Bima Ngaji

Ada yang selalu saya kagumi cara Wali Songo menggubah wayang kulit sebagai media dakwah. Salah satunya tentang cerita wayang ciptaan Wali Songo yang berjudul “ Bima Ngaji “. Sebenarnya dalam cerita itu , tidak ada adegan atau scene si Bima atau Werkudoro atau Brotoseno lagi mengaji melafalkan ayat ayat suci. Hanya sebuah kisah Sang Bima berguru mencari ilmu.

Untungnya Wali Songo tidak sekasar produser produser sinetron dalam mengadaptasi cerita luar. Mereka juga tidak menambah nambahkan bumbu cerita. Wali Songo juga pintar memilih judul. Pemilihan kata ‘ Ngaji ‘ sebagai sebagai analogi mencari ilmu, yang justru dekat dengan pemahaman santri. Terasa sederhana dan sekaligus membumi.

Intinya dalam lakon itu, kesimpulan yang ditarik adalah seorang murid harus mentaati gurunya. Kalau sang guru tidak jujur, misalnya Durna, maka yang rugi justru si guru bukan muridnya. Bagi murid yang taat, seperti Bima justru mendapat kesaktian kesaktian dari gurunya yang tidak jujur, sampai akhirnya ia menemukan gurunya yang sejati, Dewa Ruci.
Pelajaran ini mengandung makna, seorang murid atau santri mesti setia kepada gurunya. Dan disisi lain, guru yang akan menyesatkan justru akan percuma, karena murid pada akhirnya akan menemukan jalan yang benar.

Tiba tiba saja cerita yang pernah dikisahkan oleh KH Zaifuddin Zuhri , mantan Menteri Agama asal NU jaman Bung Karno ini bergulir di kepala saat bangun pagi. Menjadi analogi yang tepat, ketika kita sebagai murid menghadapi guru guru alias pemimpin negeri seperti Presiden , ketua DPR , wakil rakyat, ketua Partai yang kian hari kian membingungkan. Kalau tak mau dibilang sesat.

Marzuki Alie benar benar bebal seperti teman saya kecil yang namanya juga Juki. Kalau bermain bola di komplek dulu, ia selalu ‘menggeruduk’ maju ke depan, lalu diam saja di depan gawang lawan. Lupa posisi asalnya sebagai bek. Teman teman berteriak, supaya dia secepatnya balik. Tapi dia hanya cengar cengir seperti kerbau kekenyangan. Juki memang badannya besar seperti kerbau, sehingga ia dipasang sebagai bek, di kesebelasan komplek kami dulu.

Sebagai rakyat – sang murid, kita memang diam melihat akrobatik politik Marzuki Alie yang berusaha mempertahankan pembangunan gedung baru DPR yang lebih dari 1 trilyun itu. Bagi Marzuki, pembicaraan rencana pembangunan gedung DPR hanya untuk kaum elite dan orang orang pintar. Rakyat biasa jangan diajak bicara.
Dia tampaknya bebal dengan rasa sensitive rakyat, karena issue Gedung baru belum selesai. Kini Bang Juki sudah menyepakati kenaikan anggaran kunjungan ke luar negeri untuk tahun 2012 sebesar 531 milyar. Naik hingga 79,7 persen dari anggaran tahun ini. Padahal selama ini kita tahu semua tentang pat gulipat studi banding atau kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri.

Saya sebagai rakyat sekaligus murid, juga patuh terhadap Presiden saya. Kalau meminjam bahasa para politikus, akan mengawal secara konstitusi jabatan Presiden sampai 2014. Tapi apakah Presiden memahami jeritan Yunita, istri Masbukhin, mualim kapal MV Sinar Kudus yang dibajak para lanun Somalia. Selama sebulan lebih, terkatung katung menunggu negoisasi yang tepat. Jika tidak di blow up oleh media, dipastikan akan bertambah lama lagi nasib warga Negara kita ditangan pembajak. Itupun Pemerintah hanya berjanji mencari jalan terbaik untuk pembebasan, and clock is ticking.

Wahyu Susilo – analisis kebijakan Migrant Care, memberikan definisi yang pas tentang kelambanan Pemerintah Indonesia merespons masalah yang dihadapi warga negaranya yang sedang bekerja di luar negeri. Yakni, kebiasaan Pemerintah melakukan diplomasi kompensasi. Ada upaya sistematis untuk mengarahkan ( keluarga ) korban agar menempuh jalan mediasi dengan iming iming material. Model ini merupakan bentuk impunitas atau kejahatan tanpa hukuman bagi pelaku kekerasan / kejahatan.

Banyak kasus dari TKI di Arab, Pemerintah lebih suka mencari kompensasi daripada merumuskan langkah hukum dan diplomatic yang masih terbuka lebar. Sama dengan kasus MV Sinar Kudus, awalnya Pemerintah lebih cenderung melakukan negoisasi kompensasi, dengan memaksa perusahaan membayar uang tebusan. Padahal banyak opsi seperti pembebasan dengan kekuatan militer, seperti banyak dilakukan negara lain. Banyak pihak menyarankan tidak melakukan penebusan dengan uang, karena akan membuat pola pembajakan ini tambah subur.

Sebagai murid, saya juga belajar dari sejarah. Ketika Sabtu pagi, 28 Maret 1981, pesawat Garuda ‘ Woyla ‘ dibajak dan dibawa ke Bangkok. Sabtu siang itu juga, Kolonel Sintong Panjaitan mendapat telpon untuk menyiapkan pasukan. Sabtu malam, Presiden Soeharto menyetujui langkah militer untuk membebaskan sandera seluruh penumpang Garuda. Kemudian esok harinya, hari minggu, pasukan anti terror berangkat ke Bangkok dan Selasa dini hari, operasi pembebasan sukses dilakukan.Semuanya dilakukan cepat, sistematis dan tidak bertele tele, tanpa banyak pertimbangan. Bagaimanapun juga itu contoh Presiden yang tak pernah ragu ragu mengambil keputusan. Seorang teman, @kuncoro mengatakan jaman itu kita mempunyai seorang pemimpin walau dia kriminal.

