Browsing Tag

SOEKARNO

Pesan Natal dari Garuda didada

Suara gemuruh isi Stadion Gelora Bung Karno terlalu keras malam itu. Sorak sorai 88,000 manusia membahana bercampur dengan dentum kembang api dan bunyi pengeras yang memekakan telinga. Apa yang saya rasakan dan lihat dalam Piala AFF antara timnas melawan Philipina memang bukan sekadar pertandingan bola. Ini perwujudan sentimen kebangsaan yang menyeruak begitu saja setelah sekian lama terpendam.
Stadion kebanggaan ini sudah biasa menjadi saksi pertandingan pertandingan besar. Tapi terus terang tak ada yang begitu se-emosional seperti sekarang. Tiba tiba saya sadar bahwa kita masih memiliki sebuah entity yang dinamakan Indonesia.

Sudah lama kita merindukan kebanggaan kolektif atas bangsa ini, setelah terus menerus dianggap bangsa paria. Kita tak bisa apa apa melihat rakyat kita disiksa, dibunuh di negeri orang. Sekian lama kita cemas kalau bangsa kita terancam tak memiliki identitas lagi, setelah batik, lagu, makanan, tarian di klaim bangsa lain. Kita juga merintih sedih melihat pemimpin yang ragu ragu membela kepentingan rakyatnya.

Perjalanan bangsa ini semakin lama semakin mengalami pergulatan yang intens tentang penentuan jati dirinya sendiri. Barang kali para pendiri Republik ini tidak akan percaya bahwa kebinekaan yang sudah diusung sejak negeri ini didirikan terus tergerus. Orang orang yang diserbu dan diusir ketika sedang berdoa dalam gerejanya, dengan alasan tak memiliki izin administrasi. Issue dan simbol sebuah keyakinan minoritas terus dipertentangkan, sehingga pohon natal atau atribut sinterklas di mall mall dianggap sebagai ancaman.
Lembaga Agama atau organisasi massa tersebut mungkin melihat surga yang berbeda, dan keyakinannya yang kokoh membuat makna kemajemukan ini terasa getir. rapuh dan menyesakan.

Continue Reading

Apa Kabar Obama

Barang kali memang tidak ada kepala negara selain Amerika Serikat yang begitu menyita perhatian dalam kunjungannya ke Indonesia. Tentu saja Barack Obama yang bisa membuat Presiden Austria ‘tenggelam’ di hari yang sama kunjungannya ke Indonesia.
Sejarah Indonesia sejak perang kemerdekaan memang susah untuk dilepaskan dari Amerika, terutama urusan dengan komunisme dan perang dingin. Selalu timbul tenggelam. Amerika jadi ogah ogahan membela sekutunya Belanda, karena negara muda ini sudah menunjukan keberpihakannya menumpas pemberontakan komunis di Madiun 1948. Amerika juga mati matian berusaha agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis dalam periode selanjutnya.
Armada VII Amerika sudah lepas jangkar di perairan Riau sambil mendrop persenjataan untuk pemberontak PRRI yang jelas mengangkat senjata terhadap Jakarta yang dianggap pro komunis.

Presiden Soekarno yang awalnya kesal karena Presiden Einshower selalu merecoki urusan dalam negeri Indonesia dengan membantu pemberontak PRRI – Permesta, mendadak berubah pikiran pada masa pemerintahan Kennedy. Presiden ini memang tahu cara mengambil hati Soekarno. Berbeda dengan sebelumnya, dimana Soekarno hanya disambut di Gedung Putih. Kali ini Presiden Kennedy menjemputnya di lapangan terbang.
Mereka berdua sangat cocok dalam pemikiran. Mereka juga sama sama menyukai keindahan – wanita – khususnya. Presiden Indonesia ini diajak ke pabrik Lockeed, untuk melihat dan boleh membeli pesawat angkut C 130 Hercules yang saat itu masih gress dari pabrik. Padahal sekutu Amerika lainnya masih jarang memiliki pesawat jenis ini.

