Bagaimana mengukur kepuasan pelanggan ? Ini soal sulit dan gampang sekaligus. Disini kita sebagai pelanggan kadang terjebak dengan dikotomi perbedaan asking too much atau taken for granted. Christopher WL Hart – konsultan perbaikan kualitas pelayanan – mengatakan bahwa pelanggan justru merasa ‘ bersalah ‘ jika perusahaan memberikan garansi berlebihan atas ketidakpuasan mereka. Ini menunjukan sebenarnya pelanggan selalu bersikap jujur dan fair. Yang sewajarnya.
Tidak salah. Absolutely right. Memang benar.
Kalau saya membeli tiket pesawat Lion. Ekspektasi saya hanya bisa berangkat dan tiba sesuai jadwal. Itu saja. Saya tidak perduli bahwa pesawatnya B 737 – 200 atau generasi terbaru B 737 – 900 ER. Tidak perduli akan dikasih makanan, Tidak perduli stewardess akan ramah atau tidak. Hanya jadwal yang saya tuntut. Itu karena sejak awal saya berhubungan transaksi dengan Lion, bukan Singapore Airlines. Jika saya berharap dikasih makanan artinya asking too much.
Kita membayar saja masih menghadapi kualitas pelayanan ala kadarnya, apalagi yang gratisan. Sama seperti kita meminta lampu penerangan di setiap shelter pemberhentian bus. Sudah bagus diberi tempat perlindungan, masih mau minta lampu.
Kalau misalnya blog gratisan dagdigdug saya performanya tidak maksimal. Karena semua comment dan spam yang masuk selalu otomatis masuk ke moderation. Atau ada komen yang masuk ke dalam email, tetapi tidak nongol di ruang komen postingan. Ya, harus mengerti bahwa ini produk baru.
Ketika teman saya menanyakan bagus mana dagdigdug sama blogdetik. Saya harus memilih produk kebanggaan Paman Tyo . Dia khan sahabat saya. Repotnya nanti kalau teman saya itu memiliki keluhan. Pasti dia misuh misuhnya ke saya. Karena ia tak kenal Paman Tyo.
Sementara mustahil juga saya misuh ke sang Paman yang pengayom itu.
“ Ah kamu….( sambil tersenyum dikulum ) Ini khan mainan yang masih dalam pengembangan “ . Jawabnya bijak. Menutup rapat rapat protes saya. Terkunci.
Apakah harus begitu ? Menurut saya ruang gratisan atau bayar, sepanjang principle sudah menawarkan sebuah produk jasa. Ia sudah harus konsisten dalam tampilan ( tangibles ), kemampuan mewujudkan janji ( reliability ), tanggapan memberikan pelayanan ( responsiveness ), jaminan pelayanan ( assurance ) dan yang paling penting kemampuan memahami pelanggan ( emphaty ).
Itu semua adalah prinsip prinsip dasar kepuasan pelanggan.
Saya sangat kesal sewaktu menonton Chelsea vs MU sempat terhenti hang karena gangguan hujan dan angin. Jika Astro masih belum menemukan cara bagaimana bisa menghilangkan gangguan sinyal sewaktu hujan. Maka seharusnya ia jangan memaksakan berjualan. Tunda dulu sampai ia bisa memiliki teknologi seperti Indovision yang anti brenyek kalau hujan.
Padahal kita sudah membayar dan tentu saja uang tidak bisa kembali.
Dulu Sempati Air sempat membuat komitmen, setiap keterlambatan per menit, penumpang akan mendapat ganti rugi Rp 1,000,-. Kalau terlambat sejam berarti dapat Rp 60,000,- atau setara US $ 30 kurs jaman itu. Hanya tak bertahan lama, karena problem klasik negeri ini. Konsistensi.
Konon juga janji commited dari celoteh gadis gadis Bintang Mawar atau Rasa Sayang yang berpromosi “ Kena gigi duit kembali “.
Ternyata memang tak ada yang menerima duitnya kembali. Karena pelayanan prima dan pelanggan puas. Itulah sebuah komitmen.
58 Comments
Totok Sugianto
May 5, 2008 at 4:22 pmtidak ada makan siang gratis mas hehehe… mau telat, mau delay, mau nyebur ke laut semua kudu bayar. Oh ya mas di sekitar stasiun malang kotabaru itu kalau malam juga sering ada bencong yang promosi “Omm.. kena gigi uang kembali ommm..”
meitymutiara
May 6, 2008 at 11:07 ampak iman,
sebagai konsumen (user) yang mungkin harus dipahami bersama adalah ketika pemain baru untuk penyedia jasa itu hadir, user juga jangan over expected, banyak alasan yang melatarbelakanginya. tapi juga jangan lantas menolak, karena siapa tau si pemain baru ini nantinya akan jadi market leader. ditahun2 pertama, mereka akan berjuang untuk grap the market, mencari posisi dan arahnya. tapi siapa yang tau kalau kemudian ditahun2 berikutnya produk/service yang ditawarkan justru jadi bagian dari kebutuhan kita sebagai konsumen (user).
atrix
May 7, 2008 at 9:46 amKepuasan pelanggan terkadang tidak selalu diukur post-subscribe, terkadang kondisi pre-subscribe (prior/sebelum) kontrak berlangganan berlaku juga menjadi penilaian dan pertimbangan kita puas, senang, kesal, muak dengan suatu perusahaan jasa.
