Browsing Category

KESEHARIAN

HUJAN

Sahabat saya seorang produser selalu mengumpat jika yang namanya hujan datang dengan derasnya. Baginya hujan adalah malapetaka jika sedang syuting, karena secara otomatis budget produksi akan membengkak karena syuting tertunda, set yang porak poranda, cancellation fee untuk lokasi, serta penambahan hari syuting. Hujan juga menjadi momok bagi sebagian penduduk Kaliadem di lereng Merapi , karena berpotensial membawa lahar dingin dari puncak merapi. Belum lagi, jalanan macet karena genangan air, becek dan segala sumpah serapah keluar dari orang orang yang merasa kegiatannya terganggu dengan si hujan.

Bagi saya, hujan selalu membawa nikmat, entah kenapa perasaan saya bisa melankolis melihat derasnya bercucuran dari langit. Selain udara yang menjadi bersih, aroma basahnya air, gerakan air yang mengalir turun di jendela membuat daya khayal saya meronta ronta menembus ruang dimensi. Kreativitas bisa saja muncul dalam suasana ini. Membahana, lepas dan penuh pemikiran yang imajinatif. Jadi ketika syuting iklan kartu kredit BRI tiba tiba harus berhenti karena air yang dimuntahkan dari langit, saya mencoba menyendiri menikmati dengan secangkir jahe hangat serta Ipod di telinga saya. Tiba tiba saja kepala saya sudah dipenuhi berjuta ide ide untuk pekerjaan selanjutnya. Apa yang lebih nikmat bagi seorang pekerja seni dengan memiliki cadangan kreativitas di isi kepalanya ?

Continue Reading

KEPEKAAN YANG TERUS TERGERUS

Saya memang harus mengakui bahwa Dani Ahmad adalah seniman besar. Namun kalau saya melihat karya ciptanya akhir akhir ini dibanding tahun tahun pertama Dewa 19 periode 90 an, sungguh sangat jauh berbeda. Sebagaimana banyak musisi Indonesia lainnya, ia telah kehilangan daya ciptanya begitu kehidupannya mulai ‘established’ atau dengan kata lain sudah kaya. Ini memang problem sebagian besar pekerja seni di Indonesia. Ebiet G Ade tak akan pernah lagi menghasilkan karya yang monumental seperti saat masih terlunta lunta di Yogjakarta, begitu hidupnya sudah mapan di Jakarta. Pramoedya , justru menghasilkan karya roman yang luar biasa pencapaiannya ketika hidupnya berada dalam tekanan dan siksa dalam tahanan di Pulau Buru. Ia tak pernah bisa mengulanginya lagi ketika menghirup udara bebas beberapa tahun kemudian. Tak hanya seniman, Bung Karno juga kehilangan kekuasaannya karena kepekaannya terhadap bangsanya hilang, begitu ia terlena dengan mimpi mimpi mercua suarnya.


Kemapanan memang memabukan dan membuat kita menjadi lemah, tidak sensitif dan stagnan. Padahal kepekaan atau daya sensitif adalah elemen penting tak hanya proses kreatifitas tetapi juga lingkungan, orang yang kita cintai sampai pekerjaan kita. Tak dapat disangkal, ketika manusia berada dalam pergulatan hidup dengan penderitaan yang haru biru, ia bisa menjadi sangat sensitif dan eksploratif. Ini memang tak mudah karena mengisyaratkan kita harus menjaga jarak dengan apa yang namanya kemapanan seperti kekuasaan, kekayaan dan kemasyuran. Ini memang tidak mudah,bagaimana kita tidak tergoda untuk melompat ke sisi lain tersebut. Seniman besar seperti penyair WS Rendra atau sutradara Teguh Karya, telah mencoba melakukannya. Mereka tetap hidup dan bernafas dalam komunitas teaternya. Rumah Om Steve, nama Teguh Karya biasa dipanggil tetap terbuka bagi siapa saja, baik aktor baru atau kondang. Ia bisa tetap mentraktir nasi uduk kebon kacang bersama pemain pemain barunya yang tidak punya uang untuk membeli makanan. Ini membuatnya tetap sensitif terhadap manusia manusia sekitarnya, sehingga karya karyanya tentang sisi kehidupan tetap kuat dan mempesona.

