Ke Jakarta !

Bung Karno dulu pernah mempunyai ide menarik, memindahkan ibu kota negara ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Baginya Jakarta hanya untuk kota perdagangan. Sementara kota Pemerintahan di pindah ke tengah tengah hutan Kalimantan. Sayang ide ini tidak pernah terwujud. Mungkin beliau sudah kerepotan dengan ide ide besarnya yang lain.
Tapi dengan fenomena arus balik saat ini, memang sudah selayaknya Jakarta menjadi lelah dan kelebihan beban. Selalu yang datang lebih banyak dari yang pergi.
Angka pertumbuhan sekitar 200,000 – 250,000 penduduk baru setiap tahun membuat hidup tambah sesak.

Gubernur Fauzi Bowo sudah jauh jauh hari akan menggelar operasi Justisi. Siapa yang tidak memiliki KTP Jakarta, hanya luntang lantung harus kembali ke daerahnya. Tramtib berwajah garang akan menyambut pemudik di terminal bus, stasiun kereta dan merazia pemukiman pemukiman. Ia juga memerintahkan setiap kelurahan, tidak gampang mengeluarkan KTP Jakarta. Harus ada bukti bekerja dan jaminan hidup di Jakarta.

Ini menjadi pelik, padahal ibu saya sudah berpesan ke Kasminah – pembantunya – untuk tidak lupa membawa 2 orang lagi dari kampungnya.
Satu untuk adik saya yang tinggal di depok. Satu lagi untuk tambahan di rumah, karena ibu saya sudah mulai kerepotan mengurusi tanaman tanaman potnya dan tumbuh tumbuhan lainnya. Kadang saya suka berpikir ini hutan belantara, kebun raya atau rumah. Tapi biarlah ia menikmati masa tuanya dengan berkebun.

Kota terpadat nomer lima di dunia ini sudah tinggal menunggu waktu ‘ meledak ‘ saja. Padahal jaman dulu Bang Ali sempat hampir bersitegang dengan Gubernur Jawa Barat Solichin GP. Pasalnya Bang Ali meminta agar Jawa Barat menyerahkan Tangerang, Bekasi dan Depok dan memasukan ke menjadi bagian wilayah Jakarta.
Di ruang operation room Balai Kota DKI , Mang Ihin – panggilan gubernur Solichin – menyindir Bang Ali.
“ Kenapa tidak seluruh Jawa Barat saja dimasukan jadi bagian Jakarta, dan Bang Ali jadi super Gubernurnya “.
Masuk akal, karena Bang Ali membutuhkan daerah penyangga agar pembangunan sinergi dan saling berhubungan. Secara praktek daerah daerah itu sudah melekat dan tergantung dengan Jakarta. Tetapi justru tidak sinergi karena kebijakan pemerintah daerahnya yang berbeda.

Penduduk Jakarta aslinya hanya 8,5 juta di waktu malam, kalau siang mendapat tambahan 2,5 juta lagi dari daerah daerah sekitarnya. Angka itu bisa lebih besar karena masih banyak mereka yang tidak tercatat secara resmi memiliki identitas KTP Jakarta.
Pemerintah pusat semestinya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui otonomi daerah. Sehingga daerahpun bisa menyerap tenaga kerja lokal. Mengharapkan Jakarta untuk menampung daya serap tenaga kerja seluruh negeri hampir tidak masuk akal.

Tapi disinilah ambivalen para elit pemerintah pusat. Para elit politikus atau pemimpin di pusat masih tidak rela jika fungsi perputaran uang dan ekonomi bergeser dari Jakarta. Kekuatan uang dan modal harus tetap didekatnya. Jangan jauh jauh. Silahkan tebak sendiri kenapa.
Otonomi yang dulu hendak dilepaskan ke masing masing daerah, tiba tiba ditahan pelan pelan. Kalau bisa jangan terlalu otonomi. Selalu ada campur tangan pusat dalam urusan Pilkada. Meminta keistimewaan Jogja dilepas, dengan alasan lebih demokratis dan kelak nanti ada selebritis artis dari Jakarta yang bisa mencalonkan menjadi wagub Propinsi Jogjakarta.

