Malam minggu. Hawa panas dan angin seolah diam tak berhembus. Malam ini saya bermalam di rumah ibu saya. Selain rindu masakan sambel goreng ati yang dijanjikan, saya juga ingin ia bercerita mengenai Presiden Soekarno.
Ketika semua mata saat ini sibuk tertuju, seolah menunggu saat saat berpulangnya Soeharto, saya justru lebih tertarik mendengar penuturan saat berpulang Sang proklamator. Karena orang tua saya adalah salah satu orang yang pertama tama bisa melihat secara langsung jenasah Soekarno.
Saat itu medio Juni 1970. Ibu yang baru pulang berbelanja, mendapatkan Bapak ( almarhum ) sedang menangis sesenggukan.
“ Pak Karno seda “ ( meninggal )
Dengan menumpang kendaraan militer mereka bisa sampai di Wisma Yaso. Suasana sungguh sepi. Tidak ada penjagaan dari kesatuan lain kecuali 3 truk berisi prajurit Marinir ( dulu KKO ). Saat itu memang Angkatan Laut, khususnya KKO sangat loyal terhadap Bung Karno. Jenderal KKO Hartono – Panglima KKO – pernah berkata ,
“ Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO. Merah kata Bung Karno, merah kata KKO “
Banyak prediksi memperkirakan seandainya saja Bung Karno menolak untuk turun, dia dengan mudah akan melibas Mahasiswa dan Pasukan Jendral Soeharto, karena dia masih didukung oleh KKO, Angkatan Udara, beberapa divisi Angkatan Darat seperti Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan panglimanya May.Jend Ibrahim Ajie.
Namun Bung Karno terlalu cinta terhadap negara ini. Sedikitpun ia tidak mau memilih opsi pertumpahan darah sebuah bangsa yang telah dipersatukan dengan susah payah. Ia memilih sukarela turun, dan membiarkan dirinya menjadi tumbal sejarah.
The winner takes it all. Begitulah sang pemenang tak akan sedikitpun menyisakan ruang bagi mereka yang kalah. Soekarno harus meninggalkan istana pindah ke istana Bogor. Tak berapa lama datang surat dari Panglima Kodam Jaya – Mayjend Amir Mahmud – disampaikan jam 8 pagi yang meminta bahwa Istana Bogor harus sudah dikosongkan jam 11 siang.
Buru buru Bu Hartini, istri Bung Karno mengumpulkan pakaian dan barang barang yang dibutuhkan serta membungkusnya dengan kain sprei. Barang barang lain semuanya ditinggalkan.
“ Het is niet meer mijn huis “ – sudahlah, ini bukan rumah saya lagi , demikian Bung Karno menenangkan istrinya.
Sejarah kemudian mencatat, Soekarno pindah ke Istana Batu Tulis sebelum akhirnya dimasukan kedalam karantina di Wisma Yaso.
Beberapa panglima dan loyalis dipenjara. Jendral Ibrahim Adjie diasingkan menjadi dubes di London. Jendral KKO Hartono secara misterius mati terbunuh di rumahnya.
Kembali ke kesaksian yang diceritakan ibu saya. Saat itu belum banyak yang datang, termasuk keluarga Bung Karno sendiri. Tak tahu apa mereka masih di RSPAD sebelumnya. Jenasah dibawa ke Wisma Yaso. Di ruangan kamar yang suram, terbaring sang proklamator yang separuh hidupnya dihabiskan di penjara dan pembuangan kolonial Belanda. Terbujur dan mengenaskan. Hanya ada Bung Hatta dan Ali Sadikin – Gubernur Jakarta – yang juga berasal dari KKO Marinir.
Bung Karno meninggal masih mengenakan sarung lurik warna merah serta baju hem coklat. Wajahnya bengkak bengkak dan rambutnya sudah botak.
Kita tidak membayangkan kamar yang bersih, dingin berAC dan penuh dengan alat alat medis disebelah tempat tidurnya. Yang ada hanya termos dengan gelas kotor, serta sesisir buah pisang yang sudah hitam dipenuhi jentik jentik seperti nyamuk. Kamar itu agak luas, dan jendelanya blong tidak ada gordennya. Dari dalam bisa terlihat halaman belakang yang ditumbuhi rumput alang alang setinggi dada manusia !.
