Suatu hari IJ Kasimo, pendiri Partai Katolik bersama Frans Seda dipanggil Pak Harto ke Bina Graha tahun 1973. Sambil ngobrol ngalur ngidul, Pak Harto lalu mengatakan akan membuat keputusan dengan menyederhanakan jumlah partai yang begitu banyak saat itu menjadi hanya 3 partai. Yang mewakili Islam, Nasionalis dan Golongan Karya.
Partai Katolik dipersilahkan melakukan fusi – melebur – dengan partai Kristen, partai murba , dan partai partai nasionalis seperti PNI.
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya di Jalan Borobudur, ia berpikir keras. Bagaimana mungkin ‘ partai baru ‘ ini bisa berjalan. Secara ideologi partai Katolik berbeda dengan PNI. Bahkan dalam jamannya Bung Karno, Partai Katolik bersama partai Islam lainnya ( minus NU ) menolak konsepsi Presiden tentang demokrasi terpimpin yang diwakili PKI, NU dan PNI. Namun siapa bisa menolak keputusan Pak Harto saat itu.
Sejarah telah digulirkan. Partai Persatuan Pembangunan , Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia menjadi representasi demokrasi orde baru.
POLITIK
Godaan : Caleg
Posted on March 7, 2008Selesai sebuah seminar, saat saya menjadi salah satu pembicara beberapa waktu yang lalu, seorang ketua partai ‘ gurem ‘ mendekati saya. Ia menyodorkan kartu namanya.
“ Jika anda tertarik dengan perubahan di negeri ini, mari kita ngobrol ngobrol “
Saya hanya tersenyum dan menerima kartu itu dengan sopan.
Belum lama, seorang petinggi partai besar menelpon saya. Dulu saya pernah membuat film iklan kampanye pilpres buat bossnya. Saat itu calon calon Presiden, mau dan sukarela disuruh diatur oleh seorang sutradara. Kali ini ia meminta saya datang untuk bincang bincang di kantornya.
“ Biasa boss, kita butuh dukungan suara suara pekerja film “
Lain waktu ketika menghadap salah seorang ketua fraksi di DPR sehubungan dengan masalah kebijakan Pemerintah di dunia film iklan. Sang ketua menggoda dengan pertanyaan menggelitik.
“ Nggak tertarik ke politik ? “