Mestinya postingan tentang kaos yang saya beli di festival Kemang ini, masuk di cerita kaos . ” Perbedaan adalah rahmat ” judul kaos ini. Sebuah cara untuk mengembalikan rasa ikhlas yang sulit didapat dalam sebuah perdebatan. Lihat saja kongres HMI – Himpunan Mahasiswa Islam – di Palembang baru baru ini. Ketua HMI Ciputat Jakarta harus digotong ke rumah sakit karena terkena bogem mentah dari pasukan HMI Makasar. Ini baru organisasi mahasiswa sudah pukul pukulan, bagaimana kelak jika menjadi pemimpin atau wakil rakyat. Bisa jadi kepalan tangan dan emosi urat leher lebih dikedepankan jika perdebatan mengalami jalan buntu.
Daniel S Lev – Profesor pengamat Indonesia – ketika ditanya, apakah ia memiliki referens kehidupan politik yang ideal. Ia menjawab, tak usah jauh jauh melongok pada sistem demokrasi Amerika. Cukup melihat pada tahun 50 an, saat kehidupan demokrasi pada waktu itu mengajarkan bagaimana menghargai bentuk pikiran lawan. Pluralisme dalam ideologi dan pikiran adalah hal biasa.
Banyak yang bisa dipelajari disana, Nyoto yang komunis dan Wahid Hasjim yang religius bisa duduk minum kopi bersama setelah perdebatan melelahkan di sidang konstituante. Nyoto yang memang sastrawan lalu menunjukan puisi puisi yang dibuatnya. IJ Kasimo dari partai Katolik bisa membantu mencarikan – membantu pembelian – mobil bagi lawan politiknya dari Partai Islam.
Sementara DN Aidit kalau ke Sukabumi selalu menginap di rumah seorang pemuka NU di sana. Persahabatan dalam lintas ideologi bukan sesuatu yang haram. Bukan merupakan sebuah pengkhianatan.
Sebuah debat yang panas tidak perlu melahirkan anarki dan pemaksaan. Dari cerita anak anak HMI di atas, saya justru meragukan HMI Ciputat dan Makasar bisa duduk makan bersama di kantin sesuai kongres.
Intinya adalah bukan memaksakan kesepakatan dalam sebuah perdebatan. Kalau bisa mengutip pendapat teman, adalah pengendalian diri. Juga focus dengan esensi yang diperdebatkan. Tak ada salahnya mencari segala jalan, fatsoen, pembenaran untuk membela pemikiran kita. Tapi kalau itu tidak bisa ‘memaksa’ lawan kita untuk sepakat, kita perlu kearifan untuk tidak emosional dan marah marah tidak keruan.
Kita bisa belajar dari perdebatan Bung Karno dan Natsir ditahun 30 an. Seokarno yang nasionalis sekuler terlibat dalam perdebatan panjang dengan Natsir yang mengusung ideologi Islam. Perdebatan dalam Majalah Pembela Islam yang diasuh mantan Perdana Menteri Indonesia itu akhirnya tak menemui kesepakatan. Tapi keduanya sepakat untuk tidak sepakat dan saling mengagumi lawan bicaranya.
Mereka juga tetap menjaga tali silaturahmi dengan menghormati pandangan politik masing masing. Saat Soekarno dibawa ke pengadilan kolonial. Majalah Pembela Islam tak henti hentinya menyuarakan pembelaan dalam artikel artikelnya. Demikian juga Soekarno dalam suratnya dari tanah pembuangan di Ende, Flores. Ia secara khusus menyebut nama Natsir sebagai mubalig yang handal dan berkepribadian.
Tentu ada yang dapat dipelajari dari sebuah pertentangan pendapat. Perjalanan waktu juga tak akan pernah membuktikan siapa yang paling benar, karena kebenaran sangat subyektif. Sampai sekarangpun nasionalis dan Islam tak pernah bisa bersepakat tentang prinsip prinsip kenegaraan. Marah marah juga tidak menyelesaikan masalah. Justru kita terlihat bodoh.