Setelah itu Bung Karno diangkat. Tubuhnya dipindahkan ke atas karpet di lantai di ruang tengah.
Ibu dan Bapak saya serta beberapa orang disana sungkem kepada jenasah, sebelum akhirnya Guntur Soekarnoputra datang, dan juga orang orang lain.
Namun Pemerintah orde baru juga kebingungan kemana hendak dimakamkan jenasah proklamator. Walau dalam Bung Karno berkeingan agar kelak dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor. Pihak militer tetap tak mau mengambil resiko makam seorang Soekarno yang berdekatan dengan ibu kota.
Maka dipilih Blitar, kota kelahirannya sebagai peristirahatan terakhir. Tentu saja Presiden Soeharto tidak menghadiri pemakaman ini.
Dalam catatan Kolonel Saelan, bekas wakil komandan Cakrabirawa,
“ Bung karno diinterogasi oleh Tim Pemeriksa Pusat di Wisma Yaso. Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara yang amat kasar, dengan memukul mukul meja dan memaksakan jawaban. Akibat perlakuan kasar terhadap Bung Karno, penyakitnya makin parah karena memang tidak mendapatkan pengobatan yang seharusnya diberikan. “
( Dari Revolusi 1945 sampai Kudeta 1966 )
dr. Kartono Mohamad yang pernah mempelajari catatan tiga perawat Bung Karno sejak 7 februari 1969 sampai 9 Juni 1970 serta mewancarai dokter Bung Karno berkesimpulan telah terjadi penelantaran. Obat yang diberikan hanya vitamin B, B12 dan duvadillan untuk mengatasi penyempitan darah. Padahal penyakitnya gangguan fungsi ginjal. Obat yang lebih baik dan mesin cuci darah tidak diberikan.
( Kompas 11 Mei 2006 )
Rachmawati Soekarnoputri, menjelaskan lebih lanjut,
“ Bung Karno justru dirawat oleh dokter hewan saat di Istana Batutulis. Salah satu perawatnya juga bukan perawat. Tetapi dari Kowad “
( Kompas 13 Januari 2008 )
Sangat berbeda dengan dengan perlakuan terhadap mantan Presiden Soeharto, yang setiap hari tersedia dokter dokter dan peralatan canggih untuk memperpanjang hidupnya, dan masih didampingi tim pembela yang dengan sangat gigih membela kejahatan yang dituduhkan. Sekalipun Soeharto tidak pernah datang berhadapan dengan pemeriksanya, dan ketika tim kejaksaan harus datang ke rumahnya di Cendana. Mereka harus menyesuaikan dengan jadwal tidur siang sang Presiden !
Malam semakin panas. Tiba tiba saja udara dalam dada semakin bertambah sesak. Saya membayangkan sebuah bangsa yang menjadi kerdil dan munafik. Apakah jejak sejarah tak pernah mengajarkan kejujuran ketika justru manusia merasa bisa meniupkan roh roh kebenaran ? Kisah tragis ini tidak banyak diketahui orang. Kesaksian tidak pernah menjadi hakiki karena selalu ada tabir tabir di sekelilingnya yang diam membisu. Selalu saja ada korban dari mereka yang mempertentangkan benar atau salah.
Butuh waktu bagi bangsa ini untuk menjadi arif.
Kesadaran adalah Matahari
Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Perjuangan adalah pelaksanaan kata kata
( * WS Rendra )
390 Comments
antobilang
January 13, 2008 at 8:57 pmbangsa kita ini memang suka berlebihan. dan juga, saya kok malah menuduh aksi simpatik para tokoh itu adalah upaya meraih simpati untuk 2009. diakui atau tidak suara pendukung pak harto amat banyak, dan tentunya presiden sekarang tidak mau menghilangkan kesempatan ini.
ya, hitung2 jenguk orang mau mati, siapa tahu berbuah suara ditahun 2009.
saya sudah di jogja nih mas 😛
arya
January 13, 2008 at 9:08 pmsejarah adalah milik mereka yang berkuasa. ujar2 dari siapa ya mas?
Dony
January 13, 2008 at 9:39 pmNasib tragis seorang Founding Father. Cerita sampeyan tentang hari2 terakhir Soekarno komplit sekali, saya baca di biografinya (penyambung lidah rakyat – Cindy Adams), malah nggak ada.
