Kejayaan negeri selalu paling mudah digambarkan dengan semangat perjuangan olahragawan. Apalagi sepakbola, walau Maradona pernah menjadi pemadat narkotika, tetap saja seantero Argentina selalu menganggapnya nabi.
Sepak bola adalah olahraga paling popular. Ada nafas negeri ini disana. Ada suara rakyat di sana,walau prestasinya memble. Ini juga jelas mengapa sepakbola selalu menjadi prioritas gelontoran dana APBD, sponsor atau apa saja. Mengapa tidak ke cabang angkat besi misalnya yang jelas jelas prestasinya sudah mendunia tetapi masih terseok seok dalam urusan dana pembinaan.
Poster heroik ini menjadi rangkaian kampanye menyambut kejuaraan sepakbola antar negara Asia tenggara. Majulah pahlawan bangsaku, demikian penggambaran pesannya. Masalah nanti keok itu urusan lain, yang penting ada momentum semangat persatuan yang bisa diteriakan dalam gemuruh sorak sorai penonton di Stadion Bung Karno.
Gemuruh itu memang beda. Stadion Sepak Bola yang megah menjadi saksi pergulatan kehebatan atau kemandulan prestasi sepakbola Indonesia. Kita melihat tangis Anjas Asmara yang terkulai karena gagal menceploskan bola dalam adu penalti melawan Korea Utara tahun 1976. Tinggal selangkah lagi menuju Olimpiade Montreal.
Saya selalu merindukan gempita atmosphere dalam stadion lingkar gelang pertama di dunia itu. Untuk sekejab kita lupa betapa mahalnya biaya hidup ini. Untuk sementara dalam ruang waktu 90 menit, kita tak pernah mempersoalkan ketidakadilan, korupsi atau skandal politik. Karena hidup hanya untuk bola.
Waktu saya kecil, saya sangat gembira jika diajak ayah menonton sepak bola di Stadion kebanggaan itu. Ia selalu membawa radio transistor kecil berwarna hitam. Sambil memandang di lapangan bercampur mendengarkan suara penyiar RRI. Siapa lagi kalau bukan Sambas. Dari situ saya mengerti suara bariton Sambas yang begitu luar biasa membawa atmosfer dilapangan ke dalam siaran radio.
“ Berputar putar saudara saudara gerakan kaki Waskito,..melaju cepat, oper ke Andi Lala, dan ahhhhhhhhhhhhhhh..sayang sekali, bola melesat jauh saudara saudara….”
Tidak heran, jaman orang Arab masih belajar menendang bola. Kesebelasan nasional kita sudah bisa bermain head to head dengan klub juara Brazil Santos, yang diperkuat oleh legendanya, Pele.
Waktu itu jika ada pertandingan PSSI, membuat orang orang cepat pulang kantor, jalanan menjadi sepi. Di warung warung kopi dan pojokan jalan, banyak orang berkerumun mendengar siaran radio dari Sambas. Sebelum pertandingan mereka semua sudah hapal nama nama pemain kesebelasan nasionalnya. Bahkan pemain cadangannya.
Sementara sekarang yang saya ingat hanya Bambang Pamungkas dan Ponaryo Astaman. Itupun karena mereka dipakai untuk iklan minuman energi.
Terakhir saya menonton sepak bola jamannya Ronny Patinasarany. Baru kembali menginjakan kaki di senayan, sewaktu Piala Asia kemarin. Ternyata atmosphere itu masih sama. Hampir seratus ribu penonton mengingatkan kejayaan persepakbolaan masa silam. Tak peduli walau akhirnya pemain PSSI yang staminanya melorot. Tak peduli walau akhirnya tersingkir. Saya hanya tersenyum melihat anak lanangku yang saya ajak nonton saat itu ikut larut dalam sorak sorai yang membahana. Ia mungkin masih terlalu kecil untuk berdesak desakan disana. Tapi saya percaya ia menikmati suasana itu.
“ this is real game my son,..instead of Play Station ! “
Jadi ketika saya mengutarakan lagi kepadanya untuk menonton Piala Asean nanti. Matanya melompat lompat gembira. Tiba tiba saya teringat ayah saya. Siklus sejarah memang selalu berputar.
Ayo siapa mau ikut ke Senayan ?
49 Comments
inidanoe
December 5, 2008 at 12:34 ammaaph pak., sambas itu siapa yak..?? 😀
saya mo ikut ke senayan klo diongkosin :p
hihihihihihihihi..
