Laweyan – Maguwo

Kampung itu tak terlihat lagi semangat yang pernah menggetarkan pergerakan kebangsaan di negeri ini. Ada sisa sisa wajah keras mengangkut bal bal kain dengan sepeda. Hanya itu yang bisa memasuki labirin jalan jalan kecil di balik kampung  batik Laweyan.  Seorang wanita pembatik tulis tak peduli pada orang orang yang memandangnya takjum.
Ia juga tak tahu apakah keahliannya yang turun dari beberapa generasi sebagai kutukan atau berkah. Sebagaimana nenek kakeknya. Ia masih saja duduk di ruang yang pengab dan panas. Bersimbah bau lilin malam.

Padahal dari sana Samanhudi pernah membangkitkan solidaritas pedagang dan saudagar pribumi melalui Sarikat Dagang Islam. Bentuk perlawanan terhadap saudagar asing yang mencengkeram pengaruhnya di lingkungan Keraton Surakarta.
Malam itu Laweyan masih basah dengan hujan yang turun sejak saya memasuki Klaten. Di pojokan laweyan, Hotel ‘ Roemahkoe ‘ dengan gaya art deco –  sisa sisa kebesaran saudagar batik jaman dulu – menjadi tempat persinggahan semalam.

Saya membayangkan KH Agus Salim berdebat keras dengan Semaun disini. Sebuah awal perpecahan Sarikat. Kelak Semaun yang membawa Sarikat Dagang Islam  menjadi ‘ merah ‘.
Romantisme kiri dan kanan pergerakan priyayi jawa ini mendadak buyar dengan nyanyian keras dengan iringan organ tunggal.  Lagu pop kreatif  lawas ‘ Sepanjang Jalan Kenangan ‘ menjadi sangat mengganggu.  Padahal ada seperangkat gamelan disana. Bisa jadi  ‘ nembang ‘ yang pelan dan sayup sayup lebih pas. Merajuk dan manja.

Sama seperti Sarikat Dagang Islam yang terengah engah menahan gempuran hegemoni saudagar asing, raja yang ambivalen dan priyai priyayi merah. Laweyan kini juga terengah engah berjuang sendiri menjadi salah satu sentra batik Solo.  Ia butuh promosi dan dukungan.
Wanita pembatik tulis tadi tak membutuhkan pengakuan sebagai the happy selected few people yang patut dilestarikan. Ia  hanya butuh turis turis dan orang orang membeli – juga memakai – batik yang akan memutar roda ekonomi mikro rakyat.  Sesuatu yang pasti memaksanya untuk bertahan pada pilihan profesinya.

Kampung batik ini memang tak sekedar tempat membuat batik. Ia menjadi saksi sejarah pergerakan kebangsaan yang pernah kita miliki.
Sayang saya tak sempat berlama lama. Tiba tiba saya sadar waktu sudah sedemikian mepet untuk mengejar kereta Pramex ke Stasiun Maguwo Jogja. Saya harus mengejar pesawat sore ini kembali ke Jakarta. Beruntung saya bisa memaksa tukang beca untuk mengayuh lebih cepat menuju stasiun Purwosari.

Perjalanan kereta hibahan dari Jepang ini membuat saya teringat route stasiun Kalibata ke kampus UI Depok lebih dari lima belas tahun lalu.
Hujan kembali menyertai perjalanan kembali ke Jogja. Tetes tetes air hujan kaca jendela membuat jalan pikiran sendu. Pararel dengan titik titik notkah yang mengalir liar. Orang orang yang terkantuk kantuk karena angin sejuk dari balik jendela.  Pedagang yang membawa berkoli koli barang yang memacetkan jalan di dalam kereta. Padahal ada kertas pengumungan di jendela peron.
‘ Kereta ini bukan kereta barang ‘ serta ketentuan berapa kilogram dan ukuran  barang yang boleh dibawa .  Ah, siapa peduli.  Saya menikmati berdiri didepan seorang gadis manis – puteri solo – yang terkantuk kantuk.

