Selalu ada cara untuk menggali ide ide dan inspirasi pekerjaan yang mendadak buntu. Tentu saja undangan menonton Festival Kebudayaan Yogyakarta menjadi oase yang menyegarkan. Sekaligus menemui seseorang di Keraton. Puncaknya adalah pemutaran sebuah film ‘ Cintaku di Kampus Biru ‘ di dalam Benteng Vredeburg. Ini hanya sekadar roman picisan karya novelis Ashadi Siregar – dulu dosen UGM – yang diangkat ke layar perak melalui besutan sutradara Ami Priyono. Konon ini adalah ‘ Ada Apa Dengan Cintanya ‘ periode tahun 70an, dan menjadi film dengan jumlah penonton terbanyak periode 1977 – 1979.
Tidak seperti peran Rangga yang jaim, disini Anton – yang diperankan Roy Marten – menjadi playboy, aktivis mahasiswa Universitas Gajah Mada yang pintar dan banyak akal bulunya. Ia juga mencintai dosennya yang killer, Ibu Yusnita.
Menurut antropolog Karl G. Heider, Kampus Biru disebut sebagai film Indonesia pertama dengan adegan ciuman di bibir secara penuh. Rae Sita yang sekarang menjadi anggota Badan Sensor Film, saat itu masih muda dan membiarkan Roy Marten mengulum bibirnya berkali kali.
Ada yang lebih menarik dari film ini bahwa ide penggabungan muatan budaya dengan kehidupan remaja – saat itu – bisa tetap relevan. Jadilah kita melihat kehidupan mahasiswa di kampus Gajah Mada dan kerja praktek di pedesaan. Ada juga pameran lukisan, wayang kulit, romantisme pantai Parangtritis, Kaliurang dan juga ciuman.
Anton yang terlalu percaya diri, GeEr dengan pesona dirinya akhirnya kehilangan pacar pacarnya. Marini dilamar sahabatnya sendiri. Widuri menolaknya dan Ibu Yusnita memilih kawin dengan koleganya. Hanya tinggal Erika yang masih berharap, berlari mengejar sambil berteriak di ending film. “ Mas Antooooooooooooonnn “.
Tentu saja ini bukan resensi film. Ini menjadi stimulasi pemahaman bahwa film menjadi cermin budaya sebuah peradaban. Jogja dan kota kota budaya di negeri ini masih berjuang keras, agar hidup mereka tetap bisa eksis. Bertahan dari dunia yang semakin rumit. Jogja yang ada dibenak saya adalah sebuah kota yang digambarkan Umar Kayam dalam tulisannya ‘ Mangan Ora Mangan Asal Kumpul ‘. Pergulatan dunia modern seperti Prof Lemahamba, atau dik Prasodjo yang waskita, dengan orang orang seperti Rigen dan Nansiyem dari Gunung Kidul.
Dan dari atas Jeep “ Kiai Garuda Yeksa ‘ . Pakde Umar Kayam bisa menerima Jogjanya yang kini menjelma menjadi kota baliho dan reklame. Tentu saja tak ada yang sempurna. Selalu ada sisi lain yang tak bisa hilang. Nafas kota ini dan persahabatannya manusia manusianya. Tak pernah ada bosan bosannya.
Bertemu teman baru dari Tanah Suci. Museum. Lesehan di depan PKU Muhamadiyah atau duduk makan sate ayam – kulit atau daging tipis tipis – yang dijajakan perempuan perempuan di depan Benteng. Saya bisa menikmatinya.
Sambil sarapan lontong opor di trotoar bawah pohon pohon kampus Gajah Mada. Kali ini saya tidak mendengarkan puisi seperti yang dilakukan Anton dan Erika dahulu. Tetapi mendengarkan nyanyian mahasiswa UGM yang mengamen. Hati saya meluap luap mengetahui dari penyanyi itu ada seorang bloger yang pernah membaca tulisan saya. Sebagaimana Anton yang hanya tinggal memiliki Erika. Tentu saja saya masih memiliki Jogja.
Terima kasih Jogja. Terima kasih Cah Andong untuk persahabatan yang kau tawarkan.
74 Comments
venus
June 16, 2008 at 11:22 pmmengulum?? halah kok bahasanya mengulum sih??? mencium lebih indah. atau menyesap. hyahahaha….
sluman slumun slamet
June 16, 2008 at 11:47 pmsuasana jogja memang menghanyutkan… semoga kota ini tidak menjadi bengis 😀
Epat
June 16, 2008 at 11:51 pmmemang, kota jogja selalu penuh kenangan….
leksa
June 17, 2008 at 12:10 amJogja memang luar biasa Mas..
tetapi buat buruh2 kontrak Jogja seperti saya, waktu bisa menjadi sama saja,..bisa mengalir cepat laksana alur jakarta..
sampai2 tidak bisa menemani mas iman di 2 hari itu… 🙁
punten mas..
semoga kemping gunung kidulnya jadi 😀
dian
June 17, 2008 at 12:13 ammakanya sekarang rae sita si mata indah itu meloloskan adegan ciuman di tiap pilem yak 😛
kw
June 17, 2008 at 12:14 amdaun di atas bantal gak diputar ya mas? 🙂
Nazieb
June 17, 2008 at 12:30 amAh ya, semoga Jogjakarta yang tenang itu tetap menjadi lawan dari Jakarta yang sumpek..