Hidup Soekarno!!!
trian
January 13, 2008 at 9:41 pmSaya membayangkan sebuah bangsa yang menjadi kerdil dan munafik. Apakah jejak sejarah tak pernah mengajarkan kejujuran ketika justru manusia merasa bisa meniupkan roh roh kebenaran?
apa maksud pernyataan ini, dan postingan sebelumnya, apakah kita justru menjadi bangsa yang arif saat ‘memaafkan’ dan memperlakukan Soeharto lebih baik dibanding Soekarno?
iman
January 13, 2008 at 10:24 pmtrian,
pertanyaan kita kembalikan kepada bangsa ini sendiri..ketika bangsa ini MERASA bisa meniupkan roh roh kebenaran. Yang jelas dalam postingan saya ( atau sebelumnya ) tidak sama sekali menyebutkan sebuah indikasi apa yang disebut arief atau ‘ memaafkan ‘ Soeharto.
Apakah kita bangsa yang arief ? dengan memperlakukan Soekarno berbeda dengan apa yang diterima Soeharto ? Sebuah perspektif lain bisa dibaca disini
lahapasi
January 13, 2008 at 11:30 pmwah,ceritanya keren mas..
seperti apa sebenarnya sejarah yang benar?
itu pertanyaan yang menghantui kami-kami yang baru lahir kemarin sore.
gempur
January 13, 2008 at 11:30 pmSejujurnya, saya sangat terharu dengan prosesi kematian sokearno.. meski orang tua saya bukanlah soekarnois, tapi kebanggaannya menjadi rakyat indonesia hanya didapatkan pada era soekarno..
Saya semakin muak dengan pemberitaan di media masa. Mata dan telinga saya teraniaya.. isinya sama.. MEDIA MASSA TELAH DIBELI UNTUK MEMBENTUK OPINI PUBLIK YANG POSITIF TENTANG SUHARTO DAN KELUARGANYA.. mata dan telinga saya TERANIAYA..
Nico
January 14, 2008 at 12:52 amBlm bisa komentar secara mendalam. Msh bnyk hal yg harus dipelajari untuk diambil sbh kesimpulan*lg belajar arif:D*
Ninik
January 14, 2008 at 12:58 amTerus akan kemana di bawah sejarah bangsa Indonesia ini??
Terimakasih atas kunjungan malamnya
ndoro kakung
January 14, 2008 at 1:10 ammenunggu apakah wali kota palembang akan komentar lagi di sini … 😀
Nofie Iman
January 14, 2008 at 1:24 amSaya pernah menulis beberapa kali tentang Soeharto, termasuk dugaan korupsi yang beliau lakukan dan hal-hal terkait lainnya. Hasilnya? Saya dapat kiriman email protes yang jumlahnya bejibun.
Terlepas dari baik-buruk atau benar-salah, Soeharto memang jenderal besar dengan pengaruh yang luar biasa hebat.
dian
January 14, 2008 at 1:43 amternyata antek2x suharto masih buanyak yak.
sebenarnya presiden sukarno memang niatnya mau dibunuh perlahan kok. dewi sukarno malah lebih extreme, presiden sukarno diracun. katanya dg indonesian yg terbata
Dimas
January 14, 2008 at 2:09 amMiris membaca cerita tentang Bung Karno, bapak bangsa yang diperlakukan tak pantas…
Jadi Soeharto apa kabar ya hari ini? 😀
dian
January 14, 2008 at 2:32 ammas, gak berarti vote anaknya sukarno, khan ? *wink wink
leksa
January 14, 2008 at 5:22 am…Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata..
demikian bunyi nya kalau ga salah di Mp3 saya, Mas…
Postingan ini sudah saya tunggu!
mau post karena pernah dengar / baca ceritnya,
tetapi rasanya ga arif kalau bukan sebagai orang ke dua yang mendapat cerita …
Benar kata salah seorang teman saya
…Tidak perlu menjadi seorang Marhen untuk sekedar belajar dari sejarah,
karena sejarah adalah penguasa,
dan marhen bukanlah sejarah..
de
January 14, 2008 at 6:53 amlha mas terus enake suharto ki diapakno menurut sampeyan? kalo kita memperlakukan suharto sama dengan perlakuannya thd sukarno, lalu apa bedanya kita dengan dia? halah ngomong opo aku iki
jeng endang
January 14, 2008 at 7:43 amsakit hati kadang membuat orang berpikir tidak jernih kan……..