Coba simak penggalan pantun yang dibuat oleh Tifatul Sembiring – Presiden PKS – yang konon ditujukan kepada Megawati yang akhir akhir ini suka marah marah.
Anak balita bertopi merah
Topi terbuat dari bahan katun
Daripada ibu jadi pemarah
Lebih baik kita berbalas pantun.
56 Comments
bangsari
August 6, 2008 at 4:21 pmlha kita dididik sekian lama untuk seragam sih. ya gitu deh…
gunawanrudy
August 6, 2008 at 4:29 pmSelama terpatri kutub benar-salah dan menang-kalah, wah masih sangat sulit ini, mas.
pema
August 6, 2008 at 4:37 pmya setuju sama Goen….!!! Ketika si salah selalu tak dihargai dan ditindas…!!! Ga ada itu rahmat!!
Tukang Nggunem
August 6, 2008 at 4:40 pmYap benullll…perbedaan adalah rahmat. Di Indonesia sendiri terdapat banyak perbedaan dan keberagaman, itulah yang bikin Indonesia makin unik, dan saya rasa itulah rahmat Tuhan yang gak diberikan kepada bangsa lain. Tapi sayang, saat ini perbedaan seringkali menjadi pemicu ontran-ontran yang sering merugikan bangsa sendiri…ah mbuhlah…mikir skripsi ra rampung2 kok meh mikirke negoro….pareng nggih pak Iman, maturnuwun sampun kepareng ngorek-orek blog panjenengan…
ndoro kakung
August 6, 2008 at 5:16 pmsusahnya, banyak orang merasa hanya ada satu kamus yang sama di setiap kepala orang.
Donny Verdian
August 6, 2008 at 5:23 pmHmmm.. saya cuma bisa mendongak ke atas, menatap ke langit-langit dan membayangkan kapan ya perbedaan benar-benar bisa jadi rahmat di negeri ini….
Atau jangan2 hal itu memang tak kan pernah ada lagi karena sudah lewat di belakang kita?
Entahlah!
Juminten
August 6, 2008 at 5:43 pmMindset-nya aja yg perlu diubah.
Jangan selalu menganggap sesuatu yg “beda” sbg musuh.
Indah Sitepu
August 6, 2008 at 6:01 pmSetuju, asal tahu merangkainya saja. Seperti bunga, macem2 bunga kalau dirangkai dengan baik terlihat apik ^__*
ilham saibi
August 6, 2008 at 6:05 pmseutju ama juminten, hanya perlu merubah mindset saja. tapi emang merubah mindset ntuh yang susah, hahaha
Wazeen
August 6, 2008 at 6:27 pmAh mas Iman nyebut2 nama Ciputat, saya jd sedikit tersentil. Tp bagaimanapun juga sy turut prihatin atas kejadian tersebut. Dulu di kampus saya merasakan perang ideologi yang luar biasa antara dua kubu besar (dan “perang” itu terus berlangsung hingga ke jajaran birokrasi di kampus), dulunya saya pikir ada ideologi yang benar2 diperjuangkan, tapi belakangan saya menjadi apatis karena semuanya tak lebih dari perebutan kue-kue kekuasaan saja dengan berkedok ideologi. ya perbedaan memang rahmatan lil ngalamin (rahmat bagi yang merasakan dan mengalami saja).
edratna
August 6, 2008 at 6:38 pmSaya juga baca tentang “Natsir” di Kompas….betapa dulu orang berbeda pandangan bisa berdebat secara santun. Sejak kapan ya kok jadinya kita suka adu bogem?
edratna
August 6, 2008 at 6:39 pmMaaf…bukan di Kompas, tapi di Tempo…….
yuswae
August 6, 2008 at 6:39 pmPerbedaan adalah Rahmat. Rahmat itu Gobel. Gobel itu mirip (paman) Gober. Gober itu simbol Kekayaan dan Gelimang Harta.
