Browsing Category

REMAH REMAH

Mulutmu. Bajingan !

Tiba tiba saja ucapan ‘ Bajingan ‘ dari sang Wagub Ahok memenuhi time line dan pemberitaan beberapa hari lalu. Banyak orang mengutuk kenapa ucapan itu keluar dari mulut Ahok. Walau itu ditujukan kepada murid murid SMA yang melakukan tindakan kriminil membajak bus kota. Ada politikus partai kuning yang membela bahwa anak anak itu harus diberi kesempatan. Tidak selayaknya dihukum. Anak anak nakal ya tetap anak anak kita yang harus dibina.
Mungkin kegeraman Ahok sudah mencapai ubun ubun. Kenakalan anak anak sudah melewati batas, sehingga terlontar kalimat ‘ bajingan ‘. Problemnya karena diucapkan di ruang publik. Banyak yang tersinggung dan merasa tidak layak. Apakah benar ?

Saya teringat kisah Gubernur Ali Sadikin dahulu. Suatu pagi Bang Ali membaca koran pagi yang memuat berita seorang anak SMA di wilayah Rawasari yang memukul gurunya, karena tidak naik kelas. Serta merta Bang Ali naik pitam, dan datang ke sekolah itu dan berseru ” Saya jadi backing para guru. Guru tidak usah takut jika ada murid atau orang tua nodong pistol “. Ia meneruskan ” Saya punya 70.000 senapan. Jangan takut. Laporkan kalau ada yg mengancam. Ini konsesus saya dengan Kadapol. Mengerti ? “
Bang Ali Berteriak ” Hanya orang tua yang GOBLOK yang tak tahu diri yang membela anak anaknya yang tak benar ” Para wartawan dan masyarakat semua kaget dengan intonasi ‘Goblog ‘ yang keluar dari mulut Bang Ali.
Tapi Bang Ali tak perduli dan menegaskan bahwa setiap siswa yang melanggar hukum akan ditindak. Sejak lahirnya lembaga POMG – Persatuan Orang tua Murid dan Guru.

Tapi mungkin ini juga bukan sekali Bang Ali memaki. Sudah menjadi kebiasaannya menyemprot dengan kata kata. “ Sontoloyo ‘, “ Memang jalan nenek moyangmu ? “ atau bahkan menempeleng supir yang mengendarai truknya sembarang di jalan raya.

Kalau kita tarik lebih jauh lagi. Walikota Jakarta yang pertama, Suwiryo juga pernah marah marah di depan publik. Kali ini dia berkata pada reporter harian ‘ Merdeka ‘ yang ditujukan kepada pemimpin pemimpin yang mengungsi di Jogjakarta agar jangan sok tahu. Karena tidak tahu situasi sehari sehari yang dihadapi orang orang Republik yang bertahan di Jakarta menghadapi NICA.

Continue Reading

Potret Blogger Indonesia

Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan seorang teman saya, seorang blogger baru nan jatmika pembawaannya.
Dia bilang ke saya. “ Mas saya ingin ngeblog dan tak berpretensi apa apa, kecuali tulisan saya bisa dibaca dan syukur syukur memberi pencerahan “

“ Setelah itu saya ingin ke level berikut, yakni bisa berkenalan dan sekaligus kopi darat, alias bertemu blogger lain secara offline “. Demikian ia melanjutkan.
Saya mengamini. Bukan salah juga, atau menuduh dia blogger labil. Karena memang blogger – baca orang Indonesia, memang sukanya berkumpul.

Ini mungkin fenomena satu satunya di dunia. Komunitas blogger dibentuk berdasarkan kepentingan wilayah, etnis, profesi, agama atau interest.
Tapi karena memang dasarnya orang Indonesia juga. Budaya nyinyir, ngrasani, bergossip juga dibawa bawa sampai ke dalam komunitas itu. Tak salah, Mohtar Lubis dalam bukunya ‘ Manusia Indonesia – sebuah pertanggungjawaban ‘, menulis salah satu ciri orang Indonesia memang suka bergunjing.