Bagas
December 5, 2008 at 1:12 amBoleh, jika mau bayarin ongkos PP naik pesawat
Toni
December 5, 2008 at 1:23 amSambas Mangundikarta itu penyiar radio terhebat di jamannya
Dah tua kita ya Mas Iman … 🙂
Catshade
December 5, 2008 at 1:38 amBagi saya, yang lebih intens dan membangkitkan nasionalisme itu malah bulutangkis. Intens karena semuanya dipertaruhkan di satu/dua orang saja, dan poin masuk cuma perkara cock-nya menyentuh lantai area permainan atau tidak. Dan lebih membangkitkan nasionalisme, karena bulutangkis Indonesia lebih banyak menangnya ^^
mantan kyai
December 5, 2008 at 2:55 amnunggu komentare mas hedi 😀
aku nggak ikut deh mas iman. kata orang aku mirip ricardo kaka. takut banyak yg minta tanda tangan 😀 *di lempar bola*
idham jasa
December 5, 2008 at 5:42 amahh..yang udah-udah di gelontorin milyaran juga ga pernah juara TIMNAS
elly.s
December 5, 2008 at 6:29 amiya sambas memang legendaris banget..
suaranya yang berat ituh memang top abis untuk komentator olah raga..
jaman saya dia juga pembawa acara thomas cup n all England..arrghh..Liem Swie King kemana yak sekarang…
loh kok aq malah ngomongin badminton….
hidup piala Asean!
didut
December 5, 2008 at 7:19 ammsh heran knp kok boaz td sebagus kmrn kmrn
evi
December 5, 2008 at 7:34 amsepak bola…?
Bapak, suami dan temen sebelah saya cinta berat bola, tapi saya kok ga mudeng ya? tapi untuk mengimbanginya biar diajak ngomong bola ga o’on banget ya tiap pagi baca koran.
dan semoga tidak terjadi tawuran aja 🙂
roi
December 5, 2008 at 7:34 amsaya pengen banget suatu hari nanti bisa seperti Mas, mengenalkan realita kepada anak dengan cara yang menyenangkan, bahwa gelora semangat itu lebih terasa daripada di dunia virtual
boyin
December 5, 2008 at 8:24 amanakku cewe apa tak ajak nonton bola juga?
genthokelir
December 5, 2008 at 9:59 amwah satu realita yang selalu terlupa di banyak kalangan
dan memang kang Iman selalu memberikan pencerahan dalam nuansa wacana yang membuka jelas mata saya dalam berfikir
salut dan salam hormat saya
angki
December 5, 2008 at 10:35 am*tunjuk tangan*
Saya Mas Iman
Saya mo ikut nonton ke Senayan
KiMi
December 5, 2008 at 12:51 pmMau… saya mau ikut nonton di Senayan! Tapi diboleh ndak ya ma bapakku?
Moh Arif Widarto
December 5, 2008 at 12:54 pmSaya pernah sekali nonton langsung pertandingan sepakbola di Gelora Bung Karno. Saat itu digelar pertandingan Indonesia vs Hong Kong. Kurniawan, Kurnia Sandi, dan alumni primavera yang lain masih menjadi tulang punggung timnas. Sayangnya, saat indonesia mencetak satu-satunya gol, saya malah sedang memperhatikan ke arah lain. Indonesia menang 1 – 0. Sayang, sekali lagi sayang, saya tidak bisa melihat saat gol tercipta. Sejak saat itu, saya kembali menekuni layar televisi apabila ada pertandingan bola yang saya ingin lihat. Saya tidak ingin kehilangan “gambar” saat gol tercipta. Jadi maaf, Mas Iman, saya tidak ikut ke Gelora Bung Karno.
edo
December 5, 2008 at 1:45 pmmelu!
ocha
December 5, 2008 at 1:57 pmDuh, saya males nonton deh, tak ada si anak sorong itu (boaz) 🙁
Ntar sore yah mulainya? nonton ah kalau sempat, tpi di tipi aja
*kangen boaz*
bangsari
December 5, 2008 at 2:01 pmpenonton kita emang gila dan fanatik. mau jelek, mau kampungan, mau banyak skandal wasit, mau rusuh, tetap sepak bola kita ditonton. kayanya ngga ada penonton sefanatik penggila bola endonesa deh.
Sambas? saya juga masih sempat mendengarkan siarannya lho. memang hebat beliau itu.
anakperi
December 5, 2008 at 2:38 pmwoh, haibat sambas si penyayang itu….
ndebakulsempak
December 5, 2008 at 2:43 pmhmmm. . .Jd inget dulu jaman ikut ssb. Dan kini temen2 di ssb sudah masuk ke klub divisi utama.
Masalah dana masih menjadi alasan majunya tidaknya olahraga indonesia. Bravo indonesia
catra
December 5, 2008 at 3:29 pmkapan ya indonesia bisa main di piala dunia
*mimpi*
Tukang Nggunem
December 5, 2008 at 3:53 pmBlom pernah sekalipun nonton bola langsung dari stadion seumur-umur…mesakke aku ya…takut ndak do tawuran e soalnya, halahh padune ra kuat tuku tiket wae ding…hahaha
Nyante Aza Lae
December 5, 2008 at 3:58 pmmass…ajuin saran donnkk sm yg “diatas” sono, maunya nasib mreka2 yg sdh pernah berprestasi n mengharumkan bangsa Indonesia diperhatikan..kasian tuh, ada dq liat di tipi sampe mrk jadi (maaf) tukang cuci speda motor…sedihhh
yuswae
December 5, 2008 at 4:01 pmsaya nonton tipi aja mas..