Continue Reading

PASSION YANG HILANG

Dalam catatan hariannya,Soe Hok Gie, seorang aktivis mahasiswa tahun 60 an selalu tak melupakan lembah suryakencana di puncak gunung Pangrango, Jawa Barat. Di tempat itulah ia sering merenung, mencari kedamaian hati dan lari dari situasi kehidupan yang ruwet di Jakarta. Saya memang bisa membayangkan di puncak gunung sana. Sepi, dingin dan rasa jiwa yang membahana melihat kabut kabut di ujung horizon. Sewaktu saya SMA dan kuliah, mendaki puncak puncak gunung Pangrango atau Gede sepertinya menjadi ritual dinamika kehidupan saat itu. Betapa tidak, minggu minggu terakhir ini, berbagai persoalan hidup dan pribadi membawa saya kepada situasi kehilangan rasa atau passion pada kehidupan sekitar saya . Dan yang lebih penting menguapnya daya kreatif sebagai seniman atau penggagas ide. Tentu saja ini sangat berbahaya bagi kelangsungan pekerjaan saya.


Tanpa harus berpikir panjang ,saya pesan tiket pesawat ke Jogja serta memutuskan untuk menghabiskan beberapa hari disana. Saya memang tak pernah bosan bosan untuk menikmati pesona kota ini. Jalan jalan di Malioboro, memotret situs situs kuno,makan gudeg yu Jum di belakang kampus UGM, menikmati malam malam dengan kopi arang yang terkenal, serta menonton pasar Malam Sekaten di alun alun Keraton. Hari hari terakhir, saya meluncur menuju Losari,sebuah kawasan perkebunan kopi didaerah Temanggung yang telah saya liat dari brosur di biro perjalanan. Tentu saja, semua ini saya mengharapkan pengalaman pengalaman ini mampu membalikan kegelisahan yang menggerus hari hari saya di Jakarta. Namun apakah ini bisa ? Apakah sebuah proses penumbuhan passion itu bisa digerakan dengan menemukan tempat tempat baru yang menyejukan jiwa kita.

Pagi belum sepenuhnya terang,masih gelap dan angin menusuk membuat saya merapatkan erat erat jaket, saat berjalan menyusuri lembah lembah di sekitar losari untuk memotret munculnya sang mentari dari balik gunung merbabu. Terseok seok melintas rumput yang masih basah, mencari jawaban yang sesungguhnya dari penampakan matahari pagi ini. Dan tetap saja saya tidak menemukan jawaban itu. Termenung duduk diatas batu dan putus asa.

Kembali ke Jakarta,memang tidak membuat perubahan yang berarti. Saya juga percaya Soe Hoek Gie mungkin tidak akan pernah menemukan jawabannya, pertanyaan pertanyaan yang terus dibawannya sampai ia meninggal. Lembah Suryakencana dan kabut Mandalawangi hanya menawarkan kesejukan hati sesaat, memuaskan rasa dahaga yang sebentar. Saya mencoba memahami bahwa kegelisahan, amarah dan rasa ketidakpercayaan yang hilang itu membuat hidup ini semakin tidak menarik jika kita melihat dari perspektif emosional saja. Sebuah kiriman post card yang datang tiba tiba dari Africa Barat, dari seorang teman di blog ini, sungguh mencerahkan hari hari yang menggelisahkan saya. Bahwa masih ada bentuk persahabatan yang ditawarkan seorang teman baru. Demikian pula perkenalan dengan para pencari kayu bakar yang saya temui di lembah perbukitan kebun kopi di Losari. Semuanya membukakan mata hati saya, bahwa hidup bagaikan sebuah bendera perang. Kadang ia terjatuh, kotor dan sobek. Namun dengan gagah beraninya tetap dipertahankan, sampai ke tangan Tuhan.

SEBUAH CATATAN

Baru baru ini saya menemukan dokumen tulisan ini di desktop layar Mac Powerbook saya, dan ternyata buah hati saya, Abel yang menulisnya. Puisi ini bukan karya ciptanya, ia hanya menyadurnya dari buku apa yang saya juga tidak tahu. Mungkin dari salah satu buku pelajarannya. Begitu sederhana pemahaman tentang dunia ini baginya. Begitu kelam sindiran ini bagi kita manusia dewasa. Ah, jangan jangan suatu hari ia minta dibuatkan blog. Tiba tiba saja saya bertambah cinta dengannya. Mari nak, masih ada sisa dunia untukmu.

