Perempuan muda itu, masih berusia tujuh belas tahun ketika mendapat pencerahan – dipercaya – dari Tuhan untuk mengusir penjajah Inggris dan Burgundi dari tanah bangsanya, Perancis. Joan d’Arc bersama pasukannya membebaskan kota Orleans. Membakar, membunuh musuhnya dengan garang.
Karena intrik politik ia ditangkap oleh penguasa Inggris setempat, dituduh melakukan bidah – ajaran sesat – untuk kemudian divonis mati dengan dibakar hidup hidup. Saat itu usianya masih sembilan belas tahun.
Joan d’Arc memang bukan Amrozi, tapi keduanya percaya bahwa tangan Tuhan menggerakan revolusinya. Untuk Tuhannya dan agamanya. Beberapa ratus tahun kemudian pada tahun 1920, Paus Benediktus XV melakukan kanonisasi terhadap Joan d’Arc. Sebuah proses untuk menjadikannya orang Suci atau Santo dalam agama Katolik.
Kematian bagi seorang terpidana hanya akhir perjalanan. Eksekusi mati, dibakar, ditembak, digantung menjadi medium format pembalasan yang setimpal. Begitu prinsip prinsip hukum dipercaya. Adagium, ada pembalasan punishment yang harus dilakukan, agar ada efek jera dan keseimbangan dalam masyarakat.
Dalam film Ingmar Berman, The Virgin Spring. Menceritakan seorang ayah yang melakukan mandi suci, mandi berlama lama sebelum melakukan pembunuhan untuk pembalasan dendam atas kematian anaknya.
Menutup hati dan membuka mata agar Tuhan memaklumi hutang nyawa ini.
Kedua belas serdadu algojo eksekutor di Nusa Kambangan, mungkin tak pernah tahu dari asal senapan mana, peluru yang membunuh. Hanya ada 6 peluru aktif dari 12 senapan yang ditembakan.
Kita tak pernah tahu apakah ada rasa penyesalan dari mereka yang akan merenggang nyawanya ditangan algojo. Joan d’Arc tetap menolak mengajui kesalahannya atas bidah yang yang ditudukan. Amrozi pun tetap tersenyum dan meneriakan Allahu Akbar.
Agama telah membebaskannya dari ketakutan dan menjanjikan surga yang kekal disana. Apa yang bisa pahami atas keyakinan yang kukuh ? Kita begitu jeri jika ada yang percaya agama mewartakan jalan terror atas syiar yang akan ditegakan.
Kegelisahan selalu menjadi pencarian manusia, pun ketika ia sadar akan menghadapi maut. Ia bisa bersembunyi dibalik kesyahduan dan kebesaran Sang Khalik.
Para penghuni sel di rumah tahanan Budi Utomo, merinding dan terharu, mendengar gema adzan dan ayat ayat suci dilantunkan Brigjend Soepardjo – tokoh gerakan G 30 S PKI – semalam sebelum ditembak mati keesokan harinya.
Sementara Tono, tokoh penulis Lekra yang digambarkan dalam cerpennya Umar Kayam, Musim gugur kembali di Connecticut , lebih memilih percakapan personal yang terakhir dengan istrinya.
Ia hanya berpesan ketika dijemput tentara yang akan mengeksekusinya.
“ Saya harus pergi “. Istrinya menggangguk.
“ Jangan lupa tiap rabu periksa ke dokter “ . Saat itu istrinya sedang hamil muda.
Agama akhirnya membungkus manusia pada pemahaman kebenaran yang sepihak. Bahwa ada di luar sana , kadang ada nilai nilai universal yang tak memerlukan kemasan simbol agama.
Seorang rohaniwan pernah mengatakan, seorang atheis yang menjalankan hidupnya dengan kebaikan dan menolong orang , pasti masuk Surga. Karena Tuhan tak akan sampai hati memasukan ke dalam api neraka.
Saya mengerti apa maksudnya. Bukan meminggirkan peran agama. Tetapi apakah kebenaran menjadi mutlak harus melewati satu jalan. Selalu ada berbagai jalan.
Ketika Amrozi dibawa oleh mobil tahanan, dia akan tahu kemana jalan itu berujung. Disebuah pertigaan, jalan kekiri akan membawa ke pelabuhan dan jalan ke kanan akan membawa ke pantai terpencil.
