Mungkinkah sistem 2 partai di Indonesia

Beberapa bentuk pemerintahan Indonesia terakhir menunjukan tak pernah ada partai yang benar benar memenangi Pemilu dengan suara diatas 50 %. Dengan perkecualian masa orde baru – pemilu tidak diselenggarakan dengan demokratis – dimana Golkar bisa memenangi dengan angka 70 %.

Jauh sebelum masa kini. Pada pemilu 1955, tidak ada partai yang menguasai secara mayoritas. PNI 22,3%, Masyumi 20,9%, NU 18,4% dan PKI 16,4% dan beberapa partai kecil lainnya. Sampai pemilu sekarang, menjadi pelik karena pemerintahan tak pernah disokong oleh perwakilan partai yang kuat. Implikasi dari banyaknya partai membuat pemerintahan koalisi tak terhindari.

Persoalan lebih penting dari pemerintahan koalisi ini adalah persoalan tanggung jawab. Partai mana yang bertanggung jawab atas gagalnya sebuah pemerintahan untuk rakyatnya. Perwakilan proposional juga mengakibatkan semakin banyaknya partai juga menimbulkan bagaimana mengadili partai politik itu jika pemerintahan koalisi banyak mengakibatkan kesalahan.

Hari pemilihan umumnya akhirnya tidak menjadi hari pengadilan terhadap partai politik. Kerugian 5 % sampai 10 % suara dalam suatu pemilu yang dialamai oleh partai politik tidak dapat dilihat sebagai pengadilan masyarakat pemilih terhadap partai itu. Hal itu dianggap sebagai gejolak sementara popularitas partai tersebut.

Lama kelamaan masyarakat terbiasa dengan ide, bahwa tak ada satupun partai politik atau pemimpin yang ddapat dipersalahkan atas suatu keputusan politik, karena keputusan tersebut dipaksakan oleh pemimpin partai tersebut atas dasar kebutuhan koalisi.

Kita lebih mudah mengadili partai politik dalam pemerintahan satu partai daripada pemerintahan koalisi. Ini sekilas bertetantangan dengan perwakilan koalisi yang dianggap cermin demokrasi, sehingga cenderung menambah partai. Mengesankan, semakin banyak partai, berarti semakin banyak pilihan, lebih banyak kesempatan, lebih kritis dan adanya distribusi kekuasaan.

Walau implikasi kesan ini benar keliru. Banyak partai membuat pemerintahan kesulitan membangun personalia pemerintahan atau memelihara koalisi itu sendiri.

Lalu bagaimana dengan sisten dua partai ? Demi pertanggungjawaban parlemen, ternyata kita tidak harus mempercayai ide yang mengatakan demokrasi membutuhkan banyak partai atau perwakilan proposional.

Dengan sistem dua partai, akan mendorong mekanisme dua partai untuk saling mengkritik. Ternyata Gus Dur pernah melontarkan ide, bahwa partai di Indonesia kelak – idealnya – hanya diwakili satu partai agama ( Islam ) dan satu partai Nasionalis.

Yang terpokok dalam sistem dua partai, partai yang kalah dalam pemilu akan sungguh sungguh menerima kekalahan itu dan mendorong perubahan partai, kebijakan dan gagasan untuk memenangi pemilu berikutnya. Bahkan bila kalah berturut turut, membuat pencarian ide ide baru menjadi hal mutlak dan mendesak. Konvensi partai mencari pemimpin baru, menjaring kader baru dan sebagainya untuk perubahan.

Dibawah sistem banyak partai, dengan sistem koalisi, hal semacam itu cenderung tidak terjadi. Terlebih jika partai tersebut hanya kehilangan suara kecil. Sering dikatakan bahwa sistem dua partai tidak sejalan dengan masyarakat terbuka, dengan keterbukaan bagi pendapat baru dan bertentangan dengan ide pluralisme. Jawabannya bagaimana negara negara demokrasi seperti Inggris, Amerika dan India bisa hidup dengan sistem tersebut, dan sekaligus sangat terbuka dengan pendapat atau ide ide baru.

Karl Popper, seorang guru besar filsafat University of London mengatakan keterbukaan yang menyeluruh akan merusak diri sendiri seperti halnya dengan kebebasan mutlak. Disamping itu keterbukaan politik dan keterbukaan budaya adalah dua hal yang berbeda.

Tentu saja pemikiran ini bisa jadi tidak popular di Indonesia, terutama bagi mereka mereka yang merasa memiliki massa.

poster dari sini

You Might Also Like

3 Comments

  • Jarwadi MJ
    March 1, 2016 at 10:46 am

    kalau di Indonesia hanya ada dua partai, saya malah khawatir konflik di akar rumput yang begitu head to head dan terlalu berlarut larut. seperti yang terjadi pada pilpres kemarin mas. terlepas dari segala kelebihan yang dituliskan oleh mas iman di atas

  • Alris
    April 20, 2016 at 1:55 pm

    Bagusan dua atau tiga partai saja. Bosen banyak partai.
    Kalau bagi kaum oportunis pasti senang banyak partai.

  • ibas
    October 10, 2023 at 8:31 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*