Semalam saya ngelakoni sebagaimana budaya orang Jawa. Berserah diri kepada Tuhan, ikhlas dan mendoakan leluhur kami di makam Astana Mangadek Karang Anayar, Solo yang diteruskan menuju Makam Raja Raja Imogiri, Yogyakarta. Kebetulan malam itu jatuh pada Selasa Kliwon. Hari yang baik.
Menjelang subuh, sebelum sholat subuh. Prosesi tahlilan di Imogiri selesai. Sambil tertatih tatih karena harus mengenakan pakaian beskap komplit, saya bersama keluarga menuju pintu gerbang keluar area makam Sultan Agung. Mengikuti rombongan abdi dalam yang membawa petromak.
Beda dengan petilasan Eyang Samber Nyowo di Karang Anyar yang bersih, terang dengan lampu lampu. Disini, di puncak bukit Imogiri cenderung gelap. Hanya cahaya bulan purnama yang menerangi, membuat silhoute yang magis diantara bangunan makam dan pohon pohon besar di sekitarnya.
Saya mendongak ke langit. Langit terang menyinari arak arakan awan yang sekelebat menutupi bulan penuh. Indah sekali sekaligus sakral. Tiba tiba saya teringat hari ini adalah 1 Juni. Hari lahirnya Panca Sila. Apakah masih sesakral itu Panca Sila ?
Beda dengan kesakralan makam raja raja Imogiri yang hidup dalam budaya Jawa sebagai simbol tradisi. Tak pernah luntur dalam hiruk pikuk jaman. Sementara pernah suatu waktu Panca Sila dianggap sakral dan menakutkan. Ya salah penguasa waktu itu, karena saya yang tumbuh besar dalam orde baru lebih percaya Panca Sila sebagai dogma. Tidak pancasilais berarti bisa kena cap stempel tidak bersih lingkungan, atau yang lebih parah menentang pemerintahan sah.
Hari gene masih bicara Panca Sila ? tidak up to date dan bukan juga trending topics. Apakah masih relevan dengan kehidupan manusia Indonesia, dengan segudang permasalahan kebangsaannya.
Toh, akhirnya Pemerintah SBY akhirnya mengakui hari lahir Pancasila pada tgl 1 Juni. Setelah sebelumnya orde baru seolah men-tabukan peran Bung Karno pada pidato tentang dasar Negara Indonesia pada waktu itu. Jadi kelahiran Panca Sila lebih dianggap pada tgl 18 Agustus, setelah UUD 45 disahkan. Selama periode itu juga lebih mengkultuskan 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila.
Mungkin ini juga sebagai kompromi politik SBY dengan pendukung Soekarnois yang sejak dulu selalu meminta pelurusan penulisan sejarah. Tidak penting , walau dulu Bung Karno menawarkan prinsip prinsip dasar negara ini – Weltanschauuung – sebagai kompromi atas pertanyaan tentang bagaimana negara ini akan dikelola. Dia tak perlu menunggu bangsa Indonesia menjadi masyarakat yang pintar. Tak perlu menunggu Indonesia bebas buta huruf. Hari ini merdeka, urusan itu belakangan.
Jadi memang Panca Sila sebagai kompromi. Sejak awal. Ini yang membuat kita berpikir bagaimana sebuah kompromi bisa bertahan. Apalagi dengan tantangan jaman yang berbeda. Saya selalu percaya sebuah bangsa yang multi enik, akan kekal karena persamaan nasib. Bukan karena persamaan agama , suku atau golongan.
Sebuah ide besar, bahwa menurut Bung Karno, Panca Sila bisa menjawab pertanyaan bangsa bangsa di dunia. Naïve ?. Dalam Sidang Umum PBB, Bung Karno menawarkan Panca Sila kepada dunia. “ To built world anew “ . Sebuah pidato yang menggemparkan. Sang ajudan Kolonel Soegandhi yang berdiri tegak disebelahnya menceritakan, hatinya terharu bangga, dan baru pertama kali melihat sambutan dunia terhadap pidato presiden sebuah negara yang masih muda.
Beliau memang terlalu mencintai Panca Sila sebagai simpul pengikat bangsanya. Sampai hari terakhir ketika ia diminta meninggalkan Istana oleh rezim penguasa baru. Bung Karno mengadakan slametan nasi tumpeng yang di hadiri seluruh pegawai dan pelayan Istana. Dalam suasana haru yang mendalam, ia justru berpidato tentang Panca Sila, ketika di luar sana ratusan ribu orang yang dicurigai simpatisan komunis disembelih atas nama Panca Sila dan stablitas nasional.
Sebuah kompromi, pada akhirnya bisa sangat rapuh ketika ada kelompok yang memaksakan nilai nilai fundamentalis berdasarkan pemahamannya. Juga lunturnya terhadap kompromi itu karena ketidakadilan, dan kemakmuran yang tidak merata. Karena pada akhirnya , Bung Karno menegaskan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur gemah ripah loh jinawi.