Ufuk matahari masih jauh dari memerah. Angin laut yang sejuk, perlahan mengipasi wajahnya yang pasrah. Ia tidak melihat jalanan gelap atau rimbun pohon pohon bakau disepanjang perjalanan. Ia hanya hanya melihat iring iringan anak anak kecil menuju mesjid untuk sholat subuh di pesantrennya. Sayup sayup ia mendengar shalawat badar.
59 Comments
Yoyo
November 8, 2008 at 3:03 pmBiarlah hanya Allah, SWT yang membalas kebajikan para Mujjahid………
mantan kyai
November 8, 2008 at 3:22 pmwhat to say. amrozi, imam samudra, atau muklas -merasa- tidak pernah melakukan kesalahan. biarlah pasir tetap berbisik (berbisik saja, tidak usah berteriak) … Allahu Akbar
http://blog.ardyansah.com/?p=597
Anang
November 8, 2008 at 3:26 pmsepakat sama #1
varda
November 8, 2008 at 7:31 pmsaya baru baca posting ttg kisah cinta bung karno, sekarang baca ini.. hmm.. pria2 jaman 1960-an sepertinya penuh cinta dan romantis banget ya? –> nggak nyambung.
saya pribadi tidak berani mengambil resiko, mengambil hak hidup manusia lain demi mencium semerbak bau surga. bisa jadi jalan itu malah menjauhkan Dia dari saya. entahlah. hanya Dia yang tahu.
joan d’arc, amrozi, st. patrick, osama. martir, saint. itu dimata manusia.
Manusiasuper
November 8, 2008 at 7:48 pmRumit, tapi saya percaya ada sesuatu di dalam manusia, yang jika didengarkan baik-baik akan selalu membisikkan pesan-pesan kebenaran dalam banyak pilihan yang kadang menyulitkan…
Mihael Ellinsworth
November 8, 2008 at 9:41 pmSemua orang yang ada di dunia ini pasti akan ada yang masuk ke dalam Surga-Nya, tak peduli siapa yang berada di agama apa. Periblis dengan “Pengkafiran bagi agama yang tidak sejahtera” ataupun “Yohanes ‘ayat 22′”. Jalan menuju Roma ada banyak. 😛
danalingga
November 8, 2008 at 9:55 pmAh, tulisan yang mencerahkan mas.
Hedi
November 8, 2008 at 11:06 pmsepihak itu mungkin bagus, minimal buat dia sendiri, tapi nggak perlu sampek menghakimi pihak lain yang ga mau bergabung dengan pihaknya 😀
aryf
November 8, 2008 at 11:12 pmYusuf 67: Dan Ya’qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri.”
*selamat bagi anda utk hidup selalu berserah diri pada Allah*
thimbu
November 9, 2008 at 1:11 ambiarkan waktu yang akan menjawabnya 🙂
amrozi cs. beruntung karena telah merdeka
Dony Alfan
November 9, 2008 at 3:36 amHai Amrozi dkk, gimana kabarnya di alam kubur sana? Apakah sesuai dengan yang kalian mimpikan?
albri
November 9, 2008 at 4:47 amamrozi sudah meninggal tadi malam
ambar
November 9, 2008 at 5:29 ammenjadi martir itu juga perlu ditanyakan. menjadi pahlawan itu juga disangsikan. karena sejarah selalu berpihak.
elly.s
November 9, 2008 at 6:19 amsemoga arwah2 mereka mendapat pengampunan dari sang Khalik
Epat
November 9, 2008 at 6:41 amsemoga kebutaan atas nama keyakinan itu bisa segera disudahi.
edratna
November 9, 2008 at 7:41 amTulisan yang indah mas Iman……
Lance
November 9, 2008 at 7:56 amAmrozi gimana di di alam baka ? Apa kata Tuhan mengenai revolusimu ?
kw
November 9, 2008 at 8:12 amjalan menuju kebenaran itu sangat banyak. sebanyak tarikan nafas. 🙂
Rasyeed
November 9, 2008 at 11:50 amIstirahatlah dg damai kawan…
bersama bangun banten
November 9, 2008 at 12:20 pmEksekusi telah dijalankan. Semoga benar yang dituduhkan bahwa mereka bertiga merupakan otak Bom Bali yang mengerikan itu sehingga tidak akan ada lagi aksi-aksi mengerikan di negeri ini.
