Jumlah pemudik yang akan keluar dari Jakarta pada tahun ini ( 2013 ) diperkirakan berkisar 9.7 juta orang. Sementara secara nasional, jumlah pemudik akan menggerakkan 18 juta orang yang pulang kampung. Berbeda dengan mudik thanksgiving di Amerika atau sincia di Cina. Mudik disini terasa, rasa kebersamaannya, ketika berjuta juta orang bergerak menuju kampung halaman secara bersamaan dengan berbagai alat transport. Mobil, bus, pesawat, kapal, truk, motor sampai bajaj. Bikin infrastruktur jalanan macet karena tidak kuat menampung beban yang membludak.
Para pemudik, tetap saja bergembira bertemu handai taulan. Inti hakekatnya adalah pulang. Momen lebaran adalah waktu yang tepat. Tidak salah, karena Idul Fitri di Indonesia bersifat kultural. Kita memanggilnya hari raya. Bahasa Arabnya Yaumul Haflah, hari pesta.
Selalu ada rasa ingin pulang, saat kita merasa jauh bepergian. Ini mungkin ciri yang mudah ditandai dari orang Indonesia. Saya tidak melihat ciri ini pada Muhammud Yussuf, pengungsi asal Somalia yang tinggal di Seattle sekarang. Tapi saya bisa melihat percikan rindu di mata Dany Malik – teman SMA, yg kini bermukim di LA dan menjadi warga negara Amerika. Atau Marina, kawan dari etnis Tionghoa yang setelah kerusuhan 1998 memutuskan tinggal di New York bersama suaminya. Ada semacam penyesalan, dan kini ia merencanakan pulang kampung.
Ketika saya belajar di luar dan kembali pulang. Kegembiraan saya meluap luap dari udara begitu memasuki teritori nusantara. Saya melihat hamparan pulau pulau dibawah yang seolah akan memeluk saya jika seandainya pesawat ini jatuh.
Rasa rindu akan kampung halaman, bukan melulu monopoli mereka yang berlebaran. Ini hakekat kerinduan manusia Indonesia ketika jauh dari kampung halaman. Sitor Situmorang menulisnya dalam perantauannya di Paris.
Di negeri jauh ladang makin kosong,
Semua penghuni di halau lapar.
Kedamaian berkelamin oleh rindu dirongrong,
Makin jauh, makin rusuh dan kini ia tersandar
Merantau membuktikan kita mengejar harapan. Walau mungkin Gubernur DKI akan menghimbau, jangan datang ke Jakarta. Kata orang orang tua di Minang. ‘ Kok lai ka barubah nasib ang nak ‘ . Pergilah merantau agar nasibmu berubah.
Mudik memang bukan monopoli orang Jawa. Sudah terlalu banyak malah yang menuliskan. Tapi bagi orang Minang di Jabodetabek, ada istilah Pulang Basamo, yakni pulang bersama, konvoi dengan iring iringan kendaraan. Mereka akan disambut diperbatasan propinsi dengan kawalan voorijder.
Dalam buku AA Navis “ Alam terkembang jadi Guru “, para perantau dirangsang untuk mengirimkan kekayaan yang diperoleh dari tanah rantau untuk membangun rumah, kampung, menebus gadai, membuka ladang, sampai membangun masjid atau fasilitas umum lainnya.
Inilah yang disebut kearifan lokal yang muncul dari para pemudik. Pulang ke kampung halaman membawa rejeki dan harta. Ada prinsip keadilan sosial disana yang tak kita temui pada fenomena mudik ala Thanksgiving di Amerika.
Panggilan pulang ini tidak sekadar romantisme lagu Marcell. Saat dia meratap, cepat Pulang. cepat kembali jangan pergi lagi. Tapi lebih dari itu membayangkan masa kecil, tumbuh dan besar di kampung halaman. Waktu yang tak akan kembali dan tergantikan.
Memang saatnya untuk pulang, jika kita bisa. Pun jika kita tak bisa mudik, kita akan tetap ‘ pulang basamo ‘ ke pintu hati yang fitri. Percaya bahwa Allah swt akan selalu menuntun pemudik yang kesasar. Insya Allah.
Selamat Idul Fitri 1434 H. Mohon dibukaan pintu maaf jika ada salah kata dan sikap dari saya.
foto dari situs fotografer ( maaf lupa ). Bisa mention jika ada yang ingat
4 Comments
dita
August 8, 2013 at 1:14 pmSelamat idul fitri juga, Pak. Selalu menyenangkan membaca blog ini 🙂
Anyway, baru tahun ini saya merasakan tradisi mudik karna sebulanan puasa masih harus kuliah di kota orang and it’s indeed a special feeling. Wajar lah kalo banyak yang rela melakukan apa aja, yang penting pulang.
gurukecil
August 10, 2013 at 11:14 pmSebagai perantau, saya juga merindukan pulang kampung. Selamat Idul Fitri 1434 H.
Enny
August 14, 2013 at 9:12 amSelamat Idul Fitri 1434 H. Maaf lahir batin….lama tak ketemu mas Iman.
Yang kadang hanya bepergian sebentar aja, udah kangen pulang….terbayang yang bertahun-tahun di rantau.
ibas
October 10, 2023 at 9:15 amgood article, thank you