Apakah ini salah ? Tidak juga menurut saya. Bergunjing kadang mengasyikan sepanjang untuk fun dan kita tidak kehilangan penilaian yang obyektif. Problemnya bergunjing bisa berujung pada pertentangan tidak penting.
Awal dari sebuah gunjingan, ada yang mengganggap kelompok blogger anu sebagai antek negeri asing, ada juga melihat kelompok blogger anu sebagai blogger borjuis hura hura, ada juga yang menertawakan kelompok blogger yang gemar mengatakan sebagai blogger independen. Ada kelompok yang dianggap tidak wongke, ‘ tidak memanusiakan bloger lainnya, Macam macam.

Continue Reading

Belajar ilmu ikhlas

Saya pernah diundang sebuah seminar tentang HAM oleh sebuah LSM dan saya sebagai wakil blogger – diminta untuk bicara tentang peran blog dalam kaitannya dengan advokasi , penegakan hukum dan sebagainya. Setelah selesai, panitia menyodorkan amplop berisi honor dan setelah saya tanda tangani, saya diminta menyumbang ‘ setengah ‘ dari honor tadi untuk dana LSM tersebut. Jadilah saya kembali menandatangani form sumbangan.
“ Iklhas khan pak “ Tanya mbak mbak panitia tadi sambil tersenyum.
Tentu saja saya ikhlas. Karena berbicara tentang blog kepada orang orang yang belum mengerti blogging, saya anggap sebagai kerja amanah. Apalagi di bayar.
Cuma bagaimana dengan para peserta pembicara lainnya ? apakah mereka ikhlas tiba tiba ditodong untuk merelakan honornya dipotong ?

Problemnya adalah apakah ikhlas ini sejalan dengan ekpektasi kita ? ini yang membuat akhirnya kita justru tidak ikhlas, ketika kita merasa terjebak dalam situasi yang tidak enak.
Ada cerita lain. Karena saya suka menyelam di daerah Flores, maka saya merasa akrab dengan masyarakatnya dan daerah ini adalah salah satu daerah termiskin di Indonesia. Jadi ketika saya membaca sebuah postingan di milis group tentang program beasiswa anak anak SMA di Maumere. Saya serta merta mendaftar dan membuat komitmen untuk membiayai pendidikan 5 orang anak. Jadilah saya bapak angkat mereka selama setahun, untuk uang sekolah, seragam dan buku buku. Jika cocok, akan diperpanjang lagi.

Yang membuat saya tertarik, karena sejak awal saya dijanjikan bahwa saya akan mendapat laporan rapor, sampai korespondensi dari anak anak itu. Tentu saja saya ingin tahu bagaimana progress pendidikan mereka. Saya juga ingin tahu buku buku lain yang mereka inginkan.

Continue Reading

Lebaran

Saya sudah tidak mungkin membawa anak lanangku merasakan mudik lebaran. Wong, eyang putrinya sekarang tinggal di Jakarta. Sementara dulu saya berhimpitan dengan tumpukan tas, rantang makanan, bantal, serta keluarga dalam mobil yang membawa menuju Jogyakarta dan Solo. Kadang juga naik kereta api. Tujuannya satu. Mudik ke rumah ndalem simbah.
Pengalaman kultural ini yang mungkin tak terjadi pada generasi anak saya.
Baginya lebaran hanya berkumpul dirumah neneknya, makan ketupat dan ujung ujungnya menjelang sore, mengajak ke Pondok Indah Mall. Setelah seharian bosan pada acara keluarga. Tidak ada perjuangan menembus jalanan pantura. Tertawa tawa melihat becak becak di Jawa Tengah yang gemuk mlenuk. Karena becak di Jakarta – waktu itu – masih kurus kurus. Mata kami juga was was sewaktu melewati hutan alas roban yang dulu begitu angker dan wingit.