Apa benar mereka mujahid? Bukan kita yang bisa menjawab.
si Dion
November 9, 2008 at 1:22 pmAllah akan memberikan surga kepada mereka yang mendapatkan rahmat dari-Nya, bukan mereka yang banyak amal ibadahnya.
salam kenal..
meong
November 9, 2008 at 2:28 pmada sesuatu dlm tulisan ini. krasa ada yg nyambung.
pertama, krn isi dr postingan ini sempet jd bahan diskusi yg cukup serius bbrp minggu yll.
kedua, dunno. spt ada yg nyambung.
Bejo dari cikkarung
November 9, 2008 at 6:00 pmSetuju sama brother aryf
Mengenai status dan niat mereka, hanya Tuhan yang tahu. Kita hanya bisa mendoakan kebaikan bagi sesama muslim. Akhirnya, kami hanya bisa mengucap Semua Berasal dari-Nya dan Kembali pada-Nya.
bayu
November 9, 2008 at 6:04 pmtulisan yang bagus mas, saya sepakat…
tapi ada sebuah kesalahan dalam tulisan di atas… Jeanne d’Arc adalah ejaan yang benar versi Bahasa Perancis untuk Joan Of Arc yang merupakan versi Bahasa Inggris…
Fitra
November 9, 2008 at 6:15 pmSiapapun…kepada mereka yang berpulang semoga diberikan pengampunan oleh Sang Maha Pemaaf… dan Alfatehah buat mereka….
mas kopdang
November 9, 2008 at 6:44 pmketika Amrozy menemui pertigaan, ia lebih memilih jalan memutar..
kembali ke Langsat.
kyai slamet
November 9, 2008 at 8:41 pmweh saya kok malah bingung, masak sambutannya bak pahlawan. jadi apa emang bener kelompok itu memang teroris yang sesungguhnya.
dondanang
November 9, 2008 at 9:55 pmTeroris di Indonesia bagai selebriti *huh* Amrozi cs baik-baiklah di alammu 😀
Arip
November 9, 2008 at 9:57 pmKebenaran hakiki hanya Allah yang tahu, manusia hanya berusaha melaksanakan kebenaran sesuai versi yang diyakininya…
Yang penting jangan sampai ada pemaksaan keyakinan…
Merdeka!!!
kusmardiyanto
November 9, 2008 at 10:24 pmkalau saja mereka tahu apa itu kebenaran… sungguh sangat sedikit orang yang mengetahui kebenaran… para nabi dan rosul adalah orang yang paling tahu kebenaran karena mereka adalah orang yang mendapat wahyu dari Alloh yang dari-Nya kebenaran (al-haq) itu berasal… mereka diantaranya adalah Nuh as, Ibrohim as, Musa as (Moses), Isa Anak Maryam as (Yesus), dan Muhammad SAW…jauh setelah mereka meninggal, mereka yang menyebut dirinya pengikut para nabi dan rosul itu mencederai kebenaran itu… mereka melakukan hal-hal yang tidak benar namun mereka menyangka telah melakukan kebenaran kerena mereka ingkar kepada wahyu Alloh atau memahami wahyu Alloh tidak seperti yang dipahami para nabi dan rosul maka mereka jauh dari kebenaran namun menyangka berada di atas kebenaran … orang semacam ini banyak sekali bahkan mayoritas…
Ray
November 10, 2008 at 4:54 amKebenaran sejati hanya milik Allah semata, salah atau tidaknya amrozi tidak perlu diperdebatkan lebih jauh, dari dalam hati kecil kita pasti sudah tahu itu salah atau tidak.
Dan semoga tidak ada Bom Bom dan segala macam teror di negeri ini, negeri ini butuh untuk bernafas, butuh untuk menyembuhkan diri, butuh untuk berdiri, butuh untuk berkembang, dan jug abutuh untuk dicintai dan dihormati. Mari mari kita bangun negeri ini.
rackoen
November 10, 2008 at 8:23 am“Tetapi apakah kebenaran menjadi mutlak harus melewati satu jalan.”
mas sebagai seorang yang bersyahadat kok rasanya jawabannya YA.
soal toleransi, itu lain lagi.
mitra w
November 10, 2008 at 8:44 ammerinding aku mas…
Donny Verdian
November 10, 2008 at 8:57 amSaya sangat menyukai “feel” yang dibangun dari tulisan ini…
Hmmm rasanya gimana gitu….
