Seorang penulis Norwegia, Stig Aga Aanstad dalam bukunya Surrendering to Symbols ( 2006 ) mengingatkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara besar periode 1960 – 1965. Bagi Amerika Serikat, Uni Sovyet ( dulu ) dan China, negeri yang bernama Indonesia tak mungkin diabaikan. Jumlah penduduk, kekayaan alam dan letak geografisnya. Demikian wartawan senior, Budiarto Shambazy pernah menulis.
Ia meneruskan bagaimana Bung Karno mengancam menasionalisasi migas dengan Undang Undang No 44 tahun 1961. Presiden Kennedy kebakaran jenggot lalu mengirim utusan khusus. Demikian juga Nikita Kruschov mengutus menteri pertahanannya untuk bersaing dengan Amerika. Tak ketinggalan Mao Ze dong mengirim Presiden China Liu Shaoqi untuk tujuan serupa.
Akhirnya Amerika “ menang “ , Bung Karno dan Kennedy menyetujui kontrak karya. Multi National Corporation ( MNC ) harus menyerahkan 25 % wilayah eksplorasinya dalam 5 tahun ke Pemerintah RI dan 25 % lagi dalam 10 tahun, serta wajib menyuplai kebutuhan domestik. Indonesia juga berhak atas 60 % keuntungan.
BERBANGSA
Michelle Yeoh Vs May Huang
Posted on December 16, 2007
Ini bukan sahibul hikayat atau sekadar imajinasi atas betapa dungunya birokrat kita menangani promosi pariwisata. Juga bukan mentang mentang May Huang menjadi simbol ikon pariwisata Indonesia.
Medio 1996 saya dihubungi oleh Nigel Goldsack, seorang teman lama dan bekerja di EON productions . Mereka tertarik untuk membuat film James Bond yang berjudul “ Tomorrow Never Dies “ di Indonesia dengan bintang Kanjeng cah bagus Pierce Brosnan yang jatmika. Mak jedug saya terhenyak tersandar di kursi. James Bond ? Syuting di Indonesia ? Ini bisa menjadi berita hebat. Maka berhubung waktu itu saya masih bekerja pada orang, maka berita ini saya laporkan kepada boss pemilik perusahaan.
DIRGAHAYU INDONESIAKU
Posted on August 17, 2007Terima kasih Indonesiaku
bumi yang subur bertabur wangi pagi
tempatku bangun harapan setiap hari
bersama keluarga dan saudara sebangsa
Terima kasih Indonesiaku
negeri damai yang tentram sejahtera
tempatku bernafas, bicara dan bekerja
bersama keluarga dan saudara sebangsa
Terima kasihku Tuhan masih kau beri
Garudaku tempat berteduh
menempuh waktu untuk terus bersatu
Terima kasihku Tuhan
Masih Kau beri Merah Putihku
Rahmat anugrah mengejar hari
untuk trus melangkah maju
Merdeka
Merdeka
Merdeka
Merdeka
Tetap Merdeka !
Semoga Tuhan Maha Esa memberkahi doa syukur kita bersama
( atribut to Cipta Citra & Katena Films )
JANGAN SEKALI MENINGGALKAN SEJARAH
Posted on June 24, 2007Banyak cerita cerita tentang Bung Karno dan salah satunya, yang diceritakan oleh orang tua saya.. Kisahnya ketika ibu saya sedang hamil muda, ia ngidam untuk bisa berdansa dengan Bung Karno. Tentu saja ayah saya pusing tujuh keliling bagaimana bisa memenuhi permintaan istrinya yang nyeleneh itu. Tapi memang seperti sudah digariskan, tiba tiba saja ada undangan dari Istana Bogor tempat beliau diasingkan menjelang kejatuhannya. Seperti biasa, selalu ada dansa tari lenso yang merupakan kegemaran beliau bersama tamu tamunya setelah makan malam.