Persoalan hidup di Jakarta bukan sekadar bisa memperpanjang hidup sehari dua hari. Tapi kesadaran mendapatkan sumber hidup yang layak. Kalau tidak, operasi justisi Gubernur Fauzi Bowo hanya sia sia. Siapa perduli dan selalu bisa dikelabuhi.
Jakarta selalu menjadi sarang gula untuk didekati semut semut. Kota ini membutuhkan pekerja, kaum marjinal sampai wanita wanita malamnya. Ia terlalu sombong dan lemah untuk berdiri sendiri, sehingga orang orang selalu berdatangan. Persis seperti lirik lagu Koes Plus. “ Ke Jakarta, ku kan kembali…”

Siapa yang disalahkan kalau ladang dan sawah di desa berubah fungsi menjadi pabrik dan jalan jalan tol. Manusiawi bahwa orang harus berjuang untuk penghidupan yang lebih baik. Mana lagi kalau bukan ke Jakarta.
Sore ini, ibu saya masih berbicara dengan Kasminah di Wonosari yang – tentu saja – memiliki handphone. Memastikan bahwa ia akan membawa teman teman desanya.
Pasti mereka mau. Apalagi membayangkan memiliki handphone seperti Kasminah.

You Might Also Like

60 Comments

  • Kanjeng Ragil
    October 5, 2008 at 12:17 am

    Afdol-nya memang Ibukota negara dipindahkan saja dan diluar P. Jawa, biar pemerataan gitu mungkin ?

  • Setiaji
    October 5, 2008 at 12:17 am

    Jakarta, baik dan buruknya, tetap saja menarik di mata para jelata di seluruh penjuru nusantara. Mengadu nasib di Jakarta jauh lebih menantang ketimbang menunggu panen dari hasil bumi warisan leluhur . Faktanya biar Jakarta dikatakan sekejam apapun, semua Gubernur Jakarta selalu ‘Dejavu’ untuk urusan kaun urban yang tiap tahunnya seakan menjadi mimpi buruk para petinggi Jakarta 🙂

  • dian
    October 5, 2008 at 12:19 am

    jadi teringat perdaduk batam. yg gak punya ktp batam hrs bayar uang jaminan (makin gemuklah tuh para aparat)

    menurut aku kok melanggar HAM ya. wong msh di wilayah indonesia. tapi mungkin pemerintah jkt udah keabisan akal. aku aja males ngeliat jkt, padat, macet, polusi blaaahh

  • dian
    October 5, 2008 at 12:20 am

    ketinggalan. itu yg ujung di pic-ku bukan campuran spanish, but asli american (maksudnya asli bule, bukan indian hehhee)

  • kyai slamet
    October 5, 2008 at 12:56 am

    mas minta nomer hapenya kasminah boleh gak?
    😀

  • Gildo
    October 5, 2008 at 1:16 am

    Saya sudah lama pernah tinggal di Jakarta, katanya kotor, polusi,macet, dan yang lain2, tapi Jakarta ada sesuato yang tertarik, untuk itu aku love Jakarta.
    Ini tahun datang ke Jakarta 200.001, karena awal november saya mau kesana lagi.
    Salam kenal dan salam from Barcelona(Spain)

  • diyantouchable
    October 5, 2008 at 2:55 am

    kalau melihat ketidakmerataan pembangunan sih, saya rasa pantas kalau jakarta setiap tahun di luberi (lebih parah dari dibanjiri) pendatang baru…
    ini adalah tugas masyarakat jakarta sebagai ibukota negara untuk memikirkan pemerataan pembangunan daerah di luar jakarta dan jawa. jangan sampai ekses negatif dari kepadatan penduduk menjadi ‘senjata makan tuan’ bagi penduduk jakarta…

    sekalian mohon maaf lahir dan batin ….
    ‘to err is human’ kata seorang bijak…
    so forgive me for being human……

  • serdadu95
    October 5, 2008 at 3:22 am

    Ada gula ada semut. Jakarta emang kota menggiurkan, tapihh kok saya malas tinggal di sanahh yakk..??! Enakan di Klaten ato di Jogja. Gimana kalo nama kota “jakarta” diubah ajahh..??