Continue Reading

Mbah Marto

Tidak sulit mencari rumah mbah Marto ini, dari belakang kampus ISI – Bantul Yogjakarta tinggal menyusuri jalanan di pinggir sawah dan rumah rumah, sebelum kita memasuki sebuah rumah batu bata yang tidak diplester. Dari samping kita langsung memasuki dapur berlantai tanah tempat ia memasak. Tipikal dapur kampung yang gelap. Semburat sinar matahari masuk di sela sela. Udara pengap, panas bercampur asap kayu bakar dalam tungku tungku tanah yang menggantang panci panci berisi krecek dan masakan. Beberapa bahan makanan masih berserakan menunggu di racik. Orang lebih mengenalnya dengan nama Sego Geneng Mbah Marto.

Sebuah dipan bambu di pojok tempat beraneka ragam masakan matang. Ada gudeg, ayam opor, krecek, sayur daun singkong dan mangut lele. Seorang perempuan tua di duduk di pojok sambil menghitung uang di kaleng. Dialah Mbah Marto, pemilik rumah ini. Sesekali ia beranjak ke ujung ruangan untuk mengulek bumbu bumbu dapur, sambil mempersilahkan kami mengambil sendiri makanan. Ada kesan tak perduli.

Kami bisa makan dimana saja, di dapur, di halaman teras atau di ruang makan di depan. Bebas dan self serviced. Mbah Marto juga menemani kami makan sambil bincang bincang ringan sambil meneruskan pekerjaannya di dapur.
Dia memang perempuan Indonesia mandiri. Sejak subuh sudah bangun belanja dan memasak, menyiapkan untuk tamu tamu yang ingin mencicipi masakan khas desa. Gudeg campur daun singkong atau mangut lelenya yang luar biasa.

Continue Reading

Kompromi Panca Sila

Semalam saya ngelakoni sebagaimana budaya orang Jawa. Berserah diri kepada Tuhan, ikhlas dan mendoakan leluhur kami di makam Astana Mangadek Karang Anayar, Solo yang diteruskan menuju Makam Raja Raja Imogiri, Yogyakarta. Kebetulan malam itu jatuh pada Selasa Kliwon. Hari yang baik.

Menjelang subuh, sebelum sholat subuh. Prosesi tahlilan di Imogiri selesai. Sambil tertatih tatih karena harus mengenakan pakaian beskap komplit, saya bersama keluarga menuju pintu gerbang keluar area makam Sultan Agung. Mengikuti rombongan abdi dalam yang membawa petromak.
Beda dengan petilasan Eyang Samber Nyowo di Karang Anyar yang bersih, terang dengan lampu lampu. Disini, di puncak bukit Imogiri cenderung gelap. Hanya cahaya bulan purnama yang menerangi, membuat silhoute yang magis diantara bangunan makam dan pohon pohon besar di sekitarnya.

Saya mendongak ke langit. Langit terang menyinari arak arakan awan yang sekelebat menutupi bulan penuh. Indah sekali sekaligus sakral. Tiba tiba saya teringat hari ini adalah 1 Juni. Hari lahirnya Panca Sila. Apakah masih sesakral itu Panca Sila ?

Beda dengan kesakralan makam raja raja Imogiri yang hidup dalam budaya Jawa sebagai simbol tradisi. Tak pernah luntur dalam hiruk pikuk jaman. Sementara pernah suatu waktu Panca Sila dianggap sakral dan menakutkan. Ya salah penguasa waktu itu, karena saya yang tumbuh besar dalam orde baru lebih percaya Panca Sila sebagai dogma. Tidak pancasilais berarti bisa kena cap stempel tidak bersih lingkungan, atau yang lebih parah menentang pemerintahan sah.

Continue Reading

Parlemen ‘ Koeli ‘

“ dan sejarah akan menulis disana, diantara benua Asia dan benua Australia, antara lautan Teduh dan lautan Indonesia, adalah hidup suatu bangsa yang mula mula mencoba untuk hidup kembali sebagai bangsa. Akhirnya kembali menjadi satu kuli diantara bangsa bangsa – kembali menjadi een natie van koelies, en een kolie onder de naties. “
( Soekarno – Tahun Vivere Pericoloso – 1964 )

Apa yang kita lihat baru baru ini, drama panggung wakil rakyat di DPR menunjukan memang benar sebagai bangsa kuli. Seperti di pasar, para kuli kuli panggul saling berebutan. Juga di parlemen. Saling ejek, dorong dorongan, mencaci, berteriak. Semua tanpa martabat.
Kalau sudah begini apa yang diharapkan dari mereka sebagai representasi rakyatnya.

