Bang Pi’i

Sekitar pojokan Pasar Senen tahun 1950 – 1960an adalah salah satu sentra Jakarta yang tak pernah berhenti berdenyut selama 24 jam. Ada toko buku, rumah makan padang, warung rujak, tukang bubur dan semua tempat kehidupan para seniman yang sering datang duduk, makan atau berdiskusi disana. Termasuk Chairil Anwar yang sejak jaman Jepang sering datang kesana.
Para intelektual bercampur aduk dengan tukang copet, calo, tukang obat bisa duduk bersama. Tak heran ada dari mereka yang diajak main sandiwara. Maka banyak seniman baru berasal dari tukang obat atau tukang catut.

Salah satu penghuni khas Pasar Senen adalah orang orang dunia hitam dari kelompok Cobra. Ini adalah sebuah organisasi ala mafia jaman dulu, yang dibentuk oleh Bang Pi’i, asli Betawi. Syafei nama aslinya, yang hidup sejak kecil sebagai anak gelandangan di jalanan jalanan Pasar Senen.
Sejak umur lima tahun sudah menjadi anak yatim. Ia yang mencari makan untuk adik adiknya. Sejak umur lima belas tahun ia sudah mengorganisir ribuan preman, pencopet, penjambret. Kalau ada salah satu dari mereka di tahan polisi, keluarganya ditampung, diberi uang makan.

Pada revolusi Kemerdekaan ia bergabung dengan pejuang lain dan masuk Divisi Siliwangi sampai berpangkat mayor. Ia juga diterjunkan menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Setelah perang kemerdekaan, reorganisasi militer membuat sebagian besar anak buah Bang Pi’I yang buta huruf dipecat. Bang Pi’i sebenarnya juga buta huruf, namun dia dibiarkan tetap di TNI sementara anak buahnya ditampung dalam organisasi yang menjaga keamanan sekitar Pasar Senen. Namanya organisasi ini dibuat seram. Cobra.

Organisasi Cobra akhirnya menguasai dunia hitam Jakarta tidak hanya di sekitar Pasar Senen. Mulai dari Ancol ke Tanah Abang, sampai cawang yang waktu itu masih pinggiran Jakarta. Cobra jadi tempat berlindung para pencopet, penjambret sampai penyanyi orkes melayu.
Kalau ada yang kecopetan di Pasar Senen, tinggal bilang kepada tokoh Cobra, maka dalam waktu singkat barang akan kembali. Semua tunduk pada Bang Pi’i. Padahal sosok Bang Pi’i bertubuh kecil dengan wajah ramah. Namun galaknya minta ampun terhadap anak buahnya yang melanggar aturan. Kalau ada anggota Cobra buat onar disebuah toko, maka Bang Pi’i akan menggamparnya habis habisan. Tentu saja, karena toko toko, warung selama ini harus membayar iuaran keamanan pada Bang Pi’i.

Kadang kala Bang Pi’i suka jalan jalan dengan mobil mewah cabriolet yang terbuka. Semua orang akan menggangguk hormat. Para brandal yang sedang mabuk di pinggir jalan, tiba tiba mendadak sadar seketika.
Sesekali ia turun dari mobil lalu dengan simpatik bergabung bermain kartu atau ngobrol ngobrol dengan para seniman yang sedang makan di rumah makan Padang Merapi.

Kata orang, Bang Pi’i seorang yang sakti mandraguna. Jaman revolusi kemerdekaan ia bisa menerobos pertahanan Belanda dengan cara ‘ menghilang ‘. Benyak yang melihat Bang Pi’i sambil naik kuda sambil memegang kelewang mengejar jeep Tentara belanda di sepanjang jalanan Senen dan Galuh. Ketika di tembaki ia tidak mempan. Mirip, adegan film film action Hongkong besutan John Woo.
Misbach Jusa Biran, orang film – bapaknya almarhumah Sukma Ayu – pernah mendesak Bang Pi’i untuk membuat film mengenai perjuangannya dulu melawan Belanda.
Ia menolak, Jawabnya “ Siapa yang mau percaya, nanti orang bilang ane ngibul “.

Rupanya Bang Pi’i juga tergoda masuk dunia politik. Pangkatnya sudah Letnan Kolonel. Dalam kabinet Dwikora II – seratus menterinya – Bung Karno, ia masuk sebagai Menteri negara khusus Keamanan. Satu satunya menteri yang buta huruf dalam sejarah Indonesia.
Agak aneh, struktur jabatannya. Mungkin Bung Karno mengganggap sebagai tokoh dunia hitam, Bang Pi’i bisa mengatasi demontrasi mahasiswa atau situasi situasi yang mulai merongrong kekuasaan Bung Karno.

Jaman memang berubah. Saat Bung Karno jatuh, Bang Pi’i juga terseret masuk tahanan orde baru. Ia ditawan di penjara Nirbaya berbarengan Omar Dhani, Oei Tjoe Tat, Sri Mulyono Herlambang dan lain lain.
Namun Bang Pi’i tetap sosok yang disegani. Walau dipenjara dia sering seenak udelnya memanggil petugas CPM tentara untuk membelikan nyamikan makanan dari luar penjara, atau minta dibukakan pintunya karena ia ingin jalan jalan mencari udara segar.
Ada petugas sipir yang mencoba keras terhadap Bang Pi’i ternyata suatu hari rumahnya kerampokan. Setelah ia meminta maaf, keesokan harinya, barang barangnya kembali lagi.

Bang Pi’i yang konon kebal peluru ini meninggal karena sakit di RSPAD Gatot Soebroto tahun 70 an. Setelah selama sembilan tahun meringkuk dalam penjara.
Sejarah memang selalu mengajarkan sisi lain yang menarik. Jika Bang Pi’i hidup dalam jaman sekarang, ia pasti menjadi caleg atau setidaknya Ketua Partai. Berani bertaruh ?

You Might Also Like

55 Comments

  • Serlyta Octaviany
    October 10, 2013 at 10:21 pm

    Salut banget sama engkong ane ini gan, Imam Sjafi’ie. Kebetulan saya cucuknya kong pi’i dari istrinya yang Bernama Almh.Ibu Ana/Rihana. Sering dengar cerita cerita dari papah ( HERRY SJAFI’IE) dan Nini Ana dulu jadi pengen ketemu sama engkong. Maklum kan saya lahir engkong sudah lama meninggal..

  • ugy
    November 28, 2014 at 2:55 am

    ada keluarga besar mat bendot yang bisa di hubungi gak?
    akun facebooknya juga boleh

  • indira
    November 30, 2014 at 9:36 am

    Halo salam kenal
    Saya cucu mbah pii dari istrinya Almh Siti Riyana (pasar rebo)

    Mari yg mrasa msh anak ktrunan beliau apa bisa qta bertemu bersilaturahmi

    Mbak serlyta octaviany, apa kontak nya gak…
    Silahkan hub saya ya
    Pin me 2336ce35

  • indira
    November 30, 2014 at 9:39 am

    Bang rahmat priyatna,, kalo boleh kontak saya juga
    Pin 2336ce35

    Mamah saya juga ke monas acara betawi itu
    Tp saya gak ikut

    Sbg anak kturunan beliau mari qta bersilaturahmi

  • sunaji
    March 18, 2017 at 6:30 am

    Ceritanya tidak sesuai fakta, imam safi’i itu jebolan pesantren jombang, asuhan hasim asari, kenapa jadi ketua gang hitam cobra

1 2

Leave a Reply

*