Di rumah simbah, kami semua cucu tidur ramai ramai sambil menggelar kasur, karena kamar kamar utama dipakai orang tua kami masing masing. Jadilah lebaran bukan saja prosesi agama, tetapi juga prosesi liburan yang selalu ditunggu setiap tahun.

Perjalanan mudik bisa merefleksikan seperti perjalanan puasa. Berat dan penuh godaan. Macet, berhimpit himpitan merupakan perjuangan untuk bisa sampai di kampung halaman. Mudik menjadi hakiki bagi terutama orang Jawa. Namun bisa jadi tak berarti apa apa, karena perjuangan itu masih dalam taraf ana insan ‘ aku manusia ‘ . Hiruk pikuk rebutan tiket bersaing dengan calo dan copet. Kesibukan oleh ego eksistensi sebagai manusia yang bagaimana caranya harus pulang kampung.
Barangkali mudik memang lebih kepada pemindahan asset ekonomi. Membawa uang juga menularkan konsumerisme untuk kampung halaman. Benar benar prosesi liburan yang selalu sama dari tahun ke tahun, sebagaimana masa kecil saya.

Continue Reading

Voyeur No. Ariel Yes

voyeur |voiˈyər; vwä-
noun – a person who gains sexual pleasure from watching others when they are naked or engaged in sexual activity.
or a person who enjoys seeing the pain or distress of others.

Ternyata urusan ngintip, mau tahu dan berujung saling gosip bukan hanya monopoli bangsa ini. Ketika Jose Mourinho masih melatih Chelsea, ia pernah terlibat – dan selalu, perang mulut dengan Arsene Wenger, si pelatih Arsenal. Dia menjuluki Wenger sebagai tipikal ‘ voyeur ‘, orang yang suka mengintip dan mau tahu urusan rumah tangga tetangga. Mourinho waktu itu kesal, karena sebentar sebentar si Wenger selalu berkomentar tentang teamnya. Usil amat sih, pikiran team lu sendiri. Katanya.
Sementara urusan intip mengintip di negeri ini, saat ini mencapai euphoria berlebihan saat video mirip Ariel – Luna – Cut Tari menyebar ke mana mana sampai ruang keluarga kita. Bumbu bumbu penyedap gossip bertebaran, yang kadar kebenaran diragukan. Masih ada 32 video lagi yang akan muncullah. Bahwa si penyanyi itu menjadi korban pemerasan seorang pengusaha yang kalap setelah berselingkuh dengan istrinya.

Oh no. Oh yes. Urusan bokep 2.0 tiga sekawan plus tambahan bisik bisik kian lama terus menggelinding dalam keseharian kita. Hampir setiap hari orang menunggu kelanjutan videonya. Selalu saja ada kekonyolan, ketika orang tertipu setelah mendownload file file video palsu. Mulai dari video monyet bersenggama sampai video klip beneran si Ariel.

Tiba tiba saya lelah. Lelah karena betapa banyak energi yang dihabiskan orang orang untuk urusan esek esek. Semua pemberitaan menjadi rancu antara berita infotainment atau berita yang benar benar News. Betapa Bareskrim, jenderal Polisi berbintang tiga harus turun tangan menangani kasus ini. Segala pakar antah berantah diundang untuk membuktikan video ini asli atau tidak. Lantas apa kalau ini memang asli ? Menggiring si pelaku ke tanah lapang dan merajam sampai mati ?
Sungguh ironis bahwa kasus ini harus tuntas. Sementara banyak kasus kasus keadilan yang lebih banyak berhubungan dengan masyarakat, ketimpangan, pat gulipat elite politik yang akhirnya menguap begitu saja. Memang negeri yang aneh.