  • Anang
    October 5, 2008 at 5:55 am

    jakarta keterlaluan. sembarang2 di jakarta. pesta blogger di jakarta lg!! sby ga diampiri…??

  • Fitra
    October 5, 2008 at 8:08 am

    Saban hari ngedumel dengan kemacetan Jakarta, tapi tetep aja emoh begitu dihadapkan oleh pilihan2 yang mengharuskan pindah dari kota ini…. 😀

  • mantan kyai
    October 5, 2008 at 8:29 am

    padahal saya juga sudah hampir psti go tu jekarta 😀 muga2 gak ketemu tramtib 😀

  • Fadli Reza
    October 5, 2008 at 8:37 am

    yang saya dengar, palangkaraya dipilih karena secara geografis kota tersebut berada tepat di tengah Indonesia.

  • Fadli Reza
    October 5, 2008 at 8:41 am

    Harusnya pemerintah Indonesia sudah berfikir seperti Bung Karno, memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat perdagangan, Seperti US dengan New York dengan Washington nya, atau Oz dengan Sydney dan Canberra.

    Jakarta dan Palangkaraya ..

  • marshmallow
    October 5, 2008 at 8:50 am

    wah, suka banget penutupnya, sindiran yang manis, bikin geli tapi sekaligus miris.

    masalah ibukota negara, agaknya australia adalah satu dari sedikit negara yang memiliki ibukota negara yang benar-benar hanya sebagai pusat pemerintahan.
    dengan begitu, canberra sangat sepi, tenang, lengang, dan tertata.
    kegiatan yang utama adalah menyangkut pemerintahan negara, penduduk terutama bekerja sebagai pegawai pemerintah, selebihnya hanya tambahan yang tak menonjol.

    atau malaysia, walaupun ibukota negara adalah kuala lumpur, namun kantor-kantor pemerintahan dialokasikan di putra jaya, distrik yang cukup terisolir dari keramaian kota.
    memindahkan kantor-kantor ini konon perlu waktu dan biaya yang besar serta komitmen, tapi lihat hasilnya!

    kalau indonesia mau meniru, kira-kira pusat pemerintahan mau dipindahkan ke kota mana ya?

    nice entry, mas!

  • moh arif widarto
    October 5, 2008 at 10:00 am

    Maaf, Mas, saya tidak kembali ke Jakarta tapi ke Tangerang. Saya juga tidak membawa tambahan orang baik itu keluarga maupun pekerja. Sampai saat ini saya belum mampu membayar pekerja rumah tangga.

    Saya setuju pusat pemerintahan dipisah dari pusat bisnis. Sayang, elit politik kita dari yang kolot sampai yang modern, dari yang konservatif sampai yang progresif, nggak ada yang punya political will untuk melakukan itu; memisahkan pusat pemerintahan dari pusat ekonomi.

  • ngodod
    October 5, 2008 at 11:02 am

    yang jelas, saya ndak mau kalo ibukota pemerintahan dipindah ke jogja. jogjua dah sumpek poll..

  • zen
    October 5, 2008 at 1:23 pm

    jangan sampe deh megapolitan ini menjadi nekropolitan –itu bakal jauh lbh buruk dari jancukarta!

  • Hedi
    October 5, 2008 at 3:03 pm

    apapun, operasi yustisi itu nggak perlu ada. masak warga negara nggak boleh tinggal dimanapun di dalam negaranya sendiri…memang negara yg aneh 😀

  • silly
    October 5, 2008 at 3:31 pm

    Walahhhh mas Iman,

    kok sama2 posting tentang pembokat yang ikutan arus balik sihhh… hahahaha… Check this out:

    http://sillystupidlife.com/2008/10/05/hmmm-kamu-memang-menggiurkan

    yang jelas, om kumis pasti bakalan tambah repot dehhh 😛

  • Mihael Ellinsworth
    October 5, 2008 at 3:31 pm

    Ah, dilema ibukota itu. Dibutuhkan karena perputaran uang tetapi dibenci karena kumuh dan kepenuhan. Rasanya pekerjaan di sudut – sudut desa saja tidak sebanyak kota, begitu pikir mereka. Meskipun mereka tahu citraan Jakarta tetapi mereka terbuai dengan cerita uang yang melimpah, sehingga dengan mengemis saja bisa terisi beberapa kantong uang. 😛