Ditengah persidangan ada mencoba membacakan puisi segala. Oh My God, apakah orang itu mencoba seperti Nyoto yang ditengah perdebatannya dengan Natsir – dalam sidang konstituante tahun 50 an – sempat menyelipkan puisi. Namun masih indah dan kontekstual. Karena Nyoto seorang penyair. Hiruk pikuk sidang masa itu tetap elegan dan bermartabat.
Hari ini saya makan siang dengan aktor Alex Komang, dan kami berbicara tentang betapa memalukan seniman atau artis yang duduk di dewan. Mereka berceloteh sama dengan politikus lainnya. Tidak bermutu. Sambil setengah mengejek Alex mengatakan, tentu lain kalau yang duduk seniman kaliber Rendra yang kita tahu integritasnya dan bahkan bisa menyelipkan puisinya dalam persidangan secara elok.

Continue Reading

Cerita lain kudeta komunis

Masa masa komunis-phobi sudah lewat. Runtuhnya orde baru juga melafalkan sebuah pengertian baru. Apa dan siapa PKI dan bagaimana misteri kudeta 30 September 1965 bisa dipecahkan. Namun tak pernah bisa. Sampai sekarang.
Rezim Orde baru hanya mengharamkan serta memakai stigma komunis untuk membungkam rakyat yang tidak patuh pada program transmigrasi, Keluarga Berencana, swasembada beras atau oposan lainnya. Hampir setiap malam di bulan September sepanjang 15 tahun, film “ Pengkhianatan 30 S PKI “ besutan Arifin C Noer menjadi santapan rohani yang wajib ditonton di TVRI.

Victor Miroslav Vic, seorang ilmuwan Cekoslovakia mengumpulkan bahan bahan PKI yang tertutup dalam peti selama 35 tahun, dan menerbitkan di India pada tahun 2004.
Bahwa tragedi PKI adalah konspirasi antara Mao Ze dong , Aidit dan Soekarno sendiri untuk membersihkan unsur Angkatan Darat. Namun diluar dugaan, malah menghancurkan PKI dan Soekarno sendiri.

Soekarno yang kesal karena Angkatan Darat setengah hati dalam mendukung konsepsi revolusioner dan terutama proyek konfontasi dengan Malaysia membutuhkan PKI untuk menggusur pimpinan Angkatan Darat yang dituduh nekolim. Dia tak menduga bahwa PKI justru menggunakan terlalu jauh untuk mengambil kekuasaannya. Barangkali ia juga tak menduga para jenderal akan dibunuh. Bayangannya mereka hanya dihadapkan kepada dewan revolusi yang direstuinya.

Sementara PKI juga tak menduga ada pihak yang lain yang bermain dengan skenario ini. Entah Soeharto dan klik CIA, yang mengambil momen untuk menghabisi PKI. Njelimet dan penuh intrik. Siapa tahu ada produser yang akan mengangkat ke film layar lebar.

Continue Reading

Riwu Ga dan Kemerdekaannya

Hiruk pikuk pemuda yang kecewa memenuhi teras halaman rumah Jl Pegangsaan 56 Jakarta. Mereka ada yang bersenjata klewang dan kecewa karena terlambat menyaksikan Proklamasi yang sudah diucapkan beberapa waktu yang lalu. Soekarno menolak mengulang membacakan proklamasi lagi.
Suasana panas. Sebagian orang termasuk Mohammad Hatta sudah meninggalkan kediaman Soekarno. Riwu Ga, putera dari pulau Sabu, Flores diam diam memperhatikan dari balik pintu. Tangannya mengepal dan matanya menatap tajam situasi panas itu.

Ia sudah mengikuti Soekarno sejak tahun 1934, ketika ia dibuang di Pulau Flores. Ada beberapa putera flores yang tinggal di rumah pengasingan itu. Riwu adalah yang paling muda. Ia bertugas menyiapkan makanan dan minuman untuk Bung Karno.