Continue Reading

Sri, aku ora minggat

Sebuah pesan di inbox saya, seorang yang tidak saya kenal menyapa. “ Mas Iman kenapa sudah mulai jarang menulis di blog “. Pertanyaan ini tiba tiba menghujam sekaligus menjadi sendu, menjelang dini hari. Saya teringat ada masa ketika umumnya seminggu dua kali, saya mengupdate blog ini. Walau di tengah kesibukan pekerjaan yang luar biasa. Kini semuanya tampak apatis, apalagi di tengah godaan social media lainnya yang lebih pesolek.
Sampai nanti. Ya, sampai nanti saat saya temukan rasa itu dan saya memang mencoba menggali lagi passion itu. Setelah bertahun tahun, saya telah mencapai segala galanya di dunia blog, termasuk mendapatkan teman teman yang luar biasa dari sini.
Ternyata memang tidak semudah itu, menjaga konsistensi. Semakin lama semakin tidak peka. Justru saya merindukan saat saat menjadi ‘ outsider ‘ tidak mengenal siapa siapa, serta blogwalking mengunjungi rumah rumah blog di ujung negeri.

Apakah saya harus minggat dari dunia yang menjadi sumber udara utama selama bertahun tahun ? Mungkin saya menjadi sangat personal melihat semuanya . Terasa sulit ketika melihat sebuah perspektif dari lingkungan sendiri. Saya memang harus membuat blog ini menjadi menyenangkan hati saya sendiri untuk membuatnya tetap hidup. Tidak menyerah kalah. Melampiaskan rindu saya dengan menulis.

Continue Reading

Masih Kartini

Saya lupa tahun berapa persisnya, antara 2005 atau 2006. Di sela sela sebuah produksi syuting seorang penata kostum – wardrobe stylist – berbisik kepada saya. “ Mas, kalau ingin memakai pemain yang berani berani, pakai dia saja “.
Maksudnya berani adalah mau melakukan adegan seronok. Tapi hampir mustahil ada adegan itu dalam film iklan. Kecuali di layar lebar. Ia lalu menunjuk ke arah, seorang pemain wanita figuran. Bertubuh ranum, dada bohay sambil menatap tajam. Tanpa malu malu.
Crew saya itu juga meneruskan kalau si wanita itu ingin sekali menjadi seorang bintang. Sambil tertawa kecil, Ia menggoda bahwa si wanita itu akan melakukan ‘ apa saja ‘ agar kariernya bisa cemerlang. Tapi saya tak tergoda. Saya justru penasaran dengan gadis indo cantik, keturunan Eropa Timur yang menjadi penata kostum saya. Eh…

Semua orang memang memiliki mimpi dan ambisi. Saya juga. Sampai sekarang saya masih kesal dengan skenario dan persiapan layar lebar yang selalu tertunda karena kesibukan di film iklan. Masih mimpi yang tertunda.
Karena ini hari Kartini, maka ingatan tentang seorang gadis asal Jepara yang masih ingin sekolah dan menunaikan mimpi mimpinya. Tak mungkin, karena surat Ayahnya kepada JH Abendanon tgl 13 September 1903, mengatakan “ kami percaya dan yakin bahwa anak kami akan berada dalam tangan yang tepat , seorang bupati Rembang yang kami dan Kartini hormati “
Keputusan telah dibuat, perkawinan Kartini akan dilakukan tanggal 8 November, demikian sang ayah menutup suratnya.

Continue Reading

The Happy Hooker

Xaviera Hollander adalah seorang prostitusi yang akhirnya menjadi pemain kelas atas, di Eropa sekitar tahun 70 an. Gadis Belanda kelahiran Semarang itu, memiliki daya aura serta menjadi icon untuk dunia esek esek di seputaran Eropa saat itu. Bukunya ‘ Happy Hooker “ yang kelak di filmkan dalam kategori film biru dengan judul yang sama pula.
Dalam wawancara atau tampilan profilenya, ia tak sungkan menyebut tanah Indonesia, sebagai tempat masa kecilnya yang paling bahagia. Ia menggambarkan rawa pening, Ambarawa dan beberapa tempat di Jawa Tengah sebagai tempat yang akan didatangi lagi.