  • yuki tobing
    October 5, 2008 at 3:39 pm

    menarik mas Iman, setahu saya malah sudah keluar UUnya kan beberapa waktu lalu tentang “pengusiran” makhluk tanpa KTP Jakarta.

  • Indah Sitepu
    October 5, 2008 at 4:48 pm

    saya juga seseorang yang menambah kepadatan kota Jakarta ini…….

  • iks
    October 5, 2008 at 6:38 pm

    Jakarta itu guilty pleasure hehe…

  • mas kopdang
    October 5, 2008 at 8:24 pm

    adalah azasi penduduk siapa pun jua untuk menetap di manapun berada, termasuk Jakarta, baik berkerja maupun tidak. Baik kaya maupun tidak. Baik berguna maupun tidak.

    Dan adalah tugas kita semua, masyarakat bertetangga saling menyapa, saling bantu dan tentunya saling memberi sehingga komunitas besar ini bisa saling melindungi.

    Sudahkah anda mengenal semua tetangga kanan kiri depan belakang..?

  • Usai Lebaran, Ngapain? « Mas Kopdang
    October 5, 2008 at 9:41 pm

    […] kupasan yang menarik dari fotografer kita, Bung Iman Brotoseno. Jakarta yang siap sedia menampung dan akhirnya kembali menjadi tumpuan […]

  • angki
    October 5, 2008 at 10:06 pm

    Mas Iman seh, tinggal di JKT, coba di SBY. Bersama itu tuuuuuuhhhhhh
    *mlayu*

  • akangjuned
    October 5, 2008 at 10:09 pm

    lama lama msuk ibukota ada ticket nya 😛

  • diajeng meong
    October 6, 2008 at 1:05 am

    tp knp ya,sultan menolak dicalonkan jd gubernur lg,dan bbrp waktu yll yg bikin heboh dg tiba2 mengumumkan thn dpn ga jd gubernur lg -semcm itu- kmd ‘dalihnya’ utk memancing pusat ttg RUUK. gara2 itu konon adik2 sultan udah kasak kusuk mo nyalon gubernur.
    haduh, iya si, demokrasi. tp apa iya, harga yg d bayar hrs semahal itu? lbh prioritas mana, demokrasi ato kesejahteraan rakyat? -OOT- he3.. :mrgreen:

  • nico
    October 6, 2008 at 1:24 am

    @angki, hus, gag sopan!

    Jadi, kpn mas iman pindah ke malang?*kalem*

  • ichaawe
    October 6, 2008 at 1:40 am

    mgkn karena saya lama jauh dr Jakarta … sehingga saya gak peduli kata2 orang, sumpeknya jakarta, brutalnya jakarta, bla bla bla.
    Saya sebaliknya… saya rindu jakarta… kota yg dimana saya bs menemukan apa saja yg saya mau, dr mulai keluarga tercinta, tempat2 tercinta, makanan2 tercinta.
    Jakarta itu sebenernya surga … bagi orang2 yg tau bagaimana cara melihat jakarta 🙂

    met lebaran yah mas iman

  • ambar
    October 6, 2008 at 7:04 am

    saya bayangkan ibukota kita di batam, biar dapet ceceran dari Singapura dan bisa mengawasi tetangga usil kita, Malaysia 🙂

  • Fitra
    October 6, 2008 at 9:40 am

    Mas. bilang Kasminah, aku juga titip satu donk :(…..cape juga nih ga ada si Imah, sebelum ngantor kudu nyuci dan bebenah….pulang kantor nyeterika ….. kekekeke*dibalang teklek, emangnya broker pembantu, tapi tetep mau kalo ada :p *