Saya dulu bersemangat juga mendengar siaran sepakbalan di radio. tapi baru ngeh kalau namanya sambas.. yang saya ingat justru penyiar live sepakbalan di kampung saya. dia juga sama semangatnya dengan sambas…
Dia suka mengubah nama pemain kampung kami.. Ada yang namanya BUANG, dia ubah jadi MaBUANG Kessak.. nama Misnadi Amrizal Pribadi, Eks striker gelora dewata, dia juga yang ngubah. padahal nama aslinya cuma Misnadi..
tanteangga
December 5, 2008 at 4:04 pmakulah sisa-sisa kejayaan sepakbola,
namaku Angga Bhuana Putri…2 kata terakhir adalah nama team sepakbola putri kepunyaan Indonesia, jaman baheula…
(tapi, jujur… aku nggak bangga.. kalo dilahirin lagi, mau minta nama Angga Luna Maya)
btw…
ayoooo ke senayannnn!
Indah Sitepu
December 5, 2008 at 4:10 pmhuhuuiiiii mari ke senayan..
btw pasti aman ga nihh?
titin
December 5, 2008 at 4:12 pmsaya tidak bisa menikmati saat menonton bola di tipi (di stadion mah belum pernah nyoba) , tapi karena butuh koran untuk membunuh waktu di KRL Jabodetabek , kalau jika baca koran semua halaman pasti dibaca trmsk urusan bola sehingga hapal urusan perbolaan. Bahkan pertanyaan wajib kalau saat diajak ikut ngetes calon pegawai pegawai kontrak gak jauh dari sepakbola , biarpun gak bisa main kalau dia hapal nama kiper klub2 inggris dan klub di indonesia, 90% direkomendasi diterima. hahahahahah ..
Aris Heru Utomo
December 5, 2008 at 4:45 pmKonon, ketika kompetisi Liga Perserikatan masih jaya-jayanya, orang-orang daerah selalu menjadi pendukung fanatik kesebelasan daerahnya.
Aris Heru Utomo
December 5, 2008 at 4:52 pmKonon, ketika kompetisi Liga Perserikatan masih jaya-jayanya, orang-orang daerah selalu menjadi pendukung fanatik kesebelasan daerahnya. Orang Medan pasti dukung PSMS, wong Suroboyo dukung Persebaya, urang Bandung dukung Persib dsb. Maka ada cerita, saat seru-serunya pertandingan PSMS-Persija, orang Medan bela-belain nonton langsung ke Senayan, enggak peduli dirumah anaknya sedang sakit keras. Prinsipnya, bawa anak ke rumah sakit bisa dilakukan besok paginya, sementara pertandingan PSMS-Persija hanya ada malam ini. Kalaupun ada pertandingan PSMS-Persija lain waktu, maka ceritanya sudah pasti berbeda. itu duluuu … sekarang mungkin tidak seperti itu.
kenny
December 5, 2008 at 5:28 pmgambarnya kog kayak ada percikan darah, jgn2 ntar malah semangat maen bolanya sampe ketes2 darah alias bentrokan. eh tapi udah biasa kog ya ribut di dunia persepakbolaan.
varda
December 5, 2008 at 6:31 pmngga ikut dulu deh.. kejauhan.
belum pernah nonton bola di senayan. dulu rajin nonton kesebelasan kabupaten berlaga di ligina. atmosphere nya luar biasa. gyaa.. jadi pengen segera pulang.
enggak setuju ah sama pendapat yang bilang “kayanya ngga ada penonton sefanatik penggila bola endonesa deh” penonton di eropa tuh gila2. kalo pas pertandingan liga champions, dibela-belain bolos kantor dan terbang ke stadion demi nonton timnya main. nggak punya tiket juga cuek aja, ntar usaha gimana caranya bisa dapet tiket. ngga dapet tiket ya nongkrong di pub (apa gunanya terbang jauh2 kalo ujung2nya cuma nongkrong di pub? ya kata mereka sih yang penting menunjukkan loyalitas. *cape deh*) penonton di inggris tuh gila2. sebelum masuk stadion minum bir dulu. jadinya pertandingannya makin rame; karena makin mabok ‘chant’nya (lagu-lagu pembangkit semangatnya) makin seru. ha ha, penontonnya kenceng2an chant.
sayangnya kalo di indonesia, penontonnya menggila bukan di stadion, tapi setelah selesai pertandingan. apalagi kalo kalah. idih.. pokoknya dulu begitu wasitnya nyemprit tanda permainan selesai, langsung cepet2 kabur; sebelum nggak bisa pulang.
aniwei… gutlak timnas ^_^
leksa
December 5, 2008 at 7:33 pmSAMA MAS!