” Mengail di Kali “

Di kali kecil
Keruh karena sampah dan kotoran
Ikan-ikan tinggal sedikit
Dan sulit berkembang biak
Karena beribu penyakit

Tapi kita masih mengail di sana
Kita masih ingin medapatkan ikan
Ingin memakan dan menghabiskan mereka
Hingga musnah semua

Mengapa tidak kita pikirkan :
Bersihkan kali, jangan buang sampah
Dan kotoran semaunya
Seperti sediakala

Abdul Hadi W.M

SEBUAH PILIHAN

Akhir akhir ini saya dihadapkan dengan sebuah persimpangan pilihan karier, Tidak tahu kenapa , seolah saya kehilangan ‘passion’ di dunia film iklan, dunia yang telah memberikan asam garam karier kehidupan selama lebih dari sepuluh tahun. Ini sebenarnya berbahaya bagi proses kreativitas saya dalam menjalani eksekusi sebuah pekerjaan. Mungkin ini ada kaitan dengan kejenuhan menghadapi pola pola pekerjaan film iklan yang itu itu saja. Dalam Film “ When Harry Met Sally “, salah satu karya masterpiece Rob Reiner, ada scene yang menunjukkan betapa sengsaranya hidup dalam jebakan routinitas sehari hari yakni pekerjaan. Selesai bekerja, nonton TV, aktivitas di gym, bengong bengong main kartu, tetap tak bisa membuat hidup ini menjadi lebih ‘ berwarna ‘. Pacar pacar merekapun ternyata juga bukan pilihan yang tepat. Sehingga hidup hanya untuk karier, gaji, apartemen yang bagus serta ‘ social life ‘ yang membosankan.

Memang ada beberapa project ke depan yang semestinya menjadi prioritas untuk keluar dari kebosanan film iklan. Menyelesaikan ‘ coffe table book ‘ untuk buku foto foto bawah laut yang terus tertunda tunda dan yang paling mendebarkan, menyutradari 2 proyek layar lebar yang dua duanya harus dibesut tahun depan. Terus terang saya iri dengan teman saya Prima Rusdi yang akhirnya bisa menemukan dunianya di penulisan scenario film, setelah lama berkutat sebagai creative di biro iklan. Kagum dengan Lance yang bersama sama saya merintis karir di film iklan, telah membuat 2 buah layar lebar ( Cinta Silver dan Jakarta Under Cover ). Bahkan bekas asisten asisten saya yang sekarangsudah membuat layar lebar. Sementara saya masih saja berkutat dengan film film iklan yang monoton dan begitu begitu saja. Tak heran sewaktu bertemu Mira Lesmana dan Riri Reza di Bakul Cofee, mereka terus saja menyindir keragu raguan saya untuk memasuki dunia layar lebar.


Tentu saja pilihan ini bukan tanpa pertimbangan yang matang, karena ada konsekuensi yang tentunya tidak sebanding jika melihat penghasilan yang bakal diterima. Membuat layar lebar mewajibkan kita memberikan tenaga, waktu dan bahkan jiwa kita yang mungkin tidak sebanding dengan apa ( baca : honor ) yang kita dapat. This is art work, we put our soul that probably we gain as not as much like tv commercials. Saya juga tidak tahu mengapa saya menulis ini,mungkin cuaca di Jakarta yang akhir akhir ini hujan, membuat saya agak melankolis. Namun betapa beratnya sebuah pilihan, harus dimulai dari sisi orang yang terdekat dengan saya. Saya harus memulai dengan pilihan untuk lebih memperhatikan Abel, buah hati saya yang hari ini berulang tahun. Pilihan untuk menyisakan sedikit waktu dari pekerjaan saya, untuk setidaknya bisa bercengkerama bersama dia. Harry dan Sally memang pada akhirnya menemukan pilihan hatinya, setelah melalui pembelajaran hidup yang berbeda. Saya harap saya bisa menemukan pilihan itu. Ya, saya telah berjanji dengan Abel melalui telpon tadi, untuk datang ke pesta ulang tahun bersama teman temannya. Lagu ‘All by Myself ‘ dari Delta FM sayup sayup mengantar saya menembus kemacetan menuju ulang tahun Abel.