Berarti, konsep ‘perbedaan adalah rahmat’ itu baru bisa terwujud jika semua sejahtera.. 😀
meong
August 6, 2008 at 7:47 pmmakanya dr dulu saya ndak suka banget pria berseragam….
huehehehe….
sebenarnya perbedaan itu sunatullah kok. liat aja alam sekitar. satu pohon aja, ijonya ndak sama persis. pelangi, lbh indah kl warna warni. ini IMO.
jd paling ndak suka kl kepergok sama dg yg lain !!
musti tampil beda !!!
*lho yg trakhir2 menyimpang*
serdadu95
August 6, 2008 at 8:58 pmSaya jadihh ingat lagunya Iwan Fals Mas nyang juwedulnya “Sumbang”…:
” Apakah selamanya politik itu kejam ?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam ?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan
Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak hak sewajarnya
Maling teriak maling, Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing kencing
Tikam dari belakang, Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk mencari kambing hitam
Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak didalam negeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa.
Ya haha…
****
Jahh di negeri ini… agaknya emang terlalu banyak maling nyang tereak maling Mas. Saya ndak teu… apakah di blogosphere juwega demikian..?? Semoga ndak !
ika
August 6, 2008 at 9:07 pmiya mas… perbedaan adalah rahmat, bagi yang bisa memahami bahwa berbeda itu indah.
btw… pantunnya gak pas tuh.. kalo se megawati disebut balita… kalo gede, seberapa dong gedenya hehehe
mantan kyai
August 6, 2008 at 9:30 pmbayangkan tuhan menciptakan wajah sampean-sampean sama semua. atau sampean2 ini diciptakan kaya semua. atau pinter semua. apa menurut sampean2 kemanusiaan bisa jalan????
nah..sekian dari saya terimakasih ***kebanyakan ndengerin kartolo, maaf***
mantan kyai
August 6, 2008 at 9:35 pmoh ya satu lagi … “kartolo” berbeda dengan “rahmat-kartolo”…
nah betul kan!!! bahwa selain berbeda itu rahmat, ternyata “rahmat” itu memang berbeda …hehehehe
Rita
August 6, 2008 at 9:39 pmMemutuskan tali silatrurrahmi, menjauhkan kita dari Rahmat.. Sebaiknya di pahami secara mendasar dengan pandangan luas. Beridskusi, interaksi, niatnya untuk menyampaikan sesuatu yg dianggap benar (da’wah demi menyambung tali silaturahmi).namun bila kita dihinggapi rasa paling benar, justru merusak jalinan itu. Kata pak uastadz (pandangannya agak berbeda dari yg lain) Kita berkewajiban menyampaikan kebaikan (sampaikanlah walau satu ayat ( tugas da’wa) tetapi yg berhak menghakimi ialah satusatunya yang MAha Menguasai alam ini.
Hati nurani rasanya menerima apa atau cara yg dilakukan para pendahulu itu….Hanya Allah yg berhak menentukan kebenaran yang hakiki
ngodod
August 6, 2008 at 9:45 pmdihancurkan atau menghancurkan…
Hedi
August 6, 2008 at 10:04 pmorang banyak yang ga senang pada fasisme, tapi justru mereka memaksakan keseragaman — ini kan salah satu mainan fasis 😀
BARRY
August 6, 2008 at 10:05 pmJika dipikir-pikir banyak hal yang bisa kita pelajari dari “lawan” kita. Saya justru ingin memanggil mereka sebagai sesama kita (manusia juga toh). Semakin kita mengerti siapa yang kita lihat di kaca, maka semakin mengerti akan banyaknya kekurangan yang kita miliki. Menghargai mereka yang berbeda pendapat dengan kita dapat dilakukan oleh masing-masing -termasuk anda sendiri sang pembaca! Kenapa harus menunggu si A atau si B untuk memulainya. Marilah kita memulai dari lingkungan kita yang kecil dulu.