Kisah Amrozi, Joan dArc bahkan sampai para teroris Katolik di Irlandia sana, semua menyisakan kepingan kepahlawan dan kepingan permusuhan.
Hidup ini memang terlalu sempit untuk dikotak-kotakkan pada dua nilai “Kalau nggak hitam ya putih, kalau nggak putih pasti hitam”
Apapun dan bagaimanapun, yang pasti Rest in Peace untuk mereka dan para korban bom tahun 2002 yang telah meninggal dunia.
wieda
November 10, 2008 at 9:21 am*trims atas simpatinya mas Imam”, saya baru kembali dari indonesia…
klo komen ttg “kebenaran” yaaa pasti beragam..karena kebenaran adanya dalam hati kita..
seperti amrozi dll…..adakah kebenaran dalam hatinya? atau hanya kesombongan keyakinan bahwa mereka dijalan Allah??
buat saya, siapa menabr angin akan menuai badai…siapa berbuat kerusakan dibumi Allah ini pasti mendapat balasannya…..dan mereka mendapat hukumannya…..
bee
November 10, 2008 at 11:44 amSeorang hamba diterima di surga Tuhan bukan krn hamba tsb ber-baik2 dgn sesama hamba, tapi krn hamba itu bisa mengabdi dgn baik pada Sang Tuan. Ada banyak cara mengabdi, mana yg diterima itu terserah dan merupakan hak prerogatif Sang Tuan. Yg jelas intinya adalah pengabdian pada Tuhan, bukan pada sesama hamba. Bahkan ber-baik2 pada sesama itu dalam rangka pengabdian pada Tuhan juga, bukan sebaliknya. 😉
mukelu
November 10, 2008 at 12:13 pmTulisan yang mencerahkan dan berimbang (tidak memihak)
karena saya samapai sekarang masih tidak tahu siapa yang benar maupun salah
(Karena memang hanya DIA yg tahu)
gde sebayu
November 10, 2008 at 1:11 pmMas Iman, siapa ya yang diuntungkan dengan eksekusi di Nusakambangan itu?
indra, tmnnya mba diena :D
November 10, 2008 at 3:10 pmapakah salah agamanya, atau salah umatnya yang salah mengerti??
atau salah gw…?
atau salah temen gw?
hehe….
ati2 sesat pikir nih…
coba baca ini :
http://genkeis.multiply.com/journal/item/360/Amrozi_Bukanlah_Seorang_Mujahid_?replies_read=18
Setiaji
November 10, 2008 at 4:10 pmMerinding rasanya melihat orang2x yang begitu berani dan yakin bahwa jalannyalah yang paling benar.
Merinding rasanya menyaksikan betapa keyakinan itu mampu membuat kehancuran yang luar biasa.
Merinding rasanya membayangkan dimana peluru maut justru disambut dengan tatapan mata yang begitu mantab.
Dan terharu rasanya menyaksikan sambutan yang begitu ramai layaknya menyambut pahlawan yang pulang perang.
Saya gak tau harus besikap apa. Tapi hati kecil saya berdoa, “Ya Allah ampuni segala kesalahan mereka baik yang disadari maupun yang tidak disadari”. Amien.
Indah Sitepu
November 10, 2008 at 4:58 pmsaya pribadi bila beberapa waktu terakhir bila melihat rekaman amrozi CS di TV rasanya ngeri.
Omongannya yang kasar (menurut saya), sangat tidak enak ditelinga. Memilih mengganti channel saja, sudah capek sepulang kerja, trus nonton berita isinya itu bikin tampah capekkk.
Apapun katanya cuma mereka dan Tuhan yang tahu sekarang, mereka berada di mana?
andrias ekoyuono
November 10, 2008 at 8:21 pmSebuah keyakinan akan apapun, apalagi ideologi dan religi, memang mampu membawa kemanapun. Hanya Allah yang Maha Tahu.
aminhers
November 11, 2008 at 12:09 amketika seseorang melakukan kebenaran menurut yang dia yakini ,tapi hasilnya sesuatu yang merusak tatanan yang Maha Kuasa ciptakan, menurut saya , itu bukan kebenaran!