Mata saya berharap, ada kursi lowong disebelahnya. Berharap ada waktu bercakap cakap membuang kebosanan selama 45 menit ke depan.
Saya memang beruntung. Karena selepas Klaten , si mbak yang duduk di sebelahnya beranjak pergi. Mendadak lagu ‘ Sepanjang Jalan Kenangan ‘ terasa pas di penghujung sore yang lembut.
‘Sepanjang jalan kenangan
Kita slalu bergandeng tangan
Sepanjang jalan kenangan
Kau peluk diriku mesra
Hujan yang rintik rintik
Di awal bulan itu
Menambah nikmatnya malam syahdu ‘

Maguwo makin mendekat dengan saat melihat jejeran mobil mobil parkir di bandara Adisucipto.  Gadis mahasiswi itu melambai ketika saya turun melangkah di stasiun Maguwo. Saya berharap matanya tak lepas memandang sampai saya hilang di balik gerbong kereta. Tak ada janji yang dibuat. Walau kelak suatu saat kembali ke Solo. Entah kapan.
Suara klakson Kereta api itu terlalu memekakkan telinga.

You Might Also Like

46 Comments

  • cak Dh1k4
    January 2, 2009 at 9:06 pm

    Wah berkesan ndak mas waktu d solo ? sakjane pingin ktemu sampean bareng tukangg nggunem dan putra daerag tapi aku ditinggal ki piye jal ?

  • haris
    January 2, 2009 at 9:09 pm

    tentu saja laweyan telah berubah, mas. sudah tak seheroik dulu…kini desa itu hanya sebuah desa wisata yang semoga saja bs terus bertahan dg batik-nya.

  • blontankpoer
    January 2, 2009 at 9:09 pm

    siapa nama perempuan nahas itu, ya?
    sempatkah menanyakan namanya?

  • hedi
    January 2, 2009 at 10:03 pm

    kenapa putri solo itu ga dicegat di stasiun aja, mas? 😉

  • Andy MSE
    January 2, 2009 at 10:14 pm

    Kok iseng ajah,pake motret cewek… Ada-ada ajah!… Hehehe

  • Helene
    January 2, 2009 at 11:56 pm

    Mas Iman, saya selalu tertarik ama tulisan mas Iman selalu ada ada kilas balik dr satu sejarah, diselipi dng cerita kehidupan. Membuat saya banyak belajar….!! Met Tahun Baru, mas Iman.

  • meong
    January 3, 2009 at 12:00 am

    jadinya mencicip rasa terminal terpadu ya? ^^
    jam pramex yg kapan tu, mas ?

    btw kok sekarang suka banget dengan yg syahdu2 sih ? 😛

  • Epat
    January 3, 2009 at 1:06 am

    punya blog gak mas si cewek itu? hehehe

  • Dony Alfan
    January 3, 2009 at 1:59 am

    Guyonan tentang juragan batik di Laweyan: Dulu, juragan batik di Laweyan kayanya minta ampun, bahkan tujuh turunan tak akan habis. Sayangnya sekarang ini sudah keturunan ke-8, 9, atau 10, jadi ya tinggal receh dan utang2nya saja 😀

    Btw, di dalam Pramex memang banyak ‘pemandangan’ indah yang mencerahkan mata. Apakah gadis itu adalah calon bintang iklan baru yang akan mas Iman orbitkan setelah Sarah? Hehe

  • suryaden
    January 3, 2009 at 3:38 am

    laweyan…kalo batik harganya selaweyan yo tuku aku, tak jamin laris manis…
    hihihi…

  • leksa
    January 3, 2009 at 4:17 am

    wah mas,..
    bisa nyicip terminal terpadu jogja :D..
    plus putri solo nya …

    *dia pasti mnuju jogja, kul mana dan tgl dimana mas?

  • Donny Verdian
    January 3, 2009 at 4:47 am

    Wes ditakoni alamat email, YM dan blacberry pin-nya belum, Mas? Heheheh
    Sugeng warso enggal, Mas Iman!