SISI LAIN SEBUAH PERSEPSI

Cerpen Umar Kayam yang berjudul “ Musim Gugur di Connecticut “ adalah salah satu cerpen yang saya sukai. Sebagaimana karya karya Umar Kayam lainnya yang mengambil setting era G 30 S PKI, cerita ini menyentuh sisi hati kita yang paling dalam tentang arti sebuah tragedi kemanusiaan. Ada yang menarik bahwa sepanjang cerita, secara tidak langsung ia membentangkan sebuah situasi melalui persepsi Tono, si tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat yang menjadi ‘onderbouw’ organisasi PKI. Persepsi mengenai realisme sosialisme yang ia bela, dan juga persepsi dia akan cintanya terhadap istrinya yang sedang hamil. Gambaran yang ada juga membentuk persepsi pembaca bahwa rezim militer sangat kejam dan betapa teraniayanya mereka mereka yang kalah. Betapa mengharukan penyerahan diri si tokoh ketika di jemput tentara di rumahnya, saat ia sedang berkumpul dengan istrinya. Padahal kita belum tentu tahu gambaran situasi yang sesungguhnya terjadi dalam masa prahara itu. Pada akhirnya Tono mempersepsikan kebun karet tempat ia akan dieksekusi sebagai deretan pohon pohon maple di musim gugur di Connecticut. Sendiri, dingin dan tak berdaya di sapu angin.

Persepsi dari pikiran kita kadang dapat membelokan sebuah fakta menjadi ketidakpercayaan dan ketidakberdayaan. Gara gara video klip Kris Dayanti yang saya garap cukup kondang tahun 1998, saya diminta seorang creative director untuk mengerjakan sebuah produk kosmetik. Waktu itu saya masih menjadi pemula, yang belum pernah mengerjakan ‘thematic tvc “, jadi masuk akal agak grogi. Beruntung PH yang menghire saya, sangat support terhadap pekerjaan ini. Director of Photography atau kameramennya didatangkan dari Bangkok, lalu pengerjaan paska produksi juga dilakukan disana. Sehingga pada akhirnya kalau ‘ look ‘ hampir menyerupai gaya gaya iklan iklan Bangkok memang tidak salah. Namun ketika tayang di sini, ada saja orang yang tidak percaya kalau iklan itu hasil karya sutradara lokal. Menyedihkan sebuah persepsi telah mengalahkan realita.

Sementara di bidang kehidupan yang lain, orang film juga sering dipersepsikan sebagai seniman, free lance yang hidupnya nomaden. Apalagi kalau urusan kredit dengan Perbankan. Dian Bahtiar, seorang sutradara iklan yang saleh, rajin sholat , berzikir memuliakan asma Allah ( jadi siapa bilang orang film itu sekuler dan rusak moralnya) dan Rei Supriadi, kameramen film layar lebar ‘ Eifel Im in Love ‘ dan ‘ Apa artinya Cinta “ pernah mengalami hal ini. Mereka berdua datang ke sebuah bank untuk mengajukan permohonan kredit pemilikan rumah. Masing masing diterima oleh customer service yang berbeda meja. Segala kelayakan administrasi seperti rekening koran dan tabungan tidak bisa meloloskan untuk mendapatkan sebuah KPR. Alasannya karena ya orang film, freelancer yang tidak punya kantor yang menanggungnya. Disamping itu mungkin kesan penampilannya, rambut agak gondrong berantakan, memakai anting dan bercelana kargo tiga perempat, sehingga costumer servicenya agak ragu ragu menilai sosok yang duduk terpekur putus asa di depannya. Persepsi customer service ini yang akhirnya menolak permohonan kredit teman teman saya. Akhirnya dengan hati masgul mereka berdua meninggalkan gedung bank itu, sambil masing masing mengendarai mobil Jaguar seri XJ dan BMW seri 5.

CATATAN HARIAN INI ADALAH KEBEBASAN EKSPRESI

Lance, sahabat saya yang juga sutradara film ‘ Cinta Silver ‘ dan kini sedang menyelesaikan film berikutnya, “ Jakarta Under Cover “ yang konon akan di release tahun depan, mengatakan di depan teman teman bahwa sekarang ia harus berhati hati bersikap terhadap saya. Karena ada kemungkinan apa yang saya lihat bisa saja masuk blog pribadi saya. Suatu pernyataaan yang bisa salah tapi juga bisa benar. Sejak catatan harian ini menjelajahi dunia maya, diary ini memang menjadi rumah kaca yang dapat dilihat oleh siapapun. Saya banyak mendapat sms dan telpon baik dari mereka merasa tersinggung, marah marah karena merasa dibicarakan walau saya tidak menulis secara langsung nama nama yang bersangkutan, juga merasa tulisan saya tidak pada tempatnya. Ada juga yang memberi dukungan, mengutip kata Rendra, bahwa kesaksian harus ditegakkan.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap siapapun, bahwa apa yang tertulis di catatan harian saya merupakan kebebasan ekspresi saya mengemukakan pendapat, menyatakan apa yang saya rasakan dan saya lihat. Saya tahu nilai kebenaran dan itu sangat subyektif dari sisi mana kita melihatnya, tapi tidak seorangpun bisa memaksakan kehendak atas isi dari tulisan saya. Apalagi memaksa mencabut tulisan tersebut.