Kalau boleh Mas Iman ,tulisan ini saya mau copy untuk koleksi pribadi, trima kasih.
salam
hanny
November 11, 2008 at 1:31 pmtiap orang memaknai kepahlawanan dengan cara yang berbeda-beda. tindakan yang dianggap heroik bagi satu kelompok bisa jadi dianggap tiran bagi kelompok yang lain, begitupun sebaliknya. lantas, apakah ini tandanya kita mesti berpegang pada kebenaran yang sifatnya universal, ketimbang merujuk pada definisi kebenaran sebagaimana diwariskan dalam manuskrip-manuskrip tertentu–atau yang diwartakan oleh para pendahulu kita; yang kemudian menciptakan kelompok-kelompok dengan nilai-nilai kebenarannya masing-masing?
biyan
November 12, 2008 at 1:54 amItulah mas Iman, ilmu manusia ga mungkin bisa mengungkap kebenaran yang sebenar-benarnya. Sehingga dia menganggap apa yang diketahuinya itulah yang paling benar. Jadi membunuh ratusan orang di masa damai itu benar ya mas?
nirwan
November 12, 2008 at 3:26 pmMembunuh lembu berbeda sangat jauh dengan “mengurbankan” lembu, walau keduanya dalam prakteknya sama saja: membuat si lembu tadi mati.
Imam samudra, Amrozi dan Ali Ghufron menganggap mereka sedang berkuban, berperang di jalan kebenaran, jihad fi sabilillah. Si Korban dan pengutuk pemboman mengungkapkan hal itu adalah kebodohan seorang teroris dalam menafsirkan agamanya, dan berharap mereka juga mati. MUI mengatakan, mereka bukan syahid, sementara Abu Bakar Baasyir menyebut mereka syuhada.
Lantas, agama pun tertunduk malu di kursi pesakitan karena dituduh para jaksa membuat kebingungan manusia saja: kalau memang manusia telah tahu jalan kebenaran dari sebuah gang sempit, mengapa pula harus melewati “agama”. Kalaulah nilai-nilai universal sudah mampu membuat manusia hidup damai, toh, agama bolehlah dihukum mati saja; diletakkan di tiang gantungan, difoto dan didokumentasikan dan diajarkan kepada anak cucu sebagai sebuah sejarah.
Namun kemudian, dunia memang tak juga damai. Persemaian kemarahan terjadi di tak sebuah ladang ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, kebodohan, kesenjangan dan menangisnya anak-anak yatim dan tatapan kosong fakir miskin. Para orang yang berkecukupan sibuk dengan buku-bukunya, tontonan dari Steven Spielberg, lukisan Leonardo Da Vinci dan mengganti busi motornya yang sudah berkarat, sembari menikmati lidah ng-english Cinta Laura.
“Sekali berarti sudah itu mati…”
marshmallow
November 12, 2008 at 9:25 pmapa boleh buat, memang harus begitulah berakhirnya. ada hukum dunia, ada pula pengadilan di akhirat: pengadilan saat manusia tak mampu lagi berkata A untuk suatu B yang diperbuatnya.
tulisan yang cakap, mas imam, tak mesti menyodorkan keberpihakan. penilaian itu subyektif, jadi terpulang kepada nurani pembaca masing-masing.
yati
November 12, 2008 at 10:56 pmdunno-lah…siapa sih pahlawan?
bocah_ilang
November 13, 2008 at 11:02 pmBagi mereka,cahaya Allah terlihat dlm setiap ujung senapan yg dibidikan.Allah mematikan mereka,sesaat,utk sebuah kehidupan yg kelal di alam akhirat kelak.
bewe
November 16, 2008 at 9:28 amSaya penggemar Joan d’Arc, Mas. Terutama karena Leelee Sobieski yang memerankannya. Cantik. Kesamaan nasibnya dengan Imam Samudera cs adalah mereka sama-sama dihukum mati oleh pemerintah yang berkuasa. Perbedaannya, Joan d’Arc tak mengutuk para eksekutornya. Sedangkan Imam Samudera cs, seperti kita saksikan sama-sama di tayangan berita mengutuk habis-habisan semua pihak yang menurut mereka terlibat ‘mengantarkan mereka ke surga’. Menghadapi kematian dengan lebih arif, saya pikir di situlah letak kualitas kemartiran Joan d’Arc dibandingkan para terpidana mati bom Bali ini.