Keberadaan televisi di era internet ini akhirnya terganggu – disrupted – oleh kehadiran media baru dimana mengubah pola masyarakat menonton televisi. Penonton tidak sepenuhnya terpaku oleh jam siaran dan waktu siaran. Di era internet orang bisa menonton TV kapan saja, dimana saja dan yang lebih penting adalah topik apa yang digemari. Abrahamson (2017) dalam tulisannya berjudul Social Media Is the New Television memaparkan bahwa saat ini media sosial menjadi televisi baru bagi khalayaknya khususnya kaum muda. Menurutnya, kaum muda sudah mulai menjauhi layar televisi. Perhatian penonton, papar Abrahamson semakin menjauhi layar televisi dan terus bergerak menuju perangkat seluler dan media sosial.
Mengutip Insight Tubular, 87% generasi muda di Amerika menggunakan smartphone dan 92% dari mereka menjelajah di perangkat lain saat menonton program TV. Mereka sering menggunakan perangkat layar kedua untuk menghabiskan waktu di jejaring sosial, mengobrol tentang konten yang mereka tonton atau terlibat dengan konten yang berbeda.
Teknologi internet ikut mempengaruhi terhadap perkembangan pertelevisian baik di tingkat nasional maupun global. Aspek positif penerapan teknologi Internet sangat membantu dalam aspek televisi sebagai fungsi informasi. Dalam produksi berita atau informasi, khalayak sangat diuntungkan karena segala informasi dapat disajikan dengan sangat cepat dan aktual. Berkat teknologi streaming, sebuah siaran tidak dibatasi lagi oleh sekat-sekat kewilayahaan.
Pada bagian tertentu teknologi baru ini berdampak secara positif, tetapi juga berdampak negatif kepada bisnis TV yang semakin tertekan dengan kehadiran streaming online. Banyaknya penyediaan konten yang tersedia secara online membuat audiens lebih cenderung untuk menonton melalui internet. Audiens merasa sudah tidak memerlukan TV untuk mencari informasi dan hiburan. Dengan demikian, mengubah lanskap cara menonton konten dan menyebabkan penurunan jumlah pemirsa yang menonton tayangan langsung di TV. Data Nielsen mencatat penonton siaran TV berkurang 5,4 % setiap tahun sementara disisi sebaliknya, tingkat penayangan streaming online semakin meningkat.
Data dari Asia Magnite, mengatakan bahwa 88% dari pengguna di Indonesia, atau sekitar 197 juta orang menggunakan open internet, dan terlibat dalam beragam aktivitas seperti streaming video, game, musik, serta membaca berita digital setidaknya dua kali dalam seminggu. Dalam fenomena ini maka industri TV tidak bisa mengabaikan terjadinya perubahan pola menonton audiens yang semakin bergeser ke TV terkoneksi internet. Ini membuat anggaran media untuk dialokasikan ke saluran digital dengan TV terkoneksi internet juga terus semakin membesar.
TVRI dalam perspektif kepublikan
Sebagaimana prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) bahwa tugas dan fungsi TVRI adalah mewujudkan transformasi digital di bidang penyiaran meliputi membangun infrastruktur penyiaran digital dan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK ). Transformasi digital sudah dilakukan dengan migrasi dari siaran analog ke digital serta memasuki era media baru.
TV Swasta sudah memasuki ruang baru penyiaran ini karena salah satu perkembangan signifikan lainnya adalah pesatnya popularitas streaming TV seiring dengan meningkatnya popularitas layanan streaming yang diselingi iklan
Roadmap Pengembangan TVRI menjadi World Class Broadcaster dilakukan dalam 10 tahun yang meliputi 5 tahun pertama (2022-2026) meletakan fondasi yang kuat untuk Teknologi digital, kemudian dan 5 tahun kedua (2027-2031) menjadi pemain global dalam konten digital dunia. Apakah target ini terlalu muluk untuk diterapkan ? Hal itu tidak mustahil mengingat saat ini TVRI sudah memilki fondasi yang kuat menuju penyiaran kelas dunia. Jaringan infrastruktur transmisi TVRI adalah yang terluas di Indonesia sampai wilayah pedalaman, pelosok dan perbatasa dengan menjangkau hampir 78 % populasi. Dengan proyek Digitalization Broadcasting System berupa bantuan loan dari Perancis akan mengubah penampakan TVRI, berupa penambahan jaringan transmisi hingga 95 % dari coverage populasi, modernisasi studio di TVRI Nasional dan seluruh TVRI penyiaran daerah, serta peningkatan capacity building dalam segi sumber daya manusia.