Catatan harian ini juga adalah refleksi pemikiran yang bergejolak dalam benak saya, batin saya dan lepas dari segala macam atribut yang melekat pada diri saya, walau saya menjadi ketua RT, menjadi ketua suatu organisasi, bahkan pasangan jiwa dari orang yang saya cintai. Kadang kala sebuah kejujuran bisa seperti permen lollipop, yang terasa pahit kalau lama disimpan. Kadang juga memang seperti tragedi drama tonil Shakespeare. Mudah mudahan saja tidak ada yang berpikiran seperti Julius Caesar sewaktu ditikam dan dikhianati Brutus…..“ E tu Brute…”

KALAU SUTRADARA PUNYA BLOG

I think that if you have a talent for acting, it is the talent for listening,,,Morgan Freeman.

Hari hari pertama punya blog memang agak excited, walau disana sini agak bingung bagaimana harus memulainya, disamping buru buru ingin punya disain template secanggih Enda Nasution. Walhasil, untuk beberapa hari ini terpaksa saya harus menunda beberapa kerjaan, termasuk untuk me re-write tulisan untuk scenario film saya mendatang. Padahal saya sudah janji kepada partner saya di kantor, Paquita Wijaya dan Lance untuk hari Jum’at ini akan menyerahkan draft revisinya.

Mumpung weekend ini Paquita harus menemani Nan Achnas, melakukan hunting lokasi di Semarang untuk film “ Photograph “ yang akan dibesut bulan November, jadi semakin lupa dia dengan tugas saya. Sehingga saya bisa punya waktu untuk mengutak atik template, browsing sana sini cari info mengenai apa itu yang namanya web blog, termasuk mengirim pesan di message box nya Tiara Lestari. Mudah mudahan dia masih ingat saya, karena ternyata dia pernah ikut dalam salah satu produksi di kantor saya ( shooting video klip Eric Bennet, mantan suaminya Hale Berry ) hampir dua tahun yang lalu. Lucunya, waktu itu kasusnya belum meledak, jadi tidak ada yang peduli dan terlalu memperhatikan dia. But, she’s talented, really !

Pertama tama saya agak ragu apakah ada yang membaca blog saya, mengingat dari sekian tulisan yang saya posting, hanya ada comment 3 buah saja. Kedua saya bertanya tanya, topik apa yang sekiranya bisa menarik bagi para bloger bloger. Seorang teman meminta saya menulis mengenai gossip ( yang bukan gossip karena memang benar ) di dunia film, mulai dari remah remah selebritis sampai perselingkuhan. Tapi saya sepertinya tidak sreg, kok jadi infotainment ? Bisa bisa saya dimarahi oleh teman teman saya, karena sudah menjadi komitmen tidak tertulis, apa yang saya lihat atau alami (…ehm ) tidak boleh keluar menjadi konsumsi publik. “ Iya, tapi khan lu bisa nulis dengan cara yang tidak terlalu reportase, khan bisa dibuat semacam tulisan artikel yang menyoroti gaya hidup plus nyerempet nyerempet “ desak teman saya sambil terus memaksa. Dan saya hanya tertawa.

Sore itu ketika saya sedang memberi brief kepada story board artist, tiba tiba sms handphone saya berbunyi, ternyata dari salah seorang teman yang juga aktor dan sekaligus model iklan televisi,..” ditunggu di Banana Café , Dharmawangsa Square jam 10 malam “
Rupa rupannya ia dan pacarnya yang juga seorang presenter TV yang cantik dan bintang sinetron, akan mengundang beberapa teman dekat, ya katakanlah inner circle untuk hang out melepas malam di café tersebut. Mereka sudah cukup lama berhubungan ( anehnya tidak pernah tercium oleh para wartawan infotainment ). Ini yang membuat saya bingung, karena belum lama berselang diberitakan di infotainment, si bintang cantik yang sudah bersuami tersebut diberitakan mempunyai hubungan dengan seorang sutradara film layar lebar, sehingga digossipkan hubungan rumah tangganya retak. Yang mana dibantah habis habisan oleh mereka bertiga, si bintang, si suami dan si sutradara layar lebar itu Jadi sebenarnya siapa pacarnya si bintang sinetron itu, si sutradara atau aktor teman saya itu ? Waduh kok saya jadi ngegosip ? sudah sudah…..!!