Ray
June 17, 2008 at 1:40 amSebuah tempat yg kelak akan kuhabiskan sisa umurku disana 😉
aris
June 17, 2008 at 2:36 amjadi ingat lagunya KLA Project
ilham saibi
June 17, 2008 at 3:00 amahhhh jogja yang berhati nyaman, jogja kota yang membuat betah sebetah betahnya 😀
Yahya Kurniawan
June 17, 2008 at 4:03 amMas, saya sudah nemu blog Anda sekarang, hehehe
nico
June 17, 2008 at 4:04 amHihihi… Sate kulit/daging tipis2 jg dibahas.
Next, kemping di pantai seru kayaknya mas.
Marisa
June 17, 2008 at 5:11 amYogya is indeed a lovely city, tapi panas buanget! Buset. Terakhir kesana, langsung item.
Saya kepingin ke Malang.
Salam kenal untuk pak Iman dan semuanya. 😀
Silly
June 17, 2008 at 6:54 amhmmm… film itu memang meggggaaaanggg banget yach, hahahaha…
Btw, duh, jogja yach… I love that city, dan rasanya pengen lagi kesana… Pasti beda rasanya sekarang, secara udah kenal cah Andong dan Tikabanget ituhhhhhh… 😀
I’ll come again oneday…
sawali tuhusetya
June 17, 2008 at 7:19 amfilm benar2 akan mampu menjadi sebuah cerminan budaya dan agen peradaban apabila kaum sineas kita benar2 punya semangat *halah sok tahu* utk menggali nilai2 kearifan lokal, tak hanya melulu mengabdi kepntingan kaum kapitalis, mas iman, hehehehe 😆 semoga dunia sinema kita mulai melirik ke sana!
iway
June 17, 2008 at 7:20 amakal bulu ?? hemm bulu-bulu itu memang menumpulkan semua akal ya mas iman ya 😀
angki
June 17, 2008 at 7:42 amAntooooon
😆
Thx juga Mas Iman atas pertemuannya
aprikot
June 17, 2008 at 8:00 amjogja never ending asia eh journey ding, mas iman aku kok ga diajak :((
Nayantaka
June 17, 2008 at 9:09 ampengin muliiihhh…..
Fitra
June 17, 2008 at 9:23 amSaya mencintai Yogya seperti saya mencintai Alm. suami saya….tempat kelahiran dia dan dibesarkan……berada di kota ini membuat saya selalu mencium aroma tubuhnya dengan jelas…..
daaan
June 17, 2008 at 9:42 amItulah sebabnya saya tidak akan beranjak dari jogja 😀
zam
June 17, 2008 at 9:45 amkangen jogja!!!!
*nangis koprol=koprol*
Hedi
June 17, 2008 at 10:09 ambusyettt ami priyono, sutradara top…sampeyan mau nerusin kinerja beliau ga mas? 😀
bangsari
June 17, 2008 at 10:28 ambikin sekuelnya aja mas.
judulnya: hantu skripsi di kampus biru.
pemain utama: tika, anto, arya
😛
Saya mencintai Yogya sepertia saya mencintainya… « L’Histoire de Moi
June 17, 2008 at 10:49 am[…] Adalah sebuah komen yang saya post di blog ini. […]
dini
June 17, 2008 at 11:12 amkok jadi seperti cintaku “di cium pertama kali” dikampus biru yah… hehehe… pertama kali ciuman juga di kampus huahahaha
Sondha
June 17, 2008 at 11:38 amYogya… Bila pernah menetap di kota ini, seminggu, sebulan, setahun, beberapa tahun, sedasa, atau entah berapa waktu pun…, kita tidak akan pernah bisa melupakannya.. Seluruh nafas dan jiwa kota ini akan mengisi relung hati dan kenangan…, yang mebuat kita rindu dan ingin kembali ke yogya…
Hanya melihat kilasan gambarnya di tv, media cetak atau apa pun akan mampu membuat air mata kerinduan menetes, meski anda telah kembali ke kota itu berapa kali dalam setahun…
tania
June 17, 2008 at 12:12 pmhehehe saya sepertinya tau deh siapa mahasiswi yang ngamen dan penah baca tulisan mas iman;p
funkshit
June 17, 2008 at 12:12 pm@dini
wah blognya bundarara… sekilas mirip ama buanadara :D:D
tentang filmnya, sebenrnya saya lebih setuju klo erika tetep sama tunangan nya aja. anton
bilangyang pleyboy kurang ajar dan ketawanya ngekek itu biar tau rasa . .Donny Verdian
June 17, 2008 at 12:14 pmBulan Juli besok, genap sudah 15 tahun aku tinggal di Yogya!