Goop
January 14, 2008 at 7:45 amSelalu ada tumbal dalam setiap pergantian kekuasaan, ada sejarah yang ditabiri…
benar sekali mas…. dan keberanian itu menjadi cakrawala memang
ugh… entahlah
datum
January 14, 2008 at 7:51 amdi foto yang atas… Pak Karno tampak lelah…
simple sih… kalo Pak Karno hidup di zaman skrng… di mana banyak media yang meliput.. mungkin nasibnya akan berbeda… Dalam kasus Pak Harto… semua pihak tidak ingin terlihat buruk di mata masyarakat… itu saja tampaknya….
Tia
January 14, 2008 at 8:18 amjadi terbuka mata hati saya…dan jadi bergetar juga membaca kesaksian ibunya mas…berbeda sekali ya perlakuan antara soekarno dan soeharto di masanya… yah sebagai rakyat kecil,hanya bisa dibathin saja mas…
annots
January 14, 2008 at 8:45 amjika dulu pak karno terasingkan, bahkan orang mau jenguk saja susah termasuk keluarganya sepertinya berkebalikan dengan mantan presiden suharto, pers ada dimana-mana dan kondisi kritisnya pun dpt diketahui rakyat banyak, bukankah seorang dokter harus menjaga rahasia pasien? Sekalipun seorang Bapak Suharto?
extremusmilitis
January 14, 2008 at 9:33 amGila, ampe segitu-nya perlakuan mereka kepada pemimpin besar bangsa ini. Seperti apa yang aku bayang-kan Bung Karno, benar-benar men-jadi tumbal sejarah, demi ber-satu-nya bangsa ini. Seorang pejuang sejati. 😥
Tidak seperti yang akan mati ini setelah ber-kuasa ber-puluh-puluh tahun, aku malah ber-harap dia tidak mati dengan segera, agar dia bisa merasa-kan bagaimana men-jadi pesakitan yang sebenar-nya 👿
Ajie
January 14, 2008 at 9:39 amAda yg terlantar di kamar terpencil sampai meninggal, ada yang terbaring menunggu sakaratul maut di kamar mewah, bahkan sejarahpun bisa berbohong, hanya Tuhan yang tahu.
rey
January 14, 2008 at 9:59 amyaa… pak, liat aja suharto skrg gimana, justru karena peralatan canggih dia blm lolos juga dari Izrail, dan itu kan pasti menyakitkan. Nahh trus lepas dari Izrail babak selanjutnya adalah Munkar – Nakir, hiiii seyeemmm. Hmm kalo Sukarno tau Suharto skrg kayak gini, mgkn gak ya dia komen “1 sama…!” hehehe 😀
Btw di rumah eyang saya di Solo, presidennya masih Sukarno, ndak pernah ganti… 😀
GuM
January 14, 2008 at 10:17 ambangsa yang arif adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah.
tapi sejarah sudah diputarbalikkan.
tidak heran kalau bangsa in belum juga bisa arif.
ronggur
January 14, 2008 at 10:54 amJujur saya baru tau cerita tentang bung karno yang seperti ini :(.. dan saya baru sadar kalo buku2 sejarah di jaman saya sd-smp-sma ‘rasa-rasanya’ gak ada yang memaparkan sejarah yang seperti ini, dan lebih banyak bercerita tentang ‘suksesnya’ pak harto ‘bapak pembangunan’ ‘membangun’ negri Indonesia…
iman
January 14, 2008 at 11:23 amdian,..
seingat saya dulu saya nyoblos PKS sih he he…
Leksa,
Benar..saya koreksi,
Rey,
Pecah gesang ndrerek Bung Karno…
aad
January 14, 2008 at 11:33 amemang rsanya nggak adil banget liat suharto dan sukarno diperlakukan beda….
la mendol
January 14, 2008 at 11:50 amMas, sampeyan kok bisa dapat foto lawas itu ?
GuM
January 14, 2008 at 11:59 ambtw, pak. potongan puisi di atas kalo nggak salah pernah ditampilkan di salah satu lagunya iwan fals yang judulnya ‘paman doblang’, yang juga bercerita tentang penderitaan bung karno selama diasingkan.
funkshit
January 14, 2008 at 12:03 pmkenapa ya suharto tidak mau menghadiri pemakaman soekarno ???