Ibu saya yang duduk manis dengan kebaya kuningnya mendadak dipanggil Presiden pertama Republik ini untuk menemani berdansa. Sambil berdansa, Bung Karno langsung tahu bahwa ibu saya sedang mengandung, walau perutnya belum membesar. Ia mengatakan kelak anak dalam kandungan akan lahir dengan dibungkus plasenta…” Jadi berilah nama Bima atau Brotoseno “ , karena dalam hikayat pewayangan Bima atau Brotoseno lahir dengan masih dibungkus kulit telur. Jadilah nama belakang saya Brotoseno. Sampai sekarang ibu saya selalu bangga memandangi fotonya berdansa dengan Bung Karno. Sementara saya tak pernah bosan memandangi foto Bung Karno sedang berpidato dengan dikelilingi pejuang pejuang revolusioner ,yang terpasang dengan frame besar di rumah saya. Begitu heroik, charming, dan mempesona.
BETAPA TIDAK MENARIKNYA BANGSA INI ( 2 )
Posted on October 30, 2006Ada berita menarik, ketika Andy Xie, Kepala Ekonomi Morgan Stanley Asia dipaksa lengser dari jabatannya, ketika ia menulis kritikan dalam emailnya sehubungan dengan sidang tahunan IMF dan Bank Dunia yang diselenggarakan di Singapore baru baru ini. Ia mempertanyakan sikap para delegasi yang memuji muji Singapura sebagai contoh sukses globalisasi. Padahal kata Andy, “ keberhasilan Singapura sebagian besar karena menjadi tempat pencucian uang oleh pengusaha dan pejabat Indonesia yang korup…” Ini menguak tabir bahwa terdapat 55 ribu orang kaya di Singapura, yang ternyata sepertiganya adalah orang Indonesia !. Total kekayaan WNI disana sekitar 800 trilyun yang lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) yang cuma 650 trilyun. Berita lain, mengenai proses pengadilan di Amerika, yang telah sampai di Mahkamah Agung, bahwa Indonesia tetap harus membayar US $ 261 juta terhadap Karaha Bodas, dengan mengabaikan bukti bukti bahwa proses pembangunan tenaga listrik di Karaha Bodas yang sarat dengan KKN dan ketidakadilan. Untuk itu mereka telah menyandera dengan memblokir dana hasil penjualan minyak Indonesia yang ada di Bank bank Amerika. Terakhir berita, Presiden Eva Morales dari Bolivia berhasil menasionalisasi perusahaan perusahaan minyak asing di negaranya, tanpa adanya guncangan guncangan, sehingga bisa menambah pendapatan negaranya dari hasil minyak sebanyak 85 persen.
Dari berita pertama, jelas kenapa sampai hari ini Singapura tidak mau menandatangani perjanjian eksttradisi dengan Indonesia, karena bakalan kehilangan potensi capital yang luuar biasa besarnya. Sementara para warganya melakukan demo dengan membawa spanduk di depan KBRI, bertulisan “ SIGN NOW !!. Paksaan agar Indonesia menandatangani traktat perjanjian mengenai kebakaran hutan dan kabut asap, yang setiap tahun mengganggu kualitas hidup mereka. Kemudian dari berita kedua, tampak Indonesia tak mempunyai pilihan lain, kecuali tunduk pada tekanan Amerika. Padahal dimana mana asas hukum yang berlaku adalah di tempat dimana perkara itu terjadi, dan jelas pengadilan Indonesia telah memenangkan gugatan Pemerintah Indonesia. Tapi semua itu tak berarti ,toh mereka telah menyandera uang rakyat Indonesia yang disimpan di Bank Bank Amerika.