Ambil contoh perusahaan jasa dengan varian dan harga produk yang reasonable tentu menarik perhatian, namun saat marketing mereka menawarkan produk terkesan mengejar2, memaksa dan menteror. Suka tidak suka, opini awal kita ttg perusahaan itu akan otomatis berubah.
yosef
December 19, 2008 at 8:54 ambagaimana mengukur tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar? send to my email OK! thank’s!
faried.agung.a
January 31, 2009 at 12:59 pmbgmn mengukur tingkat kepuasan pelanggan’cutomer saticfaction’ yang akan dipergunakan sebagai usaha memperluas pangsa pasar’market share’? thank’s, send to my e-mail. Ok. pertanyaannya sama dg yosef
sinar903621
March 20, 2009 at 2:59 pmBicara masalah servis(pelayanan) Indonesia negara terjelek ,kata bossku di Perusahaan Minakata Boeki dulu ,saat pergi dinas 8 tahun yang lalu dan menginap di suatu hotel di Jakarta.1.Begitu turun dari pesawat di bandara Sukarno Hatta,sopir taksi langsung menyerbu kami ,yang satu sopir menarik barang ,sopir lain menarik kami..jadi bagasi dan kami terpisahkan oleh sopir taksi berandalan.Kami ini tamu ekh gila!!malah dibentak-bentak oleh bajingan sopir.2.Setelah kena marah akhirnya saya dan bossku itu memutuskan dan naik taksi.Ternyata setelah masuk mobil ada transaksi gila,sampai tujuan mau charter atau meteran?katanya.Karena kami nggak mau ditipu ya udah minta charteran aja berapa,jawabku pasrah.Ternyata setelah transaksi pembayaran kami sepakati,sopir taksi gila dalam mengemudikan mobilonya,kencang!!!mau menang sendiri dan selalu zigzag mendahului mobil2 yang lain dengan pasang klakson keras2 berkepanjangan.’Ini kemudi tidak aman ,mati konyol segera menunggu’bossku marah padaku dan aku cuma bengong.3.Dan saat nginap di hotel yang semalam seharga 500.000 rupiah pun ,pelayanannya primitif.Karena bossku baru pertama kali ke Indonesia jadi karena belum terbiasa dengan makanan Indonesia maka dengan sengaja membawa cupnoodle untuk makan malam.Dua jam kami diperlakukan kasar karena tidak juga roomservice membawakan airpanas yang kami pesan untuk nyantap noodle itu.Aku pergi ke front office ,marah dan minta segera dibawakan air panas.Namun dengan entheng FO bilang tolong tunggu sebentar pak ya.(Anjing semua orang hotel ini,hatiku…) dan karena ternyata air panas pun tak kunjung tiba,aku bilang :minta berapa untuk bisa diantar airpanas ?bentakku pada recepsionist lewat telpon.Jawabnya: terserah mas aja dan kasihkan pada yang ngantar.Anjing!!!!!!(kata hatiku marah)………Dari pengalaman itu rasanya bossku tidak bisa mempercayaiku dan tidak mau berniat lagi untuk mengadakan riset pembuatan pabrik di Indonesia.Dasar Indonesiaku yang anjing.Gara-gara kalian bermoral bejat ,investor nggak akan krasan mendekatimu.SEmoga kalian tetap miskin dengan perilakumu ,kata hatiku marah……
ndafender
October 11, 2009 at 10:06 ammemang kepuasan pelanggan jarang terdengar oleh pihak yang mustinya memperhatikan pelanggannya. pihak mereka biasanya tenang klo pembayaran telah dilakukan oleh pelanggan sedangkan untuk komplain dan keluhan hanyalah sampah yang mereka injak injak… payah orang indonesia… dalam hatinya seperti tidak punya tuhan… lihat para orang orang sholeh mereka bertindak karena Allah swt dan takut akan dosa yang dia lakukan…. mudah mudahan orang indonesia khususnya muslim menerapkan jiwa islamnya dalam bekerja….
EVALUASI MUTU PELAYANAN DI APOTEK | nengahwidya
April 20, 2013 at 10:07 pm[…] mengevaluasi tingkat kepuasan pelanggan, tingkat kepentingan pelanggan dan tingkat kepuasan pelangggan atas pelayanan yang diberikan harus […]