Iwan Awaludin
January 14, 2008 at 1:32 pmSaya mencintai semua orang yang pernah menjadi presiden Indonesia, mulai dari Sukarno, Suharto, Habibi, Gus Dur, Mega, SBY, dan entah siapa lagi yang akan jadi presiden selama saya hidup.
Kadang kita lupa apa yang pernah kita nikmati di Indonesia ini, ya hasil pekerjaan mereka juga. Dari mulai kemerdekaannya, pembangunannya, krisisnya, dan mungkin suatu saat nanti kebangkitannya.
Semoga Tuhan menganugerahkan pemimpin yang baik buat Indonesia, Aamiiin.
kombor
January 14, 2008 at 1:42 pmPak Harto tidak menghadiri pemakaman Soekarno?
Presiden apa yang tidak mau menghadiri pemakaman proklamatornya? Sungguh benar-benar mengecewakan. Dia berprinsip mikul dhuwur mendhem jero bukan untuk menghormati orang tua namun karena takut kebenaran akan terkuak apabila Soekarno diadili secara adil. Sama halnya hari ini, kroni Soeharto tidak berani mengadili Soeharto secara benar karena kroni Soeharto itu takut kebenaran akan terkuak.
Apa Mas Iman akan mengiring jenazah Soeharto nanti ke Giribangun apabila ajalnya tiba?
Rystiono
January 14, 2008 at 1:58 pmKalo menurut sayah sih Soeharto itu sudah dihukum sekarang dan lebih menderita dari bung Karno….Mau mati aja susah…dulu mau bunuh perlahan bung Karno, sekarang dia mau mati banyak yang “ngganduli”. Apa ndak sengsara???
** Jangan2 dia udah ditunjukin tempatnya di akhirat, jadi takut buat pulang kesana…makanya nggak mati2… **
Nanti, kalo dia mati, pasti R.I.P (Rest in Pain)…
Semoga aja dia sakit gitu 3-4 tahun gitu…biar harta keluarga cendana abis… (bisa gak ya kira???)
** Tapi saya pribadi udah memaafkan loh…ndak tau bangsa Indonesia **
dewi
January 14, 2008 at 2:34 pmdan sejarah adalah milik sang pemenang.
btw, abis baca tulisan ini saya baru tau knapa ada gambar sukarno besar2 di rumah saya. mungkin kecintaan ibu saya pada bung karno ditularkan bapak saya yah, yang mantan anggota KKO. bapak tidak pernah bercerita. 🙁 nanti jika pulang kampung saya akan tanyakan. jadi kangen rumah. *curhat*
sluman slumun slamet
January 14, 2008 at 2:35 pmHidup Bung Karno….
Merdeka…..!!!!
Mas Harto dah tobat belum ya? Mungkin hablum minallah-nya sudah beres, tapi jangan lupakan hablum minannaas-nya………….
TJAMKAN ITOE JENDERAL BESAR…
😛
-may-
January 14, 2008 at 2:39 pmSoal perlakuan nggak sepantasnya terhadap mantan Presiden RI itu, memang berapa kali pernah dengar juga. Tapi.. baru tahu saya bahwa “pengganti”-nya Bung Karno bahkan tidak bersedia meluangkan waktu untuk melawat. Sebuah tindakan yang menurut unggah-ungguhnya orang Jawa “sangat tidak pantas”.
Jadi bisa lebih mengerti kenapa kok kayaknya sekarang susah sekali “check out”. Mungkin ada faktor kuwalat sama Bung Karno juga.
mitra w
January 14, 2008 at 2:54 pmsemua dosa besar yg pernah ada di muka bumi ini pasti akan kembali pada manusia juga…
dan entah mengapa saya rasa kiamat tuh sedang terjadi saat ini…. yup, saat ini.