TVRI telah melalui persimpangan jalan tersebut, kini harus cepat cepat memutuskan mengikuti arus zaman agar tidak tergerus kencangnya arus perkembangan teknologi. Sebelumnya dalam layanan TV konvensional, banyak kalangan kerap membandingkan konten TVRI yang dianggap kurang menarik minat masyarakat jika dibanding TV swasta. Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI bisa dibilang memperoleh kepemirsaan yang sangat kecil dibandingkan dengan lembaga penyiaran swasta dengan merujuk angka kepemirsaan yang rendah. Jika berkaca pada Nielsen, program program yang disukai masyarakat adalah drama sinetron. Memang hasil riset ini hanya menjadi referensi buat TVRI karena berbasis hasil responden di 11 kota besar saja, sementara pemirsa TVRI jauh melewati kota kota besar sampai pelosok negeri.
Apakah TVRI harus membuat program seperti swasta ? TVRI tidak harus bersaing dengan TV swasta karena konsep dan karakteristik media penyiaran publik sangat berbeda. Penyiaran publik adalah penyiaran yang dimiliki negara, Pemerintah, organisasi publik sebagai tandingan swasta. Penyiaran ini didalamnya ada ‘ pelayanan publik ‘ berupa penyebarluasan program kepentingan dan minat publik seperti pendidikan, budaya dan informasi yang membantu masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Konsep yang digunakan adalah media audience as public, bukan sebagai konsumen.
Khalayak sebagai warga negara harus dididik, diberi informasi sekaligus dihibur. Dengan kata lain public harus dilayani sehingga mereka bisa menampulkan hak dan tugasnya secara demokratis. Dalam konteks ini TV publik tidak berkepentingan dengan hedonisme konsumen ( penyiaran komersial ). Berbeda dengan TV swasta yang memandang konsep khalayak sebagai audience as market. Media memberikan informasi kepada warga hanya sebagai kepentingan pendukung. Tujuannya membuat konsumen sadar tentang produk dan jasa serta mengikat mereka dalam program hiburan.
Pertanyaannya apakah TV Publik masih relevan dengan perkembangan jaman yang cepat bergerak ini. Dalam konteks inilah TV publik harus menjadi ajang percakapan semua lapisan masyarakat, sehingga semua pihak tergerak untuk memecahkan persoalan sehari-hari. Dalam konteks ini, bolehlah kita belajar dari BBC TV Publik Inggris yang mungkin merupakan TV Publik terbaik di dunia.
Dalam jurnal yang dirilis “ Statista “ tanggal 29 Juli 2024 di Amerika, ternyata BBC masih mendominasi 33 % dari seluruh khalayak pemirsa TV di Inggris. Kemudian diikuti oleh Lembaga penyiaran swasta ITV 20 %, dan Channel 4 sebesar 10,8 %. Konten produksi lembaga penyiaran Inggris ini pun berhasil menembus platform OTT internasional seperti Netflix dan Amazon.
Belum lama Pemerintah mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Hanya saja tidak dilakukan sosialisasi yang terukur sehingga publik tidak mendapatkan pencerahan sesungguhnya, ditambah berita berita klik bait akhirnya hanya menyisakan tuduhan bahwa Pemerintah melegalkan seks bebas. Padahal Kementerian Kesehatan memastikan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi, termasuk penggunaan kontrasepsi, hanya ditujukan kepada remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan karena kesiapan calon ibu yang mungkin terbatas oleh masalah ekonomi atau kesehatan.
Berita diatas mengingatkan bagaimana BBC pernah mengangkat topik tentang rencana pemerintah Inggris untuk menyediakan dana bagi kampanye mempertahankan keperawanan bagi kaum (remaja) wanita, yakni dengan mengatakan “Tidak!” ketika diajak berhubungan intim oleh pasangannya. Acara yang dipandu mantan anggota parlemen Inggris, Robert Kilroy menjadi acara Talk Show paling menarik dan sekaligus mencerdaskan.