Ketika diasingkan ke Bengkulu, Riwu diminta Soekarno untuk ikut dengannya. Sehingga secara adat ia harus dilepas, karena Riwu merupakan anak sulung di keluarganya. Ia kelak akan menggantikan ayahnya menjadi tetua adat. Sekaligus ndu namatu. Penjinak petir, badai dan semua bahaya dari langit.
Kelak tak ada yang tahu kalau Riwu Ga adalah corong kemerdekaan yang pertama. Setelah para pemuda pulang. Soekarno memanggil Riwu dan memerintahkan mengabarkan kepada rakyat Jakarta bahwa kita sudah merdeka. ” “Angalai (sahabat), sekarang giliran angalai,” lalu Bung Karno melanjutkan instruksinya, “sebarkan kepada rakyat Jakarta, kita sudah merdeka. Bawa bendera.” Waktu itu hampir mustahil menggunakan radio, mengingat fasilitas masih dikuasai Jepang.

Continue Reading

Ibu dan anak. Dua sosok yang keras

keluarga-soekarnoPublik banyak meyayangkan kenapa Megawati harus maju lagi dalam pencalonan kali ini. Apakah hanya karena keputusan kongres partai yang mengharuskan itu.
Membaca berita di media mainstream, dikatakan Bu Mega bisa marah ketika beberapa pengurus partai dan orang dekatnya memberikan fakta, bahwa ia sudah tak terlalu popular. Ia mempersilahkan penasehat partai Sabam Sirait untuk makan di ruang sebelah. Tidak satu ruangan dengannya. Sabam Sirait tidak salah. Jaman sudah berubah, tidak seperti lebih sepuluh tahun lalu, ketika ia dipersepsikan sebagai simbol perlawanan terhadap orde baru.
Mungkin keras kepala ini, salah satu sifat yang menurun dari ibunya. Bung Karno konon tidak sekeras Fatmawati istrinya.

Kilas balik dalam pembuangan di tanah Bengkulu , Fatwamati adalah teman anak anak angkat Bung Karno yang bersekolah di sebuah sekolah katolik di sana. Ketika Bung Karno menyatakan keinginannya untuk memperistri. Saat itu Fatmawati berusia 19 tahun dan Bung Karno 41 tahun. Ia dengan tegas menolak, kecuali Bung Karno menceraikan istrinya terlebih dahulu. Ia tak mau dimadu.
Ada cerita menarik di balik ini. Sebenarnya justru Fatmawati sedang meminta pendapat Bung Karno tentang pinangan seorang anak wedana terhadap dirinya. Alih alih mendapat jawaban, justru Bung Karno mengutarakan perasaan cintanya.

Continue Reading

1 Juni 1945

Ditengah pidatonya yang heroik, tiba tiba Soekarno menyergah salah seorang anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosa Kai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan IndonesiaI, Lim Koen Hian.
“ Maaf, Tuan Lim Koen Hian , Tuan tidak mau akan kebangsaan ? “
Agak terkaget kaget karena ditanya begitu,Lim Koen Hian menyatakan tidak begitu maksudnya. Lalu Soekarno melanjutkan pidatonya tentang Weltanschauuung – sebuah dasar Negara – di tengah udara panas dan asap rokok yang menyesakan.
Soekarno memang harus menegaskan pentingnya arti kebangsaan sebagai landasan pertama dasar Negara yang akan dibentuk. Negara bukan untuk satu golongan. Sekaligus menepis keraguan raguan Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemuka pemuka Islam lainnya.

Kelima prinsip Kebangsaan, Internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan social dan Ketuhanan menurut Soekarno bisa diperas lagi menjadi tiga. Sosio-nasionalisme, sosio-democratie dan Ketuhanan.
Demikian pula dari tiga prinsip jika digabungkan menjadi satu prinsip, akan melahirkan, – demikian kata Soekarno – perkataan Indonesia tulen. Gotong Royong.
“ Alangkah hebatnya, Negara gotong royong !. Gotong royong adalah faham yang dinamis. Lebih dinamis dari ‘ kekeluargaan ‘ saudara saudara …”

Continue Reading

Tentang Pidato

Kalau kita sempat mendengarkan pidato pidato politik presiden kita atau bahkan para pemimpin partai dalam musim kampanye lalu. Kita selalu bertanya tak pernahkah mereka memikirkan teknik pidato atau orasi yang menggugah. Apapun itu pesan dan semangat isi pidatonya. Padahal ini dapat dipelajari dan menjadi bagian dari strategi komunikasi massa.
Umumnya pidato atau teknik bicara mereka membosankan, datar sehingga tak heran ketika dulu SBY pidato dalam kursus Lemhanas, ada saja peserta yang tertidur.
Tentu saja kita tak usah bicara teknik pidatonya mantan Presiden Soeharto atau Gus Dur.