darma
January 14, 2008 at 2:56 pmArtikel yang menarik, ada sedikit koreksi tentang kata kata Pak Hartono, bukan ” Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO. Merah kata Bung Karno, merah kata KKO ” tetapi “Putih kata Bung Karno, putih kata KKO, hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO”. Saya jadi teringat cerita ayah saya tentang Jenderal Hartono ketika kami makan malam sewaktu saya masih kecil, ayah saya cerita Jenderal Hartono termasuk orang yang disingkirkan sama dengan pak Ibrahim Adjie, kalau Pak Ibrahim Adjie didubeskan ke Inggris , pak Hartono didubeskan ke Korea Utara, ditengah masa tugasnya Jenderal Hartono dipanggil pulang ke Jakarta diajak ngobrol ngobrol dengan Kopkamtib, esok harinya beliau ditemukan tewas di kamarnya di Tebet, berita resminya bunuh diri, tapi ayah saya dan teman temannya tidak pernah percaya Pak Hartono yang mereka kenal melakukan bunuh diri. Sedikit tambahan dari cerita ayah saya pada tahun itu (1966 ) Pak Harto telah melakukan konsolidasi dengan menempatkan orang orangnya di Kodam di Jawa, Ibrahim Adjie diganti HR Dharsono, Suryosumpeno diganti Surono di Diponegoro, Kodam Brawijaya dipegang Jenderal Soemitro dan Kodam Jaya seperti kita ketahui dipegang Amir Machmud jadi agak susah Jenderal Hartono untuk bergerak, nggak lama kemudian beliau di Dubeskan ke Korea Utara dan personil KKO diciutkan.
Mayjen Moersjid, Mayjen Pranoto, Brigjen Moh Sabur, Kolonel CPM M Saelan, AKBP Mangil semua ditahan, kata ayah saya pak Saelan itu ditahan 4 tahun dan pas Bung Karno meninggal dia masih di tahanan demikian juga dengan pak Sabur dan Mangil. Setelah bebaspun banyak perwira tinggi yang takut berdekatan dengan mereka padahal dulunya begitu akrabnya ketika masih di SUAD hanya Sudirman, ayahanda Basofi yang tetap rajin ketemu dengan mereka.
Niff
January 14, 2008 at 3:42 pmkarena soekarno tidak memiliki teve, heheh
yoki
January 14, 2008 at 4:12 pmTRAGIS! dan IRONIS!….sigh..
Rynie
January 14, 2008 at 5:08 pmHukum Karma……….akan selalu berlaku…
camkan itu………..
susan
January 14, 2008 at 6:05 pmironis……..
wieda
January 14, 2008 at 6:11 pmtragis memang…..tapi itulah kenyataannya….
bung karno yg menggebu, yg ingin membuat bangsa ini besar tanpa utang ke LN malah berakhir tragis….Pak Harto yg mewariskan utang untuk generasi muda entah berapa keturunan malah semakin jadi berita……(apa yah istilahnya yg bener???)……..bahkan adik nya bilang…”goblok bangsa Indonesia klo menuduh pak Harto itu korupsi…..lalu utang2 nya itu untuk apa? mbangun Indonesia? untuk siapa? …ih politik….
Gandhi
January 14, 2008 at 7:10 pminfotainment gossip di tv ternyata bisa menjadi penyelamat saya setelah siaran tv semua “dikuasai” oleh sakitnya bapak pembangunan [maap saya gak mengakuinya, apa arti pembangunan kalo pengangguran masih banyak dan utang luar negeri menumpuk?].
Ah… indonesyahku…
rievees
January 14, 2008 at 9:29 pmmemang masih byk yang harus diperbaiki dari buku sejarah yang beredar saat ini…
Totoks
January 14, 2008 at 11:33 pmsetelah menbaca 2 postingan terakhir entah maksudnya postingan bersambung atau memang sengaja mengangkat current issue, tetapi intinya kita sebagai warga negara yang bermoral memang sudah seharusnya menghormati setiap pepimpinnya. tidak ada manusia yang sempurna termasuk pemimpin-pemimpin kita, semoga semua mendapatkan perlakuan yang terbaik dari bangsa yang disebut besar ini. dan tetap berharap agar sejarah tetaplah berpihak pada kebenaran
BARRY
January 15, 2008 at 1:19 amSelama Suharto masih hidup, hukuman yang saat ini dia rasakan saat ini adalah melihat keluarganya sendiri. Ironis sekali…
Luigi
January 15, 2008 at 1:25 amSejarah akan kembali berbalik, kok.. terlepas dari itu, pengadilan akhirat jauh lebih adil ketimbang (sandiwara) pengadilan di dunia 😀
-=«GoenRock®»=-
January 15, 2008 at 2:21 amSendainya saya punyak Golden Compass, saya bisa tau mana sejarah yang bener dan mana yang ndak bener. kalau perlu saya mau bikin sejarah sendiri huahahahaha!!!!