Kota yang tak akan pernah terlupakan, satu komunitas hidup yang tak pernah berkesudahan!
Selamat Mas, anda pun juga terbukti memiliki Jogja dengan sudut pandang Anda sendiri.
ndoro kakung
June 17, 2008 at 12:34 pmah, kota kelahiranku … 😀
PeTeeR
June 17, 2008 at 12:37 pmsetuju sama komen pangsit. mending erika tetap ama tunangannya dari pada ama ANTON
BILANGyang belum lulus2 itu.*kabur sebelum antonbilang datang*
unai
June 17, 2008 at 1:05 pmAh ke Jogja, saya ndak pernah diajak ketemuan juga 🙁
nna
June 17, 2008 at 1:16 pmya dulu pernah bercita-cita pengen tinggal di jogja juga kayaknya adem tentrem gitu…
dewa
June 17, 2008 at 2:57 pmjogja memang berhati nyaman dan berhati nyam – nyam,mas 😀
Dimas
June 17, 2008 at 3:17 pmjogja… aku harus meninggalkannya, huhu… temani daku di jakarta mas iman, wakaka…
amril
June 17, 2008 at 3:20 pmYogya memang kota yang eksotis dan romantis, terlebih disana, belahan jiwa dan ibu dari anak-anak saya, dilahirkan dan dibesarkan.
Liburan sekolah anak-anak bulan depan saya rencana mau kesana, mau ikut Mas Iman? 😀
titi
June 17, 2008 at 3:30 pmsaya juga mau menghadiri wisuda kakak saya disana akhir bulan ini, namun entah kenapa, jogja menorehkan luka sehingga rasanya tidak ingin kembali disana. *bete-mode-on*
oon
June 17, 2008 at 4:25 pmhiks..jogja emang bikin kangen….cuman ya itu makin semrawut rasane deh…abisnya yang pada dateng kejogja, pada betah sih 😛
aminhers
June 17, 2008 at 4:37 pmJogja kota kenangan bagi semua orang yg pernah kesana
Sari
June 17, 2008 at 4:52 pmJogya aku ingin kembali menyelami denyut nadimu. hu..hu..hu…(jadi inget waktu perpisahan sekolah 11 tahun yang lalu)
nonadita
June 17, 2008 at 5:00 pm*buru2 ngepak baju untuk berangkat ke Yogya*
Huumm…
Cintaku di Kampus Biru (CDKB) versi film sama ngga sih dengan versi sinetron yang dibuat pada tahun 2002?
Waktu saya kuliah tingkat satu, sinetron CDKB dibuat versi sinetronnya dengan mengambil lokasi syuting di Kampus IPB, Dramaga Bogor. Mungkin pengennya ke UGM tapi kejauhan kali yaaa??
sesy
June 17, 2008 at 6:22 pmjogja will always be special place 4 me. jogja memang beda mas.
caroline
June 17, 2008 at 7:42 pmjadi tersanjung nih, secara guweh juga orang jogja geto lohh…
tapi emang jogja tuh kota yang adem ayem alon2 asal klakon dan berhati nyaman (halahh)…
antobilang
June 17, 2008 at 8:02 pmdan jelata CA siap jadi pelengkap perjalanan mas iman setiap ke Jogja. 😀
syaratnya mas iman datang harus selalu sama sarahbakulsempak
June 17, 2008 at 9:05 pmhmmm….setuju aja deh dengan antobilang
cK
June 18, 2008 at 2:26 amsaya baru ke jogja cuma sekali aja… 😐
Iman
June 18, 2008 at 6:53 amAntonbilang,
dicatat….
Nonadita,
Sama..cuma versi sinetron seperti biasa kehilangan rohnya..
Fungshit
Iya tuh,,bisa keliru buanadara sama bundarara he he
titi,
mantan orang jogja ?
Gita,
laaaaaaaallii…maap maap
Abe Poetra
June 18, 2008 at 8:52 amLah, saya kirain yg mempopulerkan “makan gak makan asal ngumpul” itu SLANK, aih.. aih.. ternyata Umar Kayam toh. Eniweee.. Pengen ke Jogja. Terakhir ke Jogja itu waktu TK apa SD gitu yah? 😀
edratna
June 18, 2008 at 10:10 amMas Iman, kok nggak dibahas tentang warung internetnya, yang udah sampai di angkringan? Dan hotspot dimana-mana? Atau mau postingan tersendiri?
Bagi saya Yogya punya kenangan tersendiri, kenangan masa muda, dan setiap kali jenuh di awal bekerja, menyusuri Malioboro sampai lelah, agar saat masuk ke kamar kost tinggal nggletak…