  • mantan kyai
    January 3, 2009 at 6:13 am

    mengagendakan solo d ahir bln

  • Nika
    January 3, 2009 at 7:50 am

    Masa kereta pramex hibah dr Jepang? Bukannya produksi INKA Madiun? Kan ada to tulisan itu di dlm kereta?

  • cakbud
    January 3, 2009 at 7:52 am

    perjalanan yang mengesankan nih mas

    salam kenal

  • dondanang
    January 3, 2009 at 9:02 am

    wah sayang batik tulis gak ada yang melestarikan. Lama lama pasti hilang. Tapi gadis solo itu dilestarikan gak? 🙂

  • omoshiroi_
    January 3, 2009 at 9:46 am

    hah!! Semaun dulunya pembatik tulis?

    *fast reading*

  • budiernanto
    January 3, 2009 at 10:23 am

    bagus mana sama batik pekalongan?

  • nico
    January 3, 2009 at 1:16 pm

    hwaaa nyesel gag ikut!

  • boyin
    January 3, 2009 at 2:27 pm

    kurang panjang nih bacaannya..lagi asik baca, eh wes entek…

  • zam
    January 3, 2009 at 3:18 pm

    kereta prameks ada 2 jenis, yang hibah dari JEPANG dan ada yg baru bikinan INKA. kalo melihat sekilas dari foto, sepertinya ini kereta baru, bikinan INKA (warna kuning/ijo)..

  • afwan auliyar
    January 3, 2009 at 8:58 pm

    wah betapa beruntungny perjalanan kali ini mas yak 🙂
    salam buat putri solo nya 🙂

  • pakdejack
    January 3, 2009 at 10:48 pm

    waduh kasian tukang becaknya disuruh ngebut..

  • serdadu95
    January 4, 2009 at 12:43 am

    (ru)Mahguwe ndak begidu jawuh dari stasiun Maguwo lhoo Mas.
    (*njut ngopoo..??*)

  • Catra
    January 4, 2009 at 9:38 am

    Sarikat Islam salah satu kekuatan besar politik pada saat itu. Tapi akhirnya terpecah menjadi dua akibat merembesnya ideologi politik kiri ke internal SI. yang pada akhirnya terbentuklah SI merah yang berisi orang-orang berhaluan kiri, tapi tetap memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, walau dengan jalan tanpa kompromi, radikal, dan garis keras. Bukan sebuah organisasi antagonis seperti yang orang-orang ketahui

  • ANAFITRYA
    January 4, 2009 at 10:31 am

    BAPAK2 PEKERJA YG TIAP HARI MONDAR-MANDIR JOGJA SOLO PASTI AKAN BERHARAP UNTUK DUDUK DIDEPANNYA BUKAN DISEBELAHNYA 🙂 …

  • Rystiono
    January 4, 2009 at 1:29 pm

    Maguwo itu yang dulu jadi tempat pelatihan pilot-pilot pertama Indonesia itu ya pak Iman?

  • gambarpacul
    January 4, 2009 at 3:16 pm

    weh….dah lama nggak naik pramex mas….! katanya sekarang dah sampe Kutoarjo

  • hengki
    January 4, 2009 at 3:40 pm

    cie cie pak iman.. kenalan gak pak sama ce solo nya???
    punya obeng gak ya dia???

