Jangan salahkan sepak bola. Piala dunia membius manusia sejak mereka mengenal bola. Saya yang masih duduk di sekolah dasar, pertama kali mengikuti berita berita Piala Dunia tahun 1978 di Agentina. Bagaimana kami anak anak komplek duduk rebutan membaca harian sore ‘ Sinar Harapan ‘ milik om Lawalata tetangga kami. Koran adalah sumber literatur, karena belum ada siaran langsung seperti sekarang, kecuali pertandingan final yang disiarkan oleh TVRI.
Kami anak anak singkong bisa seolah mengenal akrab Mario Kempes atau striker Polandia – Lato, walau tak pernah melihat gaya permainannya di televisi. Imajinasi tetang Ruud Krol, libero Belanda yang tangguh mengilhami seorang teman yang jadi kapten kesebelasan kampung kami. Ia berlagak elegan untuk anak seumur 12 tahun.
Tentu saja saya yang dipercaya menjadi penjaga gawang, berlagak seperti Sepp Maeir, kiper Jerman Barat yang legendaris. Jauh jauh hari saya memesan kaos lengan panjang yang di sablon angka 1 besar besar. Entah kenapa bahan sablon yang terasa lengket di punggung, membuat saya berjibaku dan jarang kebobolan.
Sejarah sepak bola memang mengajarkan sebuah perhelatan Piala Dunia akan mampu membius penduduk planet bumi selama sebulan. Makan, tidur, kerja menjadi kegiatan selingan diantara kegiatan wajib, yakni memelototi jadwal jadwal pertandingan. Tidak hanya kaum lelaki, tapi juga kaum perempuan. Lihat saja cerita ini.
Sejak revolusi Islam di Iran tahun 1979, para kaum hawa dilarang masuk menonton bola. Segala ingatan hiruk pikuk menonton di Stadion Azadi, stadion berkapasitas 120,000 orang di Teheran menjadi sirna dalam balik perintah ulama. Ternyata memang tidak mudah, karena masa kekuasaan Syah Iran, para wanita bercampur baur dengan laki laki, berteriak sumpah serapah dan menyanyi untuk pemain pemain pemain pujaannya.
Sejak kaum mullah berkuasa selalu saja dalam kerumunan penonton bola, ada saja wajah wajah halus tanpa janggut, celana panjang kedodoran yang dibungkus mantel tebal. Mereka adalah perempuan perempuan yang menekan erat payudara mereka, dan memakai topi menutupi gelungan rambutnya.
Ayatollah Khomeini pada tahun 1987, mulai melonggarkan aturan dengan mengijinkan para perempuan menonton bola, hanya lewat Televisi. Sebuah aturan yang memberikan kompromi sementara. Setidaknya bisa membendung hasrat perempuan Iran untuk bisa berteriak menyalurkan emosi panca indra secara langsung di lapangan.
Pertandingan penyisihan Piala Dunia 1997 di Melbourne, merubah semua itu. Iran mengalahkan Australia dan lolos ke piala dunia tahun 1998 di Perancis. Teheran menggelar !
Jalan jalan Teheran dipenuh orang orang yang bersuka cita melepaskan aturan moralitas resmi. Tarian, minuman dan musik barat yang hanya menjadi konsumsi pribadi di rumah rumah, kini bebas keluar ke jalanan jalanan. Penguasa resah, karena banyak perempuan kalangan anak muda yang bergabung, bercampur aduk berpesta serta melepas jilbab mereka.
Ketika basijii, milisi paramiliter keagaamaan tiba, mereka justru di bujuk untuk ikut dalam keramaian ini.
Beberapa langkah pengamanan dilakukan. Pemerintah meminta kesebelasan nasional jangan terlalu cepat pulang. Singgah santai di Dubai sampai suasana di ibu kota agak mereda. Siaran radio resmi, meminta agar rakyat menjauhi pesta pesta sekuler yang memurkakan Allah. Secara khusus pesan pesan di tujukan kepada kaum wanita, “ Wahai saudari saudari kami tercinta “. Mereka diminta diam dalam rumah selama pesta penyambutan.
Tiga hari kemudian para pahlawan sepakbola tiba di Teheran. Pemerintah membuat penyambutan resmi di stadion Azadi. Tapi tontonan yang sesungguhnya bukan di dalam stadion. Ribuan kaum perempuan mengabaikan himbauan Pemerintah. Mereka menunggu di luar stadion dalam cuaca minus 2 derajat celcius yang membeku.
Sebagaimana dilaporkan oleh anthropolog Christian Bromberger, para perempuan menjerit jerit dan mendorong polisi polisi yang menutupi pagar stadion.
“ Bukankah kami juga bagian dari bangsa ini ? Kami ingin merayakan juga “
Polisi akhirnya membuka pintu dan membiarkan lebih dari 5000 perempuan memasuki stadion, daripada menanggung resiko kerusuhan besar besaran. Polisi tak punya pilihan selain mengaku kalah.
Sepakbola memang bukan sekadar olah raga. Sepakbola menjadi sakral dan memberi nafas kepada penganutnya. Apalagi jika kita bicara Piala Dunia, dimana lebih dari tiga perempat penduduk dunia matanya tertuju pada momen akbar empat tahunan.
“ Lupakan kesulitan hidup. Lupakan perut lapar. Mari sikat Belanda “ demikian teriakan supporter Brazil, menjelang pertandingan menentukan di Piala Dunia 1974, Jerman Barat.