NURANI

Rasa rasanya belum hapus dari ingatan ketika bencana tsunami melanda bumi serambi Mekkah beberapa waktu yang lalu, ketika negeri ini dikagetkan dengan bencana gempa bumi yang meluluhlatakan sebagian besar daerah DI Yogyajakarta dan sebagian Jawa Tengah pada hari sabtu , 27 Mei lalu. Banyak teman teman kita dari komunitas film dan iklan yang juga kehilangan sanak saudara, rumah tempat tinggal, serta seluruh harta bendanya. Saya atas nama Asosiasi Pekerja Film Iklan Indonesia mengucapkan turut berduka cita serta merasakan kepedihan yang luar biasa atas musibah ini. Saat ini sebagai salah satu bentuk kepedulian kami, dalam beberapa hari ini telah digalang dana kemanusiaan dan sumbangan barang barang logistik serta makanan yang setidaknya bisa menjadi setetes oase dahaga bagi penderitaan saudara saudara kita disana. Sampai hari Rabu malam tanggal 31 Mei, telah terkumpul Rp 28,100,000,- yang hampir separuhnya sudah dibelikan obat obatan, dan sisanya akan dibelikan barang barang kebutuhan seperti susu, makanan, tenda dsb. Semuanya akan dibawa pada hari Kamis 1 Juni, oleh rekan rekan kita melalui jalan darat, langsung menuju daerah yang membutuhkan, tentu saja dengan berkoordinasi dengan lembaga lembaga atau pihak pihak yang telah membuka jalur distribusi disana. Perlu dicatat, bahwa kami juga memberangkatkan team lain yang berisi relawan dokter dokter yang semua bisa dilibatkan atas dasar solidaritas kemanusiaan. Semua itu tidak hanya berhenti hari ini, kami akan terus menggalang dana, menerima sumbangan dalam bentuk apapun yang akan kami salurkan dalam ‘ kloter – kloter ‘ pemberangkatan di hari hari mendatang.

Jika kita melihat apa yang terjadi disana, betapa berharganya sebungkus supermie ,segelas air minum dan selimut hangat. Apakah kita masih bisa menikmati berlimpah ruahnya makanan katering, minuman kaleng, serta buah buahan segar yang disiapkan selama hari hari syuting ? Harapan apa yang dimiliki oleh mereka melihat rumahnya tinggal puing, alat mata pencahariannya yang rusak jika dibanding dengan nikmatnya menjadi pekerja film iklan di Jakarta. Maukah kita sedikit menyisakan dari penghasilan kita yang besar untuk mereka ? Sementara masih saja ada oknum oknum berkutat dengan mencari keuntungan di produksi syuting, korupsi di segala bidang, mengeluh jika feenya dipotong karena bekerja tidak profesional, serta berteriak untuk penggantian bon bon yang tak masuk akal. Teman, percaya atau tidak semua ini akan menjadi bencana di kemudian hari di industri film iklan jika borok borok ini tidak dibersihkan.
Namun saya percaya masih banyak juga mereka mereka yang memiliki hati nurani, dan mau berjuang serta menjaga lahan pekerjaan ini sebaik baiknya, karena ini adalah mata pencaharian dan gambaran jalan hidupnya . Tidak seperti saudara saudara kita di Bantul, Klaten, Gunung Kidul yang seperti sudah tak memiliki harapan lagi, buntu dan suram melihat gambaran masa depannya.
Malam ini, ditengah tumpukan kardus kardus obat obatan, air mineral, pakaian , tenda, sambil menikmati semangkuk bakso bersama rekan Yusuf, ditengah hilir mudiknya relawan relawan pekerja film yang mengatur barang barang yang harus dikirim besok. Pikiran saya menerawang jauh, ternyata masih saja ada orang orang yang memiliki hati nurani, dan ini adalah modal kita dalam bersikap di profesi yang kita geluti saat ini.

Photo dari : Google