Xaviera memang menepati janji. Tidak hanya dia, anehnya justru pelanggannya serta orang orang Eropa juga berdatangan ke Indonesia. Hanya untuk jalan jalan dan plesiran beneran. Ketika Departemen Pariwisata masih belum ada, Xaviera sudah menjadi duta wisata tidak resmi bagi Indonesia.
Untung saat itu belum ada FPI atau yang orang orang self-proclaimed moralist – demikian penggambaran seorang kawan – untuk menolak kedatangan Xaviera.

Tiba tiba saja ingatan ini mencuat ketika artis porno Jepang – Miyabi – yang mendadak sontak menjadi pro kontra kedatangannya di Indonesia. Terlebih dengan rencana pembuatan filmnya.
Buat film porno ? tentu saja tidak. Yusuf Kalla mungkin lebih bijak, sepanjang datang ke Indonesia tidak membuat film porno, kenapa juga harus dipermasalahkan.
Anggap saja dia sebagai salah satu wisatawan yang membuang devisanya di Indonesia. Apalagi kalau dia bekerja disini, berarti dia bisa dipungut pajak. Syukur syukur dia seperti Xaviera Hollander. Turut mempromosikan Indonesia. Bukankah pasar Jepang adalah salah satu pengunjung wisata paling besar di sini.

Continue Reading

Sepenggal Kisah dari Medan

Medan mungkin adalah mini Indonesia sesungguhnya. Kita bisa melihat kebinekaaan di sana. Ada melayu, batak – Islam, Kristen, Hindu – juga Jawa, India dan Tionghoa. Menakjubkan, kita hampir tak pernah mendengar ada peperangan antara Batak Islam dan Kristen misalnya, atau bunuh bunuhan antara Melayu dan India, sebagaimana masa masa suram perang etnis dan agama di berbagai belahan negeri ini dulu.
Jauh sebelum masa sekarang. Dulu tahun 60an sudah ada pelari keturunan Sikh, Gurnam Singh yang merebut emas di Asian Games. Dia berasal dari Medan. Saya juga selalu mengagumi keuletan Nobon pemain bola eks PSMS jaman dulu.

Bagi saya, Sumatera Utara selalu spesial. Dulu ada wanita wanita Batak yang pernah mengisi ruang hati saya. Entah kenapa saya selalu pacaran dengan gadis Batak. Ada yang dari Sipirok, Karo dan Toba.
Kini dalam rangkaian blogshop minggu lalu, saya kembali ke Medan. Menjejakan kaki di bandara Polonia yang unik dan sekaligus menyeramkan karena terletak di tengah tengah kota. Grup musik lawas Bimbo bahkan pernah menciptakan sebuah lagu tentang penantian kekasih yang tak pernah datang di Polonia, karena pesawatnya jatuh. Yang lebih asyik, duduk mencicipi steak daging spesial restaurant Tip Top yang telah berdiri sejak jaman kolonial.

Bertemu dengan teman teman baru dari Medan selalu menyenangkan. Mereka wajah wajah blogger Sumatera Utara yang mewakili kebinekaan Indonesia. Komunitas Awak Medan yang dikomandoi Putra Nasution , juga Ronald dan blogger Bandung yang terdampar di Medan, Adam Soemantri membuat pelaksanaan rangkaian Pesta Blogger ini sungguh menggembirakan.

Continue Reading

Jangan remehken Logika

Suatu periode tahun delapan puluhan. Sebagai mahasiswa baru di Universitas Indonesia, kami wajib menyiapkan sebuah acara di malam perkenalan kampus. Sempat bingung sebentar, sampai kami sepakat membuat operet tari tarian ala Michael Jackson. Video Klip “ Beat it “ menjadi referensi. Contoh gerakan tari, kostum dan gaya menyanyi sound alike, di contek habis.
Seorang teman yang menjadi anggota Swara Mahardikanya, mengajari kami bagaimana menari dan bergoyang. Jadilah sebuah operet yang sebenarnya memalukan, sekaligus mengundang tepuk tangan.