Brazil memang juara bertahan masih mempesona dengan sebagian besar skuad yang berlaga di Mexico 1970. Walau tak diperkuat legenda Pele, Brazil masih memiliki amunisi seperti Jairzinho dan Rivelino yang dianggap penerus Pele.
Di lapangan semuanya terbalik. Belanda dengan ilmu total footballnya memporak porandakan kesebelasan samba. Johan Cruyff bagaikan kijang melompat lincah menghindari tebasan kasar pemain pemain Brazil yang frustasi. Ketika gol Johan Neeskens memberi memberi Belanda unggul 1 – 0, seorang lelaki memukuli istrinya di pojokan rumahnya yang kumuh di Rio De Janeiro.
Pereira semakin kalap dan membabat kaki Johan Neeskens. Wasit Kurt Tschenscher dari Jerman Barat memberi kartu merah. Orang orang Brazil mengganggap kiamat sudah tiba, terlebih dengan gol kedua Belanda. Lelaki yang tadi memukuli istrinya, melempar televisinya ke luar jalanan.
Sampai pertandingan berakhir. Tercatat ada 2 orang melakukan bunuh diri, dan sekian banyak korban kekerasan rumah tangga di Brazil. Semua gara gara sepakbola.
Sepakbola menjadi jalan hidup, ajaran yang tak mesti dipahami logikanya. Barangkali benar Maradona mengatakan, jika Sepak bola adalah agama resmi, maka agamaku tentu bukan Katolik.
Saya bisa menangis tak percaya ketika kesebelasan nasional kalah oleh team anak bawang , Hongkong 4 – 1 pada penyisihan zona Asia menjelang piala dunia 1978 di Argentina. Mana mungkin Risdianto, Junaedi Abdilah dan Iswadi Idris yang saya bayangkan bagaikan trio Belanda saat itu. Rob Resenbrink, Johny Reep dan Rene van der Keerkof bisa keok melawan nama nama antah berantah dari Hongkong.
Jadilah saya membeli keyakinan bahwa kesebelasan Hongkong memakai guna guna untuk mengalahkan PSSI. Apalagi menurut gossip yang dihembuskan orang orang yang tak rela, Ketua Umum PSSI saat itu menemukan sebuah patung Buddha kecil di yang ditanam di pojok gawang Ronny Pasla.
Kini jaman telah berubah, dan saya tak perlu menangis kalau PSSI sampai sekarang tak pernah bisa ke Piala Dunia juga. Apa yang perlu ditangisi ? Sepakbola tidak melulu menjadi agama lokal. Saya lebih baik memilih team Belanda atau Spanyol sebagai panutan rohani.
Selamat datang Piala Dunia 2010 ! Mari kita nonton bareng.
21 Comments
geblek
June 10, 2010 at 1:06 pmyeah lapak telah dibuka, pasang pasang 🙂
pema
June 10, 2010 at 1:14 pmAku Pegang Denmark….!!!
DV
June 10, 2010 at 11:02 pmPegang Argentina! 🙂
hedi
June 10, 2010 at 11:17 pmjadi, nonton bareng di mana kita? 😀
aan
June 11, 2010 at 12:14 amInggris pasti juara
trisr06.student.ipb.ac.id
rusabawean
June 11, 2010 at 12:49 pmaq pegang hidung aja
hehe
aprikot
June 11, 2010 at 12:57 pmikut nonton bareng dong 😀
escoret
June 11, 2010 at 2:39 pmsaya njago korae utara..apa jepang.
bkn belanda…hehhehe
mawi wijna
June 11, 2010 at 6:26 pmbayangkan! bola bundar yang digiring dan ditendang bisa jadi candu dunia, ckckckck…
ajengkol
June 12, 2010 at 10:25 amikut nonton bareng *halah*
Brasil semoga di Final 🙂
Ismawan
June 13, 2010 at 4:44 amhalah, barusan musti bayar-bayar gara2 Inggris seri… *garuk2 aspal*
Chenk
June 14, 2010 at 4:30 amSelamat menikmati indahnya world cup 2010
edratna
June 14, 2010 at 6:23 amBola mengalahkan semuanya mas…
Anakku menulis di FBnya..gara-gara bola sms pun dikacangin….
Hayo…hayoo…..berhenti sejenak nonton bola…
iman brotoseno
June 14, 2010 at 8:41 amJangan gitu Bu Enny,..biarlah sebulan ini kami menunaikan ritual 4 tahunan. Marhaban ya Balbalan..
plengki
June 16, 2010 at 9:59 amhalo mas iman,…ayo dung posting secara blak2an soal ariel vs luna, ariel vs cut tari….disela2 nobar PD 2010 sempetin posting..hehe
iman
June 16, 2010 at 10:14 amplengki,
blak blak an ? …bisa bisa nanti saya dituntut he he..
zam
June 17, 2010 at 3:08 pmaku jago yang menang!
win
June 23, 2010 at 1:26 pmMas mohon ijin share…
edratna
June 26, 2010 at 5:48 pmEhh mas..maksud tulisanku, ayo berhenti sejenak untuk nonton bola…hehehe…kalimatnya kurang lengkap ya…
surya
June 30, 2010 at 10:37 amTulisan yang menarik
Silahkan kunjungi web kami http://repository.unand.ac.id
Scott Spinella
July 28, 2010 at 7:28 pmGreat post.Thanks for sharing your post with us.I felt really good after reading it.Thanks again !!!