  • kenny
    January 4, 2009 at 4:25 pm

    dah tukeran nomer hp blm? 😀

  • iman brotoseno
    January 4, 2009 at 5:20 pm

    Ristiono,
    ya..sekarang jadi Bandara Adisucipto..
    Catra,
    awal gerakan kebangsaan melawan penjajahan memang meliputi semua islam, nasionalis dan komunis.. itu sudah disebut sebut dalam tulisan Bung Karno di ‘ Islam, Nasionalis dan Marxis ‘ – ( di bawah bendera revolusi )

  • tukang Nggunem
    January 4, 2009 at 11:00 pm

    Saya bilang juga apa, lebih enakan naek kereta pramex kalo mau ke Jogja-Solo atau sebaliknya, daripada naek kereta carteran, huehehehe…bukan apa2 soalnya “pemandangannya” suka bikin enggan turun meski udah sampe stasiun tujuan…

  • didut
    January 5, 2009 at 2:43 am

    negri ini memang kurang menghargai sejarah apalagi peninggalannya *keluh*

  • ika
    January 5, 2009 at 11:11 am

    uhui… mas iman…. ireng manis atau kaya macan luwe mas?

  • Nyante Aza Lae
    January 5, 2009 at 11:31 am

    btw…nomor hape sang gadis solonya dimintak gak mas??

  • mie2nk
    January 5, 2009 at 4:42 pm

    wah, boleh juga tuh cewekna…

    klo da nomer Hpnya aku boleh minta gag??

    hehehe….

  • ZAKAR MU KAZAR
    January 5, 2009 at 4:43 pm

    I…hi…..

    Tahun batu, eh sory Tahun baru, cewek baru, simpenan baru, i….hi………

    Pasti mas iman pas duduk disampingnya Hongat ya mas, hehehe……

    Normal kok mas laki-laki harus Hongat mas

    Sudah di janjiin apa aja cewek itu mas?

  • wku
    January 5, 2009 at 5:09 pm

    hmmm… jadi kangen solo… dekat situ ada selat solo yang ngangeni juga mas iman…

  • ikhsan
    January 5, 2009 at 6:29 pm

    tau dari mana mas dia putri solo?

  • edratna
    January 5, 2009 at 7:20 pm

    Pramex itu kereta express Solo-Yogya ya? Atau Prambanan Express?

    Laweyan, jadi ingat tahun 60 an…..saudagar batik Laweyan, terkenal kaya raya.

  • ciwir
    January 5, 2009 at 10:49 pm

    ngomong laweyan, jadi ingat cerita simbah dulu tentang “bau laweyan”
    bahwa orang yang dinikah sama orang laweyan mesti meninggal tdk lebih dari 7 hari.
    antara percaya – nggak percaya…

  • jaka
    January 6, 2009 at 12:41 am

    Pedagang yg membawa berkoli2 barang pdahal sudah ada peringatan:
    Itu salahnya DAOP VI sendiri, memakai kursi kereta yg paralel bukan melintang spt prameks lama. Akibatnya ada ruang besar yg bisa dipakai pedagang kulakan. Kalau susunan kursi melintang, orang sudah segan dulu mau memasukkan barang besar.

    Atau DAOP VI mau bikin kereta pasar? Atau kereta dengan tempat khusus penunggang sepeda (spt di eropa) dan pedagang kulakan? 🙂

  • Juliach
    January 8, 2009 at 7:18 am

    Selama perjalanan aku tak pernah diam. Di dalam pesawat pun juga sama, ngobrol terus.

    Jalur itu sama seperti yang aku lalui, naik kreta Paramex dari Jogja-Solo. Aku juga turun di Purwosari soalnya di depan banyak taksi blue bird utk pergi ke Kampung Sewu.

  • wieda
    January 10, 2009 at 11:40 pm

    koq lagunya sepanjang jalan kenanga? mbok mbikin lagu antara laweyan dan maguwo…..hihihi

  • Ardi Lada
    January 15, 2009 at 10:36 am

    di antara nama nama terkenal dan punya nilai historis :
    Laweyan-Maguwo-Sarikat Dagang Islam-Samanhudi-KH Agus Salim-Semaun
    kenapa yang paling nancep di otak malah ‘putri solo’ ya? padahal cuman 45 menit…
    ah mas iman emang pinter bikin cerita…
    ayo mas jangan cuma teaser aja…penasaran nih…:p

  • maguwo
    April 27, 2010 at 1:14 pm

    boleh lah singgah di kampung maguwo..

Leave a Reply

*