Apa yang bisa ditarik dari seorang Michael Jackson pada masa itu ? Sebuah budaya barat egaliter yang bisa menginspirasikan sebuah operet picisan mahasiswa mahasiswa baru di negeri berjarak ribuan mil jauhnya.
Bahwa seni – musik, film, tari, bahkan komunikasi – selain bersifat menghibur atau alat propaganda. Ia harus dalam paparan universal dan logis bagi siapapun yang menerimanya.

Orang daratan Cina, mungkin tidak bisa berbahasa Inggris tapi bisa berdendang mengikuti irama lagu lagunya Michael Jackson. Kenapa Islam bisa diterima ? karena Wali Sanga tidak melulu menafsirkan budaya arabnya. Ada unsur wayang dan budaya lokal yang diselipkan.

Continue Reading

Braga malam itu

Braga senja itu masih basah karena sisa hujan sepanjang sore. Bau basahnya meresap masuk ke batu batu jalanan yang membelah diantara toko toko bergaya art deco. Dingin dan melankolis.
Syuting baru saja selesai di sebuah pojokan Jalan Asia Afrika, di tepi bangunan kolonial di atas bantaran Kali Cikapundung yang airnya coklat bergemuruh menerima curahan air hujan. Saya memutuskan berjalan kaki menuju hotel, melewati Jalan Braga. Membiarkan udara malam membelai mesra pori pori kulit sambil mampir ke sebuah café pimggiran jalan, untuk segelas susu hangat.

Seorang pengamen pesinden memakai sanggul berkebaya mengingatkan hari Kartini sebentar lagi. Malam ini pasti tak sedingin malam di Jepara. Saat sang gadis masih belum bisa mengeringkan air matanya. Bayangan seorang pria, gemuk, beristri tiga menghantui malam malam sepinya di kamar. Ia harus menemani pria berumur itu seumur hidup. Apa yang harus dilakukan ?

“ Modertje, my moedertje, say something to me, I am so utterly, utterly unhappy. Physically, spiritually broken. I have no energy no more . For days already it is as if there is a fire in my head, as if my heart is a burning bullet“.

Demikian terjemahan penggalan suratnya pada bulan October 1903. Tak ada tanggal pasti, namun catatan harian itu datang setelah Ayahnya mengirim surat pemberitahuan kepada JH Abendanon tanggal 13 September 1903.

“…The regent of Rembang is someone whom we and Kartini also, respect highly and to whom we can entrust our child in fullest confidence, convinced that she would be in the best of hands…”
Keputusan telah dibuat, perkawinan Kartini akan dilakukan tanggal 8 November, demikian sang ayah menutup suratnya.

Continue Reading

Chef of the day

Kata orang memasak menunjukan kemampuan kita bertahan hidup. Tidak salah juga karena dengan memasak seperti mengerti bagaimana hidup itu harus disiasati dan diracik. Memasak juga sebuah seni atraksi. Jangan salah, bagi laki laki , memasak bisa memikat kaum wanita. Walau saya tak pernah mencobanya.
Saya menyukai hobi ini sejak dulu, karena terbiasa sejak kecil memperhatikan ibu saya yang suka memasak. Sekaligus menjadi pilihan hidup yang murah ketika menjadi perantau.

Jadilah minggu siang yang cerah hari ini, saya mengundang beberapa teman untuk mencicipi masakan saya. Paman Tyo , Ndoro Kakung , Zam , Yudhi , Ipoul, Iqbal dan Pak Didi dari dagdigdug. Sambil bongkar sisa persediaan di kulkas dan berbelanja secukupnya. Saya menyiapkan menu hari ini.
Udang saus tiram, Gurame asam manis, serum ayam saos mentega, kerang hijau saus padang dan cah taoge cumi asin. Cukup untuk mengenyangkan perut perut mereka.

Continue Reading