Kita yang hidup dalam dialektika pemikiran logis tak mampu menerjemahkan filosofi Panca Sila. Sementara para abdi dalam di Makam raja raja Imogiri yang bergaji Rp 30,000,- sebulan bisa percaya bahwa pengabdiannya membawa berkah bagi dirinya serta keluarganya.
Mungkin ada yang bilang urusan kejawen adalah tradisi. Tapi seperti yang Bung Karno katakan, prinsip prinsip ini sudah ada sejak dulu dalam masyarakat di kepulauan selatan Katulistiwa ini, Menjadi tradisi. Ia hanya menggalinya dan merangkumnya.
Apakah kini Panca Sila gagal dalam prosesnya menjadi tradisi hidup berbangsa sebagaimana yang diidamkan Bung Karno ? Bisa jadi.
13 Comments
DV
June 1, 2010 at 2:06 pmHarusnya, Pancasila sebagai budaya asli Indonesia tak kalah dengan agama-agama yang adalah budaya asing itu ya, Mas? 🙂
Selamat harlah Pancasila!
lance
June 2, 2010 at 11:33 amjangan lupakan sejarah..itu saja
Farah
June 2, 2010 at 11:34 ampancasila memang janga dianggap keramat, kata SBY…maksudnya boleh dimain mainin gitu pak ?
mpok keben
June 2, 2010 at 11:46 amPANCASILA lima dasar negara kita memang sudah selayaknya kita sebagai warganegara menghidupkan kembali P4seperti dulu… waktu kita mau masuk kuliah ada p4 masuk sma ada p4 dan masuk smp pun sudah dikenalkan p4 saya rasa hal itu sah2 saja sebab pengenalan lebih dini akan menimbulkan rasa memilki dan cukup sebagai funda mental bangsa ini
Boleng
June 2, 2010 at 2:27 pmnggak ngajak ngajak ke Jogja niy
pinkina
June 3, 2010 at 12:32 pmjangan lupakan tanggal 1 juni mas, itu kan pas ulang tahunku T.T
orbaSHIT
June 3, 2010 at 3:30 pmDESUKARNOISASI TELAH BERHASIL !!!!…orba telah mendidik bangsa besar ini menjadi takut terhadap pancasila selama 32 th dengan segala macam pola2 indoktrinasi yang terukur seperti penataran P4,PSPB,PMP,upacara bendera,menwa,ormas2 golkar+militer dll namun “pancasila” versi orba adalah BUKAN pancasila, ideologi orba adalah MILITERISM+communism kinda like oppression and mixed up with ECONOMICALLY STATE CAPITALISM..setelah orba “tewas” anasir2 orba menyebar tak terkendali mereka mencari cara untuk “GET EVEN” dengan pemerintah selanjutnya (kerusuhan mei ’98,isu dukun santet diakhir 90 an,sampit,ambon,poso) dan sekarang mereka sedang menggarap ormas ISLAM (PKS,HTI,FPI,FUI dan tidak menutup kemungkinan imam samudra plus konco2nya) untuk melakukan “side job” menjadi CANON FODDER kerusuhan SARA (yang terbaru –>patung 3 mojang bekasi,patung naga singkawang,patung budha balai karimun jawa) pancasila bukan untuk dihapal luar kepala namun diresapi dan di implementasikan dalam kehidupan sehari2 tidak usah muluk2 lakukan pada diri kita sendiri dahulu saja itu sudah cukup ! entah sampai kapan bangsa ini masih bisa bersatu dengan pancasila 1 juni sebagai perekatnya ? our nation is nearing to become a FAILED STATE (pakistan ring a bell ???)
wida
June 4, 2010 at 9:58 amPanca Sila masih dibutuhkan, sejarah akan mengajarkan kelak bahwa tak ada yang menjdi pengikat bangsa ini kecuali PancaSila
edratna
June 4, 2010 at 11:50 amTulisan mas Iman seperti ini yang ngangeni?
Mungkin Pancasila haruslah menjadi satu kesatuan dalam budaya bangsa ini, sehingga menyatu dalam perilaku sehari-hari….dan diamalkan.
iman brotoseno
June 5, 2010 at 2:31 pmbu enny,
sperti memang begitu, Panca Sila memang bisa menjadi nafas hidup negeri ini yang tambah lama kebablasan…
Rafans Manado
June 6, 2010 at 10:05 amTabea… Salam kenal. Thanks,-
kanglurik
June 7, 2010 at 5:21 pmPancasila memang hanya bisa diucapkan dalam mulut…
Generasi muda bahkan sudah banyak yang lupa dengan teks pancasila. Anak2 kecil hapal juga karena tiap senin dibacakan oleh petugas upacara…
susah memangnya.
Kita mulai dari diri sendiri sajalah….
nengratna
June 15, 2010 at 1:11 pmkenapa ya kurikulum sekolah menengah kita sudah tidak mewajibkan siswanya menghapalkan butir-butir pancasila?
Oia oom, typo “Karang Anayar” di paragraf pertama 🙂