Pertama kali menginjak Stadion Sepak Bola itu, juga oleh Ayah saya..
Stadion Lampineung Aceh yg sangat biasa itu -tidak sebanding dengan Gelora Bung Karno-, serasa menjadi panggung raksasa yg luar biasa! Walau sekarang stadion itu sudah terganti menjadi taman untuk Hotel kelas International punya Turki.
Saya ingat sekali, itu adalah masa2 masih jayanya Persiraja Aceh. Bahkan mampu membuat Kompetisi Nasional sendiri. Piala Cakradonya, nama yg diambil dari lonceng Jaman Sultan Iskandar Muda, yang dipercaya menjadi tanda kejayaan dan akhir kejayaan Nusantara.
Ah jadi beromantisme saya…
serdadu95
December 5, 2008 at 8:09 pmJahh…. Sambas emang ngangeni Mas. Saya terkenang-kenang dgn Beliau, apalagi kalo pas ngliput bulutangkis ato mbawain acara “Dari Desa ke Desa”, mantab.
Epat
December 6, 2008 at 2:03 ammenang 3-0! garuda…!
istantina
December 6, 2008 at 7:30 amjayalah jaya persepakbolaan indonesia…. jangan semakin jaya para perusuh dan pembuat onar di lapangan bolaaaa….
dony
December 6, 2008 at 9:41 amyay … indonesia masih keren mas ! kita menang 3-0
(rock_dance)
syiddat
December 6, 2008 at 2:39 pmke senayannya kalau ada Arsenal Vs Indonesia sajah… 😛
arya
December 6, 2008 at 4:01 pmmas, kemarin lawan myanmar nonton ndak? membaik mas. memberikan harapan 😀
nirwan
December 6, 2008 at 10:38 pmDitunggu tulisannya kalau Indonesia versus Thailand, ato Indonesia versus Singapura …. hehehehe 😀
Kyai slamet
December 7, 2008 at 7:28 amSaya belum pernah nonton sepak bola di senayan. Eh ngomong ini theme baru ya mas. Kok mirip punya mas Iman?
Btw ini sekadarblog kan?
titiw
December 7, 2008 at 10:05 pmEh.. pas lawan myanmar kemaren jumat aku dateng!! Kok gak ketemu mas iman ya?? hehehe.. (banyak orang kaleee..)
escoret
December 8, 2008 at 12:41 amsejak di bawa beny dolo,lumayan punya harapan kok.
eh,ketua PSSI masih yg kemarin ya..????
hmm..kpn ya kopdar nongton bola di senayan..????
Donny Verdian
December 8, 2008 at 5:44 amSejarah memang berulang, Mas.. semoga sejarah ancurnya bal-balan kita juga ngga berulang deh 🙂
Selamat menonton, kusoraki dari sini!
edratna
December 8, 2008 at 8:52 amSaya juga ingat suara Sambas yang legendaris…..
Saya belum pernah nonton sepakbola di Senayan…hanya kalau ada acara ultah kantor…dan itupun senang banget, bisa teriak sekencengnya…rasanya semua stres jadi ilang deh.
Mbilung
December 11, 2008 at 7:04 amdulu pernah punya foto bareng dengan ronny pasla … berasa di puncak dunia.
eshape
December 13, 2008 at 3:27 amPSSI masih sering kalah, tapi aku tetep juga mendukung PSSI.
Aku cinta Inter, Chelsea, Barca, tapi tetep juga asyik nonton PSSI
Aku suka amerika latin, tapi tetep juga mantengin PSSI
pada akhirnya nanti, PSSI pasti akan jadi juga bersanding dengan negara-negara besar di Piala Dunia
amin amin amin
ini hanya doaku,
tapi bila disambut dengan doa seluruh rakyat indonesia
[minimal doa blogger indonesia]
dan didukung oleh semangat para punggawa pssi untukmasukpercaturan dunia,
maka itu bukan suatu hal yang tidak mungkin
amin
amin
amin
salam “jape methe”
B3dj0
December 29, 2008 at 1:00 pmdan indonesia tetap saja….KALAH!!
Y Allah kapan indonesia Q iki isok berjaya yo?
http://vcc-gratis.blogspot.com
dey
May 25, 2009 at 12:51 pmyeah.. kejayaan itu smoga akan terulang lagi pak ya…
dey
May 25, 2009 at 12:59 pmkalo mau timnas kita jaya, kita kirim sebelas perempuan paling cantik d indonesia.. kirim untuk di hamili ama pemain timnas brazil….