Epat
August 7, 2008 at 12:07 amadu domba dan perpecahan sepertinya sudah menjadi dna, mungkin butuh waktu lama lagi untuk evolusi. halah, embuh dings kekekee
leksa
August 7, 2008 at 12:21 amkutipan sejarah diatas belum saya buktikan benarnya. Jadi saya belum sepakat dengan situ, Mas..
Tapi makasi buat Info-nya ini
*bedanya Mas Iman dengan saya mbikin saya dapat rahmat pengetahuan…
Nazieb
August 7, 2008 at 2:14 amBhinneka Tunggal Ika, eh?
Berbeda-beda tapi endingnya harus sama, ga boleh beda..
silly
August 7, 2008 at 5:09 amperbedaan itu yang memperkaya dunia ini, jadi mari kita sikapi dengan hati dan kepala yang dingin…
Kalau tidak ada perbedaan, tidak ada pelangi dan kalau tidak ada pelangi, hidup ini tidak akan indah… Justru keberagaman warna2 pelangi itulah yang membuat kita kaya dan indah…
kw
August 7, 2008 at 6:08 ammasyarakat kita mengalami kemunduran?
@bangsari, tak hanya dididik untuk seragam tapi juga untuk dihasut untuk merasa dirinya paling benar…….
iway
August 7, 2008 at 8:07 ammbok bendera mahasiswa islam itu disimpen aja dirumah, bikin malu!
josh
August 7, 2008 at 8:58 amKw, @bangsari, Mbok jangan bilang kita….mungkin kalian aja yg didik untuk seragam. Kalo si Ruben ama Ivan gunawan bakal bilang: Kiiiiteeee, elo aja kali!
Meskipun saya dibesarkan dari keluarga tentara, saya selalu diajarkan untuk menghargai perbedaan dan saling menghargai hak orang lain. Makanya sampai skrg saya lebih suka melakukan kewajiban saya daripada ngotot minta hak saya. Tapi kalo udah hak asasi dan martabat saya diinjak-injak, jangan harap selamat tuh orang….hehehe, just joking Brur.
Intinya, dalam Islam (krn saya muslim), Rasulullah senantiasa mengajarkan untuk menghargai perbedaan, benar istilah bahwa PERBEDAAN adalah RAHMAT. Perbedaan akan menjadi rahmat kalau kita bisa saling menghargai, tidak saling tuding situ salah – sini benar. Akan menjadi rahmat jika dari perbedaan itu kita dapat menjadikannya kekuatan untuk saling mendukung dan membantu. Mungkin bukan dalam konteks agama semata, tapi dalam konteks sosial, saling bertetangga yg baik dan harmonis, persahabatan dll.
zam
August 7, 2008 at 9:31 amayam bekisar ayam kalkun
dilepas bebas di dalam kebun
berawal dari saling berbalas pantun
seorang gadis telah membuat hatiku berayun..
hihihihi
beritahariini
August 7, 2008 at 10:04 am*…Tapi keduanya sepakat untuk tidak sepakat dan saling mengagumi lawan bicaranya…*
Kalo sekarang, kesepakatan sudah menjadi dagangan yang punya tarif tertentu(apalagi terkait dengan dagangan kebijakan)
Setiaji
August 7, 2008 at 11:48 amSusah memang kalau tujuannya memang materialisme berupa kekuasaan dan pengakuan. Ini membuktikan bahwa sulit sekali menjadi negarawan yang bijaksana, karena mereka masih di level poli”TIKUS”.