  • Yoyo
    October 6, 2008 at 9:52 am

    buat tempat tinggal yang masih hidup aja sulit, apalagi buat kuburan yang meninggal ya ? dikubur berdiri kali ya ?…… 🙂

  • jafis
    October 6, 2008 at 11:20 am

    baru tau jafis kalo jakarta tuh dimalam hari penduduknya bertambah banyak ..heheheh

  • kenji
    October 6, 2008 at 1:15 pm

    klo ada tax insentive di daerah, mungkin beberapa para pengusaha jakarta mau pindah bisnis ke sana juga, jadi dah pemerataan ekonomi 😀

    serba salah juga sih, apakah Jakartanya terlalu menggiurkan atau orang daerah yang kehabisan akal untuk mengembangkan ekonominya.

  • Dony Alfan
    October 6, 2008 at 1:20 pm

    Jakarta, Jakarta, dan Jakarta. Menurut saya, kota pemerintahan memang seharusnya dipisah dengan pusat ekonomi. Sedikit banyak pasti ini bakal mempengaruhi cara berpikir para pengambil keputusan. Mungkin mereka bisa berpikir lebih jernih dan lebih bijak, meminimalkan pengaruh dari pihak2 tertentu. Contohlah Malaysia yang sudah membuat pusat administrasi sendiri, Putrajaya. Jaman Pak Harto dulu, kabarnya ada wacana bahwa Jonggol akan dijadikan pusat pemerintahan. Sampai sekarang wacana itu masih ada, tapi belum ada realisasi.

    Yah, inilah centralismo ala Indonesia , menjadikan ‘New York’ dan ‘Washington’ di satu tempat. Kita tunggu kapan ‘meledak’.

  • torasham
    October 6, 2008 at 2:34 pm

    Jakarta emang sumpek…
    kapook maen kesono lagi.

  • titin
    October 6, 2008 at 3:02 pm

    suami pindah tugas ke denpasar pertengahan bulan ini, tapi tetap saya gak mau ikutan pindah .. tetap mau nyangkul di jakarta , biar bisa lihat monas tiap hari dari krl bekasi- jakarta. masih ada penerbangan lgsg dps-jkt kok 🙂

  • tyas
    October 6, 2008 at 3:14 pm

    tapi mz iman…otonomi daerah sendiri sekarang sudah kayak bagi2 kekuasaan
    memang ada bbrp daerah yang berhasil dengan otodanya, tapi g banyak jg yang hanya menghasilkan “raja2” kecil baru di daerah
    tanpa didukung kesiapanSDM, otonomi daerah bisa menjadi pisau bermata dua….

    solusi biar g terjadi urbanisasi ke jakarta lagi antara lain membuka lapangan pekerjaan di daerah2 atau dengan memisahkan pusat pemerintahan, industri, dan perdagangan
    cuma untuk mewujudkannya bukan cuma jadi tanggungjawab pemerintah, butuh kesadaran semua pihak.

    waaah jadi susah ya mikirin Indonesia 😉
    but the night is always getting darker before the sun rises hohohohoho

  • sapar
    October 6, 2008 at 4:25 pm

    saya kerja di jakarta tapi gak punya ktp jakarta
    gimana yak
    saya cuman modal nametag dari kantor
    hiks
    sampai saat alhamdulillah gak kena razia
    =)

  • Soedarsono Esthiu
    October 6, 2008 at 5:14 pm

    Gagasan Soekarno memindahkan Ibu Kota ke Palangka Raya bukanlah asal njeplak. Ini perhitungan yang serius. Entah bagaimana bahwa Bapak Muhamad Subuh Somohadiwidjojo juga memberikan amanah bahwa Kalimantan Tengah harus menjadi pusat Subud (Susila Budi Darma) se-dunia. maka sejak tahun 2001 di daerah Tangkiling (35 km) dari Palangka Raya telah berdiri sebuah kompleks berkelas internasional di tengah hutan Sei Gohong. Lihat saja RUTR yang sekarang menjadi kota Palangka Raya. Kalau Semarang punya Simpang Lima, maka PALANGKARYA kota punya simpang tujuh. apakah itu secara kebetulan bahwa lambang subud terdiri dari 7 lingkaran yang yang mempunyai 7 jari-jari. Kata Pak Subuh yang pendiri Subud itu, Kalteng bukan saja bisa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, tetapi bisa menyatukan dan mendamaikan bangsa-bangsa di dunia. Di bumi Kalteng terdapat sumber mineral yang tak terhingga. Tetapi kalau kita mengeksploitasi dengan nafsu maka yang akan muncul hanyalah tanah dan bebatuan. Kita hanya boleh mengeksploitasi dengan sabar, tawakal, dan ikhlas. Dan harus untuk kemaslahatan dan perdamaian umat manusia. Anda bisa melihat di http://www.subud.org.