Jadi apakah saya harus seperti Bima, diam dan taat kepada pemimpinnya. Di satu sisi kita melihat ketidakadilan, ketidakpedulian sebagai bahan pelajaran yang akan memperkaya wisdom. Apakah kita perlu gembar gembor menggerakan rakyat untuk menggulingkan pemimpin yang sesat. Atau rakyat akan menemukan jalan kebenarannya sendiri ?
Yang jelas Ngaji itu bukan sekedar berguru. Bagi saya itu merupakan janji, karena dulu saya pernah belajar ngaji, dan berhenti. Lalu lupa lagi sampai saya berjanji pada Gusti Allah untuk kembali belajar lagi.
Kali ini Bima akan benar benar Ngaji. Pagi ini saya kembali membuka catatan nomor telepon Pak Umar, guru ngaji saya jaman baheula. Semoga dia tidak ganti nomor.

Gambar Bima dari http://rudyao.deviantart.com/

You Might Also Like

14 Comments

  • ajengkol
    April 14, 2011 at 10:41 am

    SubhanaAllah semoga belajar ngajinya lancar hingga katam mas dan menularkan kepada yang lain 🙂 Habis ini belajar tafsir mas indah sekali deh rasanya waktu nggak akan cukup buat mendalaminya

  • mas stein
    April 14, 2011 at 12:35 pm

    pemimpin ini kan kita sendiri yang milih mas, mau misuh-misuh gimana?

  • mistertomat
    April 14, 2011 at 1:05 pm

    numpang komentar mas, bagi saya negara ini sekarang sudah tidak keren karena diwakili oleh pemerintahan yang seperti ‘itu’

    -sekian-

  • kunderemp
    April 14, 2011 at 1:40 pm

    Gambarnya Rudyao keren euy.

  • Antyo
    April 14, 2011 at 5:28 pm

    Saya kadang menghibur diri bahwa bangsa ini adalah bangsa yang hebat karena gemar belajar dan bereksperimen, termasuk berani mengulangi kesalahan. Lalu di tengah itu kita mendapatkan wakil rakyat kelas semprul dan pemimpin yang tak tegas. Tak apa, mari belajar sampai capek dan menyerah. 🙂

  • edratna
    April 15, 2011 at 8:43 am

    Jadi…..jika rakyatnya bisa menulis seperti ini, apa rakyat tak pantas diajak ngobrol ya mas Iman?
    Karena rakyat kan bukan jelata semua, atau tak berpendidikan.

  • ign
    April 15, 2011 at 3:46 pm

    saya setuju dengan tulisan di http://about.me/partaigolput, golput bukan solusi hanya obat kecewa. sudah lama saya golput, tapi masih peduli dan sangat cinta negeri ini. saya siap dibelakang mas imam, klo panjenengan mau memimpin revolusi di negeri ini. mari kita perjuangkan calon wakil dan pemimpin yang kita biayai sendiri kampanyenya. saya tidak akan pernah memilih wakil atau pemimpin yg “membeli” suara pemilihnya.

  • ign
    April 15, 2011 at 3:48 pm

    kepada anak kecil, jangan lagi kita bertanya “siapa yang cita-citanya *mau* jadi presiden?” tapi ganti dengan “siapa yang cita-citanya *berani* jadi presiden?”

  • ign
    April 15, 2011 at 5:42 pm

    ngaji lewat “kehidupan” dengan cara banyak bekerja dan berkarya untuk kemaslahatan orang banyak juga akan mengantarkan kita kepada Tuhan. Bahkan mungkin Tuhan akan lebih menghargai kita yang berusaha menjalankan peran sebagai wakil-Nya (khalifah) daripada mereka yang hanya asik beribadah sebagai hamba-Nya (abdullah).

  • Iman Brotoseno
    April 16, 2011 at 12:05 pm

    Ign,
    saya bis ajadi next presiden sesat kalau maju nanti ha ha
    Ajengkol.
    Nggak fasihhh ngajiku,,belepotan

  • boyin
    April 22, 2011 at 4:17 pm

    di jaman kolobendu gini saya cenderung mencari tempat2 terang supaya tidak tertelan kegelapan….

  • Wigati
    April 25, 2011 at 11:47 pm

    Sudah lama gak blogging, ternyata mas Iman masih ngeblog. Amazing as far as I can remember and still is.

    Menurut saya, kepemimpinan yang sekarang ditambah dengan wakil rakyatnya semakin lama semakin menyedihkan saja. Pemimpin negara ini seperti takut-takut atau penuh ragu akan tindakannya. Wakil Rakyat yang namanya jadi buruk sekali karena banyaknya permasalahan yang menggantung, punya agenda ini itu tapi GJ dan juga kunjungan-kunjungan yang tdk pada tempatnya. Banyak ngomong tapi gak jelas juntrungnya. Ke mana ya orang-orang yang sebenarnya the real thinkernya? I’m sure those people are there cuman seems that their hands are tight when they’re inside the system. Correct Me If I’m Wrong, but that’s how I feel.

    Nuwun sewu … sudah lama gak comment2 kok langsung panjang.

  • Aam
    May 2, 2011 at 10:03 pm

    ya…salah rakyat dunk…knp milih presiden yg modal tampang doank…..padahal saia golput loh…. * kaga nyambung* hehe

  • AMD NETWORK
    June 22, 2012 at 12:23 pm

    sepppppppp

Leave a Reply

*