Megawati mencoba pekik merdeka sebagai sapa salamnya. Kalau Jusuf Kalla masih sedikit tertolong dengan gaya incognitonya mengundang beberapa peserta naik ke panggung untuk melakukan tanya jawab. Tapi secara gesture bahasa tubuh dan teknik masih parah. Apalagi Wiranto.
Prabowo sedikit meledak ledak, hanya kelemahannya pidatonya terlalu berat dengan muatan istilah istilah text book. Terkesan menggurui.

Continue Reading

Bang Pi’i

Sekitar pojokan Pasar Senen tahun 1950 – 1960an adalah salah satu sentra Jakarta yang tak pernah berhenti berdenyut selama 24 jam. Ada toko buku, rumah makan padang, warung rujak, tukang bubur dan semua tempat kehidupan para seniman yang sering datang duduk, makan atau berdiskusi disana. Termasuk Chairil Anwar yang sejak jaman Jepang sering datang kesana.
Para intelektual bercampur aduk dengan tukang copet, calo, tukang obat bisa duduk bersama. Tak heran ada dari mereka yang diajak main sandiwara. Maka banyak seniman baru berasal dari tukang obat atau tukang catut.

Salah satu penghuni khas Pasar Senen adalah orang orang dunia hitam dari kelompok Cobra. Ini adalah sebuah organisasi ala mafia jaman dulu, yang dibentuk oleh Bang Pi’i, asli Betawi. Syafei nama aslinya, yang hidup sejak kecil sebagai anak gelandangan di jalanan jalanan Pasar Senen.
Sejak umur lima tahun sudah menjadi anak yatim. Ia yang mencari makan untuk adik adiknya. Sejak umur lima belas tahun ia sudah mengorganisir ribuan preman, pencopet, penjambret. Kalau ada salah satu dari mereka di tahan polisi, keluarganya ditampung, diberi uang makan.

Pada revolusi Kemerdekaan ia bergabung dengan pejuang lain dan masuk Divisi Siliwangi sampai berpangkat mayor. Ia juga diterjunkan menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Setelah perang kemerdekaan, reorganisasi militer membuat sebagian besar anak buah Bang Pi’I yang buta huruf dipecat. Bang Pi’i sebenarnya juga buta huruf, namun dia dibiarkan tetap di TNI sementara anak buahnya ditampung dalam organisasi yang menjaga keamanan sekitar Pasar Senen. Namanya organisasi ini dibuat seram. Cobra.

Continue Reading

Republik Saudagar

Lelaki itu bernama Totok Suryawan Soekarnoputra. Dia mungkin tak meminta dilahirkan sebagai anak Presiden pertama Republik ini, Soekarno. Tetapi nasib yang mempertemukan ibunya, Kartini Manoppo menjadi istri kesekian dari Bung Karno. Sialnya, negara tidak mengakui status perkawinan orang tua mereka.
Negara hanya mengakui hak hak dan tunjangan untuk 5 istri sang Presiden.  Setelah turunnya Bung Karno, mereka diusir dan rumah megahnya di bilangan Cawang di sita negara.  Sejarah sekali memihak kepada pemenangnya.  The Winner takes it all.

Siapakah yang berhak menentukan apa yang mesti negara berikan untuk rakyatnya. Tentu tidak senaive JFK dengan semboyannya ‘ Jangan minta apa yang negara bisa berikan, tapi tanyakan apa yang bisa kau berikan untuk negaramu “.
Ketika krisis keuangan yang merontokan bursa saham. Membuat banyak orang orang kaya yang kehilangan segalanya. Sebuah sistem pasar yang hanya dinikmati segelintir – mereka pemilik modal besar – dan sedikit sekali pengaruhnya pada perkonomian nasional, dibanding kontribusi perbankan dan sektor riil.

Continue Reading