Bismar

Bismar Siregar pernah dianggap suatu waktu, sebagai hakim yang kejam. Dia pernah mengganjar terdakwa pembunuhan dengan hukuman mati. Entah apakah waktu itu hukumannya dieksekusi atau tidak. Jika ditanya, ia mengatakan bahwa itu adalah keadilan yang sesungguhnya. Jangan membayangkan dia seorang yang garang. Pak Bismar bicara lembut dan sangat santun. Dia juga toleran. Sebagai muslim dia fasih mengutip ayat ayat injil untuk memberi sebuah analogi kasus.

Kenapa Bismar ? Karena kita terusik dengan keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman hanya 4,5 tahun serta denda 250 juta untuk korupsi sebesar hampir 35 M yang dilakukan Angelina Sondakh. Dimana keadilan ?
Dengan kasat mata, semua bisa melihat bahwa ini tidak setimpal. Efek jera apa yang diharapkan ketika hanya dengan bersabar β€˜ menunggu β€˜ di penjara – itu kalau tidak dapat remisi, Angie akan keluar dengan status orang kaya.
Tentu saja dia bisa mendapatkan kembali privilegenya sebagai warga kelas atas dengan harta kekayaannya yang tetap melimpah.
Wacana pemiskinan para koruptor dan memburu harta yang dikorup untuk dikembalikan hanya pepesan kosong. Untuk kesekian kalinya kita tersandera oleh sesuatu yang disebut ketidakadilan.

Kalau sudah begini korupsi sudah menjadi soal teknis. Lolos atau tidak, di hukum berat atau ringan. Bukan lagi masalah etis. Seperti malu atau tidak.

Saya teringat Bismar karena semasa menjadi hakim, Bismar kerap melakukan terobosan hukum. Menurutnya hukum dan undang undang hanya sarana mencari keadilan. Demi tegaknya keadilan, bagi dia hakim adalah undang-undang. Hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi, sehingga dia berhak memutuskan sesuai dengan hati nurani, walau Undang Undangnya sendiri belum mengatur tentang hukuman itu.
Karena prinsipnya ini maka banyak orang yang menganggapnya sebagai hakim aneh yang penuh kontroversi.

Beberapa vonis Bismar sungguh berani dan terasa beda. Dia pernah menambah vonis sampai 10 kali lipat dari tuntutan jaksa terkait perkara perdagangan ganja.
Terdakwa yang tadinya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan, akhirnya harus mendekam masing-masing 15 dan 10 tahun di penjara setelah Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang dipimpin Bismar melipatgandakan hukuman mereka.

Ada kasus lain ketika Bismar juga mengubah hukuman bagi seorang guru yang mencabuli muridnya sendiri dari hukuman hanya 7 bulan menjadi 3 tahun.
Sementara ketika ada kasus pemerkosaan terhadap keluarga di Bekasi. BIsmar meminta agar terdakwa di hukum mati karena hukum positif yang berlaku hanya mengenakan hukuman penjara 12 tahun. Menurutnya itu tidak seimbang dengan kekejian yang telah dilakukan terdakwa.

Keadilan menurut Bismar, ada pada hati nurani hakim. Jika seorang hakim memiliki nurani keadilan, maka dia akan mampu melahirkan keputusan yang adil. Ini tidak salah. Ketika saya harus menjadi wakil keluarga membalas sambutan yang disampaikan Pak Bismar, mendadak kata kata saya seperti tenggelam dalam kearifan balasan sambutannya. Hanya orang baik yang memiliki nurani yang bisa berbicara seperti dia.

Seandainya ada Hakim yang mau seperti Bismar, tentu dia akan melipatgandakan hukuman untuk Angie. Bahkan merampas harta kekayaannya untuk disita, bukan sekadar wacana lagi.
Hukum jadi berpihak kepada penguasa dan mereka yang mampu. Para fans Angelina Sondakh juga tidak perlu berlebihan. Bandingkan saja dengan vonis nenek Rasminah yang divonis 140 hari penjara karena mencuri 1 kilogram buntut sapi dan 6 piring.

Tetapi memang serba salah berbicara tentang keadilan di negeri ini. Hukum juga tidak menjadi panglima dibarisan garda depan. Masih banyak tangan tangan hitam yang mengaturnya.

Pedang dewi keadilan yang buta ini menjadi lelucon keserakahan manusia. Hukum tidak pernah seimbang dan menjadi olok olok. Seperti terpahat dalam batu batuan di Pulau Delos, Yunani. Tatahan tulisan anak anak ribuan tahun lalu mengejek seorang kawan.