Fikar
August 7, 2008 at 12:06 pmMasih susah mas…
cK
August 7, 2008 at 1:42 pmmenurut saya perbedaan itu indah. namun kadang ada hal yang membuat perbedaan itu tidak diinginkan… 😛 *ini cuma ocehan ngaco kok*
MaNongAn
August 7, 2008 at 4:07 pmSayangnya masih banyak orang men-Tuhan-kan EGO. Merasa yang paling benar dan paling menang sendiri. Di ingatkan marah, tidak di ingatkan malah menjadi. Ya sudah, yang sadar mengalah saja. Lain hari jika sudah dingin, di ingatkan kembali.
.::he509x™::.
Kesambet
August 7, 2008 at 4:08 pmPerbedaan itu memang indah seperti Pelangi, saya ndak mbayangin seandainya pelangi cuma satu warna…..
Rydisa
August 7, 2008 at 4:40 pmperbedaan itu…….saling mengisi…..
nico
August 7, 2008 at 10:52 pmkonon katanya ya mas, kedewasaaan dan menghargai pandangan orang lain itu ga dimiliki semua orang. benar ato tidak, konon begitu katanya 😀
aminhers
August 8, 2008 at 1:03 amketika perbedaan di tumpangi rasa besar kepala jadilah bogeman.
ershad
August 8, 2008 at 4:46 amMenghadapi perbedaan dengan cara membunuh karakter.. 🙂
ershad
August 8, 2008 at 4:54 amblog nya bagus banget mas, tulisannya mantab, langsung subscribe deh.. maaf baru tau, maklum nubie blogger 🙂
Fitra
August 8, 2008 at 7:39 amNah, adem sekarang komen2 di postimgan kali ini….sepertinya udah pada sepakat untuk tidak sepakat, Mas….heheheheh
mata
August 8, 2008 at 9:23 amlah memang seharusnya begitu tho kang…
ya setidaknya saya jadi teringat pelajaran bhineka tunggal ika jaman sekolah dulu 🙂
apa kabarnya ? baik baik saja tho ?
feriadi isander
August 8, 2008 at 10:06 amsetuju sih….
perbedaan adalah rahmat,
karena kita kaum berfikir
tentunya, banyak pelajaran yang diperoleh dengan perbedaan yang ada.
itulah guna toleransi
lakum dinukum waliadin…its the point of islam,
jadi sepanjang nggak saling merusak akidah
yo, well come sajalah…
kepada siapa saja, bisa berteman…ok
thanks..
wassalam
Laler Istana
August 8, 2008 at 2:08 pm…
berbeda bukan sekedar untuk berbeda …
tanpa asal, tanpa dasar …
perlu otak yang cerdik seperti ular …
dan hati yang setulus merpati …
perlu penjajah sekelas VOC dan Jepang
lewati 100 musim serta sejuta terbit matahari
untuk lahirkan para pemimpin sekelas Soekarno atau Natsir.
Salam kenal, senang bisa membaca rangkaian kalimat cerdas anda …
Laler Istana @dagdigdug.com
mitra w
August 8, 2008 at 8:12 pmapapun pahamnya, yg penting bisa membawa seluruh lapisan masyarakat tidak kelaparan. Mau itu Islam kek, nasionalis, liberalis, sosialis…
Kang Nur
August 9, 2008 at 10:27 pmTeman saya bilang: “Musuh dalam Berdebat adalah Sahabat dalam Berpikir”
tp tulisan di kaos itu : Per di bed-nya si Aan adalah rahmat. Bgmn itu? 🙂
sluman slumun slamet
August 10, 2008 at 1:23 pmkapan ya megawati ngopi bareng soeharto?
😀
Ahmad Sahidah
August 10, 2008 at 6:29 pmPerbedaan yang mendorong saya mengenal orang lain, diri sendiri dan dunia. Saya tidak bisa membayangkan jika segala sesuatu berwarna tunggal, selain membosankan, ia akan membuat kita diam.
Iman
August 10, 2008 at 8:01 pmKang Nur,
jadi kalau per bed nya nggak bunyi menjadi rahmat karena tidak membuat berisiik kamar sebelah..he he