Sebenarnya banyak topik yang relevan dalam budaya kita yang bisa menjadi topik debat yang melibatkan masyarakat biasa di layar kaca, seperti kenaikan harga beras, bahaya zat pewarna dalam makanan, disiplin warga pada aturan, prostitusi remaja, kualitas pendidikan dll karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak juga.
Bahkan TV publik harus memberikan perhatian kepada kelompok kelompok kelompok budaya, tradisi bahkan politik yang selama ini diabaikan ekosistem Pemerintahan. Dalam siarannya, TV publik harus melaporkan realitas di lapangan secara adil dan jujur dari pada hasil wawancara dengan tokoh-tokoh politik sehingga TV publik dapat mendorong masyarakat untuk bersimpati dengan kaum lemah.
Lebih jauh lagi, TV publik bisa mencerdaskan masyarakat dengan ilmu pengetahuan. Salah satu program dengan nilai kepemirsaan tinggi di BBC adalah tentang science – ilmu pengetahuan dan perjalanan. TVRI adalah ruang untuk mempromosikan keragaman budaya Tndonesia dan pentingnya melestarikan tradisi. Hingga kini, kebanyakan karakter yang tergambar dalam TV Indonesia adalah perspektif Jakarta dan kelas menengah perkotaan dengan background kelompok etnik dominan seperti Jawa dan Sunda. Jarang sekali menyinggung etnis etnis lainnya.
Saat ini dengan kelincahan TV swasta untuk bersaing secara komersial membuat TVRI ketinggalan setidaknya dari segi anggaran. TVRI masih tergantung sepenuhnya dari APBN, yang mana anggaran TVRI hanya seujung kuku dibanding BBC yang anggarannya 90 T trilyun setahun atau NHK yang 70 Trilyun setahun. Namun TVRI masih memiliki kepercayaan di mata masyarakat sebagaimana laporan Reuters Institute Digital News Report 2024, nilai kepercayaan publik terhadap berita berita yang dikeluarkan di Indonesia – brand trust – adalah TVRI & Kompas di urutan pertama dengan nilai 61 % kemudian disusul CNN dengan nilai 60 %.
Sebenarnya dalam Peraturan Pemerintah diatas TVRI dimungkin untuk menarik iuran dari publik seperti masa orde baru dan sebagaimana BBC dan NHK melakukan sampai saat ini, Apakah Pemerintah ingin melihat melihat pola pola yang berlaku di negara lain. Turki pernah memasukkan komponen iuran untuk TRT – TV publik Turki – sekian persen dari iuran listrik warga walau sekarang dihapus dan diganti dengan pajak cukai yang dipungut dari setiap pembelian perangkat gadget dan seluler. Ini bentuk iuran warga yang dipungut secara tidak langsung, karena warga tidak pernah menyadari bahwa dari harga handphone yang dibelinya, ada sebagian komponen diambil Pemerintah untuk TV Publik.
Memang hal iuran TV masih sulit diwujudkan mengingat adanya resistensi dari masyarakat. Ini yang membedakan dengan kultur masyarakat Inggris atau Jepang dimana mereka merasa TV publik sebagai representasi mereka sehingga tidak berkeberatan untuk membayar iuran.
Salah satu cara meningkatkan pendapatan adalah menaikan harga rate iklan. Saat ini TVRI boleh berjualan slot iklan atau blocking time dalam siarannya, hanya saja harga itu sangat murah karena dibatas aturan Pemerintah terkait PNBP. TVRI mempunyai potensi yang luar biasa terutama dengan jaringan infrastruktu transmisi di seluruh negeri yang membuat jangkauan siaran TVRI jauh lebih luas dari TV swasta. TVRI juga memiliki 34 stasiun penyiaran daerah yang independen dan bisa membuat konten konten lokal sendiri.
Bahkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No 4/2024 awal tahun ini merupakan momentum buat TVRI untuk bergerak lebih lincah karena Pemerintah memberikan keleluasaan operasional kepada direksi tanpa harus direcoki konflik konflik dengan dewan pengawas sebagaimana kerap terjadi di masa lalu. Optimalisasi asset – tanah TVRI di seluruh Indonesia rata rata terletak di area premium, sewa mux ( transmisi penyiaran ), kerja sama siaran dengan stake holder maupun swasta semua dimungkin untuk menambah pemasukan PNBP untuk negara.