Demitrios buta
Dan tidak melihat
Hermios mencuri
Kelereng kelerengnya

You Might Also Like

12 Comments

  • swastika
    January 11, 2013 at 3:33 pm

    Sudah lama saya kehilangan kepercayaan terhadap sistem peradilan di Indonesia. Kasus Angie ini hanya satu tambahan bukti bahwa sistem peradilan di negeri ini sudah lama mati.

  • LMRoadWarrior
    January 11, 2013 at 3:38 pm

    Sad. Structural bobrok. Ga ada action sama sekali dari siapapun.

  • ngodod
    January 11, 2013 at 3:49 pm

    dan keputusan2 macam angie inilah yang akan jadi yurisprudensi, bukan keputusan2 dari hakim seperti Bismar.

  • Ivan Prakasa
    January 11, 2013 at 4:31 pm

    Penegakan hukum di Indonesia memang menyedihkan… Andai saja ada banyak pak bismar lain di Indonesia yg bisa lebih adil lagi dlm menegakkan hukum 😐

  • Antyo
    January 11, 2013 at 10:38 pm

    Tadi malam saya diskusi ringan dengan anakn sulung saya tentang banyak hal. Saya bilang keburukan terbesar korupsi adalah rusaknya sistem dan keadilan. Betapa mengerikan jika pengadilan terttinggi bernama Mahkamah Agung tak dapat kita percaya karena ada hakim agung yang tidak agung. Lebih mengerikan lagi jika hakim bukan hanya membebaskn atau menghukum ring an terdakwa demi hukum (karena dakwaan, bukti, dan saksi dibikin lemah sejak penyidikan) tetapi malah menghukum orang yang tak bersalah seperti kasus paman dan keponakannya yang didakwa membunuh itu — serupa kasus Sengkon dan Karta hampir 40 tahun silam.

    Juga mengerikan jika hakim tipikor pun korupsi. Saya bilang kepada anak saya, genarasi kalian berat bebannya karena mewarisi Indonesia yang busuk. Orang korupsi tak malu, bahkan korupsi tak dianggap sebagai pelanggaran akhlak sosial. πŸ™

    http://kopi69.com/2012/12/31/nyolong-boleh-berselingkuh-jangan/

  • Gandung
    January 12, 2013 at 10:25 am

    permasalahannya adalah “MAU” dan “BERANI” utk bertindak.
    -he509xβ„’-

  • gurukecil
    January 13, 2013 at 3:59 pm

    Saya juga sudah lama kecewa dengan pengadilan di negeri ini. Dan Angelina Sondakh? Dia adalah benar-benar Putri Indonesia-nya korupsi di Indonesia saat ini. Dia telah menang melawan keadilan. Setuju dengan Mas Antyo, generasi muda Indonesia memang akan mewarisi Indonesia yang amat parah.

  • DV
    January 14, 2013 at 11:56 am

    Aku harus setuju dengan bagian “Kalau sudah begini korupsi sudah menjadi soal teknis. Lolos atau tidak, di hukum berat atau ringan. Bukan lagi masalah etis. Seperti malu atau tidak.”

    Semacam terperosok ke dalam pasir.. pelan, lembut tak menyakitkan tapi tiba2 tak bisa bernafas lalu mati…

  • meong
    January 14, 2013 at 4:03 pm

    hukuman yg mendekati ‘pas’ utk para koruptor adl dimiskinkan dan diasingkan.
    beri mereka fasilitas layaknya yang didapat kaum miskin kota selama ini kl berobat/ke RS dsb.
    diasingkan, spt para tapol jaman dulu yg dibuang ke pulau buru.

    kl bicara soal hakim dan penegak hukum lainnya, kalo udah keblinger ama materi juga udah susah diharapkan. mereka layak dimusnahkan jg, kl diadili, dimiskinkan juga.

  • Yud
    January 15, 2013 at 9:41 am

    Aib “saudara” sendiri harus ditutupi, jangan diutak-atik, biar dapat pahala hehehehe πŸ˜€

  • Zsa
    November 25, 2013 at 7:47 pm

    …. dan tulisan diatas akan ditambahi dengan.. Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kurungan dan denda Rp 500 juta, atau hukuman kurungan selama 8 bulan kepada Angelina Patricia Pinkan Sondakh (36 tahun). Tak hanya itu, Angie (begitu Angelina biasa dipanggil) juga diwajibkan mengembalikan uang suap senilai Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta subsider 5 tahun penjara.

    Total uang yang harus dikembalikan Angie mencapai Rp 39,9 miliar…

  • ibas
    October 10, 2023 at 11:03 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*