Tiga Srikandi

“ Bang Pandi sangat keras dalam melatih kami. Ia sangat disiplin dan tak pernah mengenal belas kasihan. Jangankan melawan. Mendengar suara mobil VW kombinya dari kejauhan, sudah membuat kami mengkeret ketakutan “

Demikian Yana, bersama Kusuma dan Lilies menceritakan pengalamannya dilatih salah satu pemanah putra terbaik yang pernah dimiliki Indonesia, Donald Pandiangan. Mereka – Nurfitriyana, Kusuma Wardhani dan Lilies Handayani – adalah trio pemanah puteri Indonesia yang merebut perak beregu di Olimpiade Seoul 1988, sekaligus atlit pertama negeri ini yang meraih medali di Olimpiade.

Saat itu ketiga remaja putri tersebut tak membayangkan, masa masa mudanya yang tercabut karena harus menjalani pusat pelatihan nasional di Sukabumi. Jangan dibayangkan sebuah pusat pelatihan yang mewah dan penuh dengan fasilitas kebugaran. Hanya sebuah rumah tua dengan rumput rumputnya yang setinggi dada di halaman. Mereka para atlet perempuan harus ikut memotong rumput rumput itu agar halaman bisa menjadi tempat latihan.

Selama setahun mereka iri melihat remaja putri lainnya bisa bercanda tawa, jalan jalan menonton film ‘ Catatan si Boy ‘, sementara mereka menjalani hari hari yang membosankan. Bangun pagi, latihan, latihan dan latihan. Skripsi Yana yang tertunda. Lilis yang terpisah dengan kekasihnya di Surabaya, atau Kusuma yang tak bisa membantu orang tuanya mencari nafkah tambahan.

Malam malam yang sepi di Sukabumi mungkin menjadi saksi bagaimana ketiga gadis remaja hanya bisa bernyanyi nyanyi lagu Vonny Sumlang di kamarnya sambil membayangkan menjadi seorang selebritis. Sesuatu yang menjadi mimpi gadis gadis sebayanya.
Tempat tidur mereka seolah jadi panggung kemasyuran. Yana dengan kenesnya melenggak lenggok seperti ratu sejagad melupakan beratnya latihan pagi sampai sore hari, dengan Kusuma dan Yana yang melompat lompat seperti burung yang menginginkan kebebasan.

Rasa deg-degan
di hatiku
saat kutatap paras wajahku
di cermin

Pipi merah, bibirku merah
merekah menantang
setiap pandangan

Kupoles lagi alis mataku
hidung, telinga, jidat, tangan,
sampai betis

Oh betapa cantiknya
wajahku malam ini
Pasti kuterpilih jadi ratu

Aku berbisik dalam hati
mungkinkah ini kan terjadi sesungguhnya
kulangkahkan kaki menyusuri
panggung pemilihan ratu sejagat

Tanpa sadar dalam kamar sempit itu telah menyatukan mereka dalam ikatan persaudaraan. Tiba tiba Yana teringat lelaki yang selalu dipujanya. Kusuma dan Lilis juga mendamba pelukan menenangkan dari kekasihnya.

Siapa yang menyangka panahan mampu meraih medali saat itu ? Jauh dari hingar bingar seperti olahraga sepakbola atau bulutangkis. Bahkan dalam pertemuan atlet atlet Olimpiade yang menghadap Presiden, sebelum berangkat ke Seoul, tampak kepala negara hanya sibuk dan berbicara dengan atlet atlet dari cabang yang popular.

Ada rasa kesal, dan kegelisahan dari para atlet panahan. Mengapa Presiden tidak mengganggap kehadiran mereka ? Bukankah prestasi panahan juga tidak bisa dianggap remeh ? Pelatih mereka, Donald Pandiangan sudah bolak balik juara Asia dalam tahun 70an. Bahkan ia pernah memecahkan rekor dunia di PON 1977 Jakarta. Mimpinya meraih medali di Olimpiade Moscow 1980, hancur berantakan setelah Pemerintah Indonesia memutuskan memboikot karena invasi Uni Sovyet ke Afganistan.

Yana, Kusuma dan Lilis percaya bahwa mereka punya kans yang sama dengan Yayuk Basuki. Mereka juga jadi juara di Asia Tenggara. Selama hampir setahun mereka dilatih sangat keras oleh Donald Pandiangan, dengan metode latihan kelihatan tidak masuk akal. Ini mungkin terlihat sangat personal bagi Donald Pandiangan. Ia ingin anak anak asuhnya menuntaskan mimpinya yang hancur delapan tahun sebelumnya.

Masih terngiang ngiang ucapan Bang Pandi yang meledak ledak di ruang ganti, sebelum mereka memasuki lapangan di Seoul.
“ Kalian adalah pejuang yang tak pernah diharapkan. Bahkan Presiden pun berpaling karena olahraga panahan dianggap anak tiri. Tapi kalian telah membuktikan lain. Tidak ada yang namanya hampir menang. Yang ada adalah menang atau kalah. Dan orang-orang akan mengenang mereka yang menang!
Seperti halnya hidup, pertandingan ini juga harus diperjuangkan langkah demi langkah. Kadang dalam hidup kita jatuh dan kita bangun kembali, demikian pula pertandingan ini “

Yana harus menjaga semangat adik adiknya. Ia yang paling tua dan dianggaps sebagai panutan. Jika dia mampu menyelesaikan skripsi serta kemelut personalnya sebelum berangkat ke Seoul, artinya dia bisa mengatasi kegelisahan Kusuma dan Lilis, dengan memotivasi mereka.

“ Setiap hari kita berlatih, setiap kali kita bertanding, kita harus berikan yang terbaik. Semua mata bangsa lihat kita sekarang. Kita dapat doa mereka,.. support dari mereka. Kita harus kembalikan ke mereka dengan kemenangan.
Kalau kita kompak, pasti bisa! Lihat tuh bule bule yang tadinya nganggep kita cemen. Sekarang gantian, mereka takut juga. Memang mereka nggak deg-degan? Emang siapa dia? Kita juga jagoan “

Mereka bertiga saling berpandangan, merangkul erat erat pundak teman teman mereka. Mereka tahu bahwa setelah kegagalan merebut emas, kini semesta tak lagi mampu mencegah mereka merebut medali perak.

Bukan tentang emasnya. Tapi dengan merebut perakpun, ada kebanggaan yang tak pernah dicapai oleh siapapun warga Indonesia di pentas Olimpiade.
Walau angin bertiup terlalu keras di lapangan. Yana tahu saatnya akan tiba.

You Might Also Like

4 Comments

  • mrbambang
    May 27, 2015 at 11:56 pm

    Semoga sukses mas filmnya 3 Srikandi. Can’t wait to see. 🙂

  • Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H
    June 7, 2015 at 4:04 pm

    LAGUNYA BAGUS NIHH.. ANE IJIN DOWLOADNYA.. SUKSES YAA BUAT FILMNYA

  • Arri
    August 9, 2016 at 5:39 am

    Sangat inspiratif Mas, sesuai dengan ekspektasi saya tentang film feel-good. Ditunggu kisah inspiratif lainnya.

  • ibas
    October 10, 2023 at 8:35 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*