelasi take and give dengan si pembayar pajak adalah masalah tersendiri.

    Terus berjuang, Indonesia!

  • sarah
    April 6, 2010 at 7:56 am

    aku juga bayar pajak lho

  • lance
    April 6, 2010 at 7:57 am

    mungkinkah aparat pajak tidak harus birokrat, bisa juga swasta ?

  • Ismawan
    April 6, 2010 at 9:57 am

    Nasib saya yang masih jadi kuli perusahaan, ga sempat menolak bayar pajak karena sudah langsung dipotong waktu gajian… 🙁

  • lady
    April 6, 2010 at 10:21 am

    saya kok pesimis endonesia bersih dr korupsi dan pungli lainnya. dari dulu masih aja oknum

  • kuli pajak
    April 6, 2010 at 11:41 am

    jangan mengeneralisir alias gebyah uyah kalo petugas pajak seperti si bangsat gayus !!! masih banyak petugas pajak yg bersih dan mengandalkan hidup dari gaji tok….

    jangan beranggapan kalo diri sendiri itu bersih ‘tanpa cela’ dan seenak perut komentar menuduh seperti yg banyak dilakukan org akhir2 ini…disemua lini kedhidupan pasti ada org yg perilaku buruk dan baik..ingat ya…

  • za
    April 6, 2010 at 3:44 pm

    aku gak perlu bayar pajak….
    *berlalu*

  • Sam Ardi
    April 6, 2010 at 8:00 pm

    Terkadang kita tidak bisa memandang sesuatu dengan mengeneralisir, dari kasus pajak kemaren sepertinya terlalu banyak sudah oknum-oknum seperti itu, tapi tentunya sample seperti itu bukan tolak ukurnya

  • edratna
    April 6, 2010 at 8:15 pm

    Indonesia memang masih terus berjuang untuk perbaikan…dan tikus2 tetap menggerogoti dikala masih ada lobang.
    Bagi yang berjiwa tikus, setiap peraturan akan dicari lubangnya.

    Betapapun saya tetap melaporkan SPT tiap tahun, ….karena merupakan pertanggungjawaban pribadi dan kepada Tuhan. Semoga Gayus-Gayus yang lain makin terkikis, sehingga kita bisa mulai merasakan hak rakyat yang memang seharusnya diperoleh dari negara. Kapan ya?

  • Eka
    April 6, 2010 at 9:47 pm

    Muslim yang baik harus patuh kepada pemimpinnya, walaupun ada kedzaliman yang dilakukan pemimpin tsb. Diantaranya adalah pengenaan pajak.

    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum bahwa akan datang di akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian beliau ditanya tentang sikap kaum muslimin : “Bolehkah melawan/memberontak?”. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab ; “Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat”

    Rasulullah bersabda “Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7].

    “Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya” [6]

  • syaikhah
    April 7, 2010 at 9:10 am

    afwan mz kalo saya yang lebih heran bukan masalah pajak, tapi tentang mz imam sendiri.

    mz ini Tuhannya siapa yah? Allah ‘Azza wa Jalla atau yesus yah

    afwan setau saya mz ini agama Islam yah, tapi kalimat terakhir agak membingungkan saya hehe

    afwan ya mz imam,

  • hedi
    April 8, 2010 at 4:51 am

    Aku ga bayar pajak (penghasilan) udah 2 thn, ini ga ada hubungan dgn soal pat gulipat itu, ini masalah prinsip dan bukan ikut2an. Tapi di area lain, aku masih bayar pajak. PPn tetap aku bayar kalo beli produk 🙂

  • zam
    April 8, 2010 at 3:51 pm

    isu Gayus dan pajak adalah isu pengalihan dari isu Bank Century!

    *sobek-sobek SPT*

  • Vicky Laurentina
    April 8, 2010 at 6:55 pm

    Pak Iman, saya baru tahu bahwa negara paling korup di Asia itu Indonesia. Saya sangka yang paling korup itu Thailand, Myanmar, atau Afganistan. 😀

    Saya punya teman tukang pajak, orangnya jujur. Polisi yang baru saja bikinkan saya SKCK juga jujur, dia nolak pungli yang saya pancingkan. Lalu, ayahnya pacar saya juga profesor hukum, saya percaya beliau juga jujur.

    Masih ada orang-orang baik di negara ini. Saya optimis korupsi bisa dihapus. Meskipun saya harus menunggu rambut saya ubanan dulu supaya korupsinya hilang sungguhan.

  • bang togar
    April 9, 2010 at 7:43 am

    betul kata zam…isi gayus dan pajak memang lagi digoreng lebih lama buat pengalihan isu century yg maha besar kerugiannya dan susno dijadikan aktor dalam pengalihan century…kompensasi mungkin bisa kebagian jabatan lebih tinggi…huakakaka

    endonesia, emang negeri mafia, lebih mafia daripada di sicilia-italy sono…hahaha…

    berani bertaruh???

  • Wirawan Winarto
    April 13, 2010 at 12:37 am

    paragraf ketiga mengingatkan saya kepada realita di Skandinavia. Negara-negara Skandinavia (Swedia, Norwegia, Finlandia, Denmark, etc) punya pajak tertinggi di dunia namun fasilitas yang diberikan ke masyarakatnya juga luar biasa. Seakan ada paham yang dianut bersama bahwa “masyarakat-lah yang melindungi masyarakat”. Sementara Indonesia ini sebaliknya, tak ubahnya gabungan dari pemerintah yang korup dan rakyat yang tidak percaya kepada pemerintahan. 🙂

    tulisan yang menarik.

  • yuds
    April 19, 2010 at 3:36 pm

    Saya punya temen kerja di pajak, bahkan sebelum adanya modernisasi di DJP-pun sudah jujur.

  • mamah wulung
    April 24, 2010 at 11:17 pm

    kadang suka kepikiran, jualan di internet bayar pajeknya kemana ya? tapi gimana pun juga menunaikan kewajiban bisa melariskan dagangan 😀

  • Yang-Kung
    April 30, 2010 at 6:44 pm

    Ketika para pemimpin jatuh karena dosa yg tidak disengaja maupun pelanggaran terang2an dng mudah kita dapat mundur atau kecewa.Namun ,akan menjadi tragedi ganda bila kemudian kita menjadi sinis dan memalingkan wajah dari Allah karena mereka.Orang lain boleh saja tidak setia,tetapi kita sebagai umat beriman harus tetap menjadi contoh dan panutan yg terbaik bagi sesama.

  • tips beli rumah
    May 3, 2010 at 8:51 pm

    sebagai rakyat yang baik,kita selalu bayar pajak,,,guna pajak untuk kesejahteraan kita juga,,,tapi pada kenyataan nya,,uang pajak kita sering di selewengkan oleh” petinggi” yang tak bertanggung jawab

Leave a Reply

*