Dari Bolivia, presiden yang asli suku Indian itu terbukti bisa melakukan sesuatu yang berkepentingan dengan pilihan perut rakyatnya tanpa harus takut pada tekanan asing. Ia bersama Hugo Chaves dari Venezuela, Ahmadijenad dari Iran dan Mahathir ( pada masanya ) dari Malaysia menjadi icon icon perjuangan negara negara yang menolak dominasi barat atas hajat hidup bangsanya. Mungkinkah Indonesia mengatakan TIDAK , mungkinkah Indonesia menyandera atau menahan perusahaan Singapore yang ada di sini ( banyak yang menguasai bidang telekomunikasi atau perbankan ), atau menasionalisasi Freeport atau Exxon ?. Pemikiran pemikiran liar ini terus berputar putar di benak saya, membayangkan sebuah Indonesia dengan huruf I besar, bukan huruf I kecil yang menjadi bangsa paria. Dan bangsa ini pernah tercatat mempunyai nama besar terutama dikalangan apa yang disebut Bung Karno, The New Emerging Forces, bangsa bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin. Setidaknya, tahun 1990 di London, dengan uangnya pas pasan buat jatah belajar, saya sangat berterima kasih karena mendapat discount 50 % ketika membeli jaket kulit di sebuah toko kecil di sudut kota. Seorang penjualnya, lelaki tua dari Pakistan, dengan bangganya menepuk nepuk pundak saya,..” ahhh, from Indonesia,..brother Soekarno ! “
BETAPA TIDAK MENARIKNYA BANGSA INI
Posted on October 26, 2006Een natie left niet van brood allen ( suatu bangsa tidak hanya hidup dari roti ) – Soekarno
Hari hari lebaran membuat Jakarta dipenuhi oleh pengemis yang tumpah ruah di pinggir jalan raya. Keluarga ‘gerobak ‘ demikian saya melihatnya, karena sekeluarga, dari bayi sampai ibunya tidur di gerobak pemulung yang ditarik oleh seorang laki laki ( entah suaminya ) ke penjuru kota mengharap belas kasihan dari manusia manusia metropolitan yang mendadak menjadi dermawan. Tergambar kepalsuan dari kelap kelip lampu kota metropolitan, wajah wajah muram dan kesepian dari mereka yang menengadahkan tangan pada mobil mobil yang beringsut lambat dalam kemacetan. Sementara koran ditangan saya memberitakan orang orang di Kuala Lumpur, Singapore berdemo di depan kedutaan besar kita, memaki maki negeri kita karena kabut asap kebakaran hutan telah mengganggu kualitas hidup mereka yang ‘ gemah ripah loh jinawi ‘. Tiba tiba saya melihat bangsa yang terpuruk dan menuju ke jurang kehancuran. Tak ada lagi yang harus dibanggakan, kemakmuran juga bukan national pride. Sejak kecil kita dicekoki dengan pemahaman bahwa bangsa ini kaya raya dengan sumber alam yang melimpah, bahkan tongkat bisa tumbuh di tanah air bumi pertiwi ini. Lagu Koes Plus Kolam Susu yang menggambarkan betapa bahagianya tinggal di surga Indonesia, mungkin sudah harus berganti dengan kolam lumpur di tanah bencana Porong Sidoarjo.
Bung Karno pernah menulis dalam di tahun 1920an,bahwa begitu miskinnya bangsa Indonesia dan hanya sanggup hidup dengan uang sebenggol sehari, dan kini hampir seratus tahun kemudian, kiasan itu masih relevan dengan situasi saat ini. Bagi mereka 20 persen yang hidup makmur di kota tak pernah membayangkan betapa miskinnya 80 persen sisa lainnya yang mengais ngais dan mencoba bertahan di pelosok pelosok negeri ini. Ketika Orde lama tumbang, ia meninggalkan hutang luar negeri yang hanya 3 milyar dollar ( 2 milyar dollar untuk membuat angkatan bersenjata Indonesia disegani di Asia dan sisanya untuk pembangunan infrastruktur kebanggaan nasional seperti stadion utama senayan, waduk jatiluhur, Tugu Monas, Hotel Indonesia dll ). Sementara sampai sekarang hutang luar negeri sudah mencapai 700 milyar dollar , tanpa ada yang tahu buat apa uang sebanyak itu kecuali memuaskan segelintir manusia manusia serakah, yang mustahil akan mampu terbayar sampai beberapa generasi anak cucu kita.
Jaman Bung Karno mungkin setidaknya lebih baik, walau miskin tetapi kita mempunyai kebanggaan nasional yang kuat. Justru kita yang berani memaki maki Amerika dengan slogan ‘ Go to Hell with your aid ‘, atau ‘ gayang Malaysia ‘ yang membuat Tengku Abdul Rahman dan Lee Kuan Yew ketakutan setengah mati. Sementara sekarang SBY buru buru menelpon Singapura menunduk meminta maaf, begitu kedutaan besarnya di demo. Ini bukan masalah siapa yang salah, ini masalah harga diri bangsa. Ahmadijenad dari Iran tak pernah bergeser dari kebijakan nuklirnya, walau Amerika dan negara negara Eropa menudingnya sebagai salah satu poros setan. Sudah miskin, tidak punya harga diri. Sungguh betapa tidak menariknya bangsa Indonesia ini.