  • Rystiono
    October 6, 2008 at 5:39 pm

    Untung saya termasuk semut yang suka mencari makan selain gula, jadi ndak tertarik ke jakarta…

    Hehehhee..

  • Manusiasuper
    October 6, 2008 at 6:09 pm

    Jadi ingat wacana Negara Federal di awal reformasi lalu…

  • Donny Verdian
    October 6, 2008 at 7:30 pm

    Ketika orang-orang kita mencari jalan yang lebih baik, Jakarta memang terasa menjadi jawabannya Mas. Saya menyaksikannya dengan benar saat ini, di Jakarta ini meski hanya untuk sementara sebelum pergi …

  • edratna
    October 6, 2008 at 9:12 pm

    Lha piye mas…saat pensiun, saya awalnya mau di Bandung, menemani suami, lha kerjaannya di Jakarta, akhirnya ya tetap KTP Jakarta. Tapi Bandung juga udah penuh sesak sekarang.

    Mungkin seperti ibu mas Iman tak masalah, karena pembantu tadi memang di Jakarta bekerja, artinya tak menganggur dan menjadi pengemis. Yang jadi masalah jika menganggur dan mengemis atau menjadi penodong.

  • tukang Nggunem
    October 7, 2008 at 1:26 am

    Untungnya sampe sekarang saya masih blom kepikiran minggat ke Jakarta setelah lulus nanti…rejeki gak hanya ada di Jakarta menurut saya…

    Membuat Jakarta sebagai pusat segalanya membuat Jakarta itu sendiri akan semakin kerepotan, berbagai masalah sosial tumplek blek di Jakarta…jadi bagaimana kalo usul Bung Karno memindahkan Ibukota Indonesia ke kota lain itu kembali didengungkan?

  • aRuL
    October 7, 2008 at 3:27 am

    Ndak tau napa sy lebih senang hidup di Surabaya 😀 hehehe
    berfikir jakarta sudah sesak, sy enggan berhidup di sana.
    saya sebenarnya menunggu keputusan bombastis dari pemerintah memindahkan ibukota atau setidaknya beberapa kantor pusat di Jakarta itu ke daerah2 yang sudah lumayan bagus dan aksesnya mudah, misalnya Surabaya, Medan, Makassar.
    tapi sayang daerah2 itu juga sudah mulai padat…. 😀

  • fauzansigma
    October 7, 2008 at 5:02 am

    kalau saya pikir Mas, Jakarta itu adalah Indonesia.. kenapa..karena disetiap filem sinetron, bahkan filem layar lebar skalipun.. setting selalu mayoritas di jakarta.. bahkan jakarta juga memilki budaya sendiri, yah Budaya JAKARTA! aneh benar, jakarta ibu kota negara menggeser budaya aset lokal yaitu budaya betawi yang notabene itu adalah tanah moyang mereka..

    lebihbaik segera pindahkan saja Ibu Kota negara ini dari pulau jawa.. para elit2 busuk itu terlalu senang melihat uang dekat2 dengan mereka..

  • Dilla
    October 7, 2008 at 9:03 am

    Mas iman, minta tolong bilangin kasminah, bawa temennya lagi..ibu saya juga mau…nanti tak kasih henpon wes.. 😀

  • didut
    October 7, 2008 at 9:08 am

    untung sy sudah keluar dr Jakarta mas, jadi paling gak ngurangin warga JKT satu deh 😀

1 2

Leave a Reply

*