PP TVRI yang baru juga memuat ketentuan pendelegasian kewenangan pembinaan kepegawaian dari Presiden ke Direktur Utama. Selama ini status pegawai TVRI adalah pegawai Kementerian Kominfo yang “ ditugaskan “ di TVRI sehingga menyulitkan pembinaan internal, karena kadang pegawai yang dipasok kurang sesuai dengan kebutuhan TVRI. Dengan adanya penguatan dari Presiden, maka kedepan TVRI bisa mengelola kepegawaiannya, termasuk melakukan rekruitmen dan melakukan desain kebutuhan pegawai sendiri.
Perubahan Lembaga Penyiaran Publik menuju Public Service Media
Revisi UU Penyiaran yang sudah lebih berusia 20 tahun harus segera dilakukan agar penyiaran publik bisa sejalan dengan konvergensi media sebagai ekses dari kemajuan teknologi, khususnya dari munculnya Internet dan digitalisasi informasi. Kelak UU Penyiaran yang baru, harus membuka ruang untuk lahirnya satu undang-undang khusus, yakni UU RTRI ( Radio Televisi Republik Indonesia ), sehingga menjadi proteksi bagi lembaga penyiaran publik sebagai media utama.
Kendati demikian di tengah perkembangan industri media saat ini terdapat tantangan yang cukup besar untuk menarik perhatian konsumen. Sebab, dewasa ini masyarakat digempur dengan jutaan konten dari berbagai channel sedangkan perhatian mereka cukup terbatas. Sehingga diperlukan pendekatan multi channel dari seluruh rangkaian kegiatan teresterial dan digital melalui internet. Penonton akan tertarik pada layanan streaming karena tayangannya yang berkualitas tinggi, serta mampu menghadirkan beragam konten yang baru dan inovatif. Termasuk mengaitkan program televisi dengan percakapan media sosial sebagai bagian dari komunikasi publik.
Sebagai Public Service Media bisa menyediakan ruang ruang publik di dunia maya untuk mendiskusikan berbagai hal, termasuk politik secara demokratis. Media sosial, menurut Jae Kook Lee (2014) dalam Social Media, Network Heterogeneity, and Opinion Polarization, membuat orang bisa dengan bebas tanpa sekat untuk memaparkan pandangan yang berbeda, walau di sisi lain muncul kekhawatiran media sosial justru menghasilkan masyarakat yang kian terpecah belah akibat polarisasi pandangan yang semakin hari semakin keras.
Meskipun demikian para ahli komunikasi massa masih punya keyakinan bahwa TV tidak akan mati karena media sosial tidak memproduksi konten, tetapi hanya menyiarkan konten. Televisilah yang memproduksi konten tersebut.
Untuk itu penggabungan RRI dan TVRI merupakan keniscayaan, sebagai bagian dari perubahan konsep penyiaran publik menuju Public Service Media sebagaimana terjadi di negara negara lain yang sudah menggabungkan TV, Radio dan Internet sekaligus. Konvergensi media ini menyatukan 3 C – Computing, Communication, dan Content) yang akan menyatukan aspek informasi komputer, jejaring telekomunikasi, dan penyedia konten ( termasuk disini Televisi, penerbit buku, koran, majalah, radio, musik, film, dan hiburan ). Pada akhirnya, perubahan teknologi dan peningkatan penggunaan internet tidak serta merta membuat “ televisi “ sebagai sebuah konsep yang sedang sekarat, namun sebaliknya justru televisi edang mengalami revolusi akibat budaya digital yang dikaitkan dengan percepatan perubahan sosial masyarakat.
Memasuki usianya yang ke 62, TVRI bisa tetap kompetitif dan mengambil porsi pasarnya, dengan mengembangkan inovasi serta menawarkan pengalaman menonton yang lebih menarik. Dunia pertelevisian memiliki peran yang signifikan dalam budaya kita, baik dari segi hiburan maupun informasi. Secara umum meningkatkan keragaman representasi, dan mengutamakan kualitas agar bisa meningkatkan dampak positif industri pertelevisian. Dari perspektif analitis, konvergensi media dipengaruhi oleh konvergensi teknologi untuk layanan terkoneksi yang inovatif. Konvergensi juga mengarah pada konvergensi unit usaha seperti media, komunikasi dan internet. Sektor media massa inti seperti pers dan penyiaran yang tidak mau mengikuti perkembangan telekomunikasi dan internet akan terkucilkan dari perkembangan jaman.
No Comments