Hiruk pikuk pemuda yang kecewa memenuhi teras halaman rumah Jl Pegangsaan 56 Jakarta. Mereka ada yang bersenjata klewang dan kecewa karena terlambat menyaksikan Proklamasi yang sudah diucapkan beberapa waktu yang lalu. Soekarno menolak mengulang membacakan proklamasi lagi.
Suasana panas. Sebagian orang termasuk Mohammad Hatta sudah meninggalkan kediaman Soekarno. Riwu Ga, putera dari pulau Sabu, Flores diam diam memperhatikan dari balik pintu. Tangannya mengepal dan matanya menatap tajam situasi panas itu.
Ia sudah mengikuti Soekarno sejak tahun 1934, ketika ia dibuang di Pulau Flores. Ada beberapa putera flores yang tinggal di rumah pengasingan itu. Riwu adalah yang paling muda. Ia bertugas menyiapkan makanan dan minuman untuk Bung Karno.
Ketika diasingkan ke Bengkulu, Riwu diminta Soekarno untuk ikut dengannya. Sehingga secara adat ia harus dilepas, karena Riwu merupakan anak sulung di keluarganya. Ia kelak akan menggantikan ayahnya menjadi tetua adat. Sekaligus ndu namatu. Penjinak petir, badai dan semua bahaya dari langit.
Kelak tak ada yang tahu kalau Riwu Ga adalah corong kemerdekaan yang pertama. Setelah para pemuda pulang. Soekarno memanggil Riwu dan memerintahkan mengabarkan kepada rakyat Jakarta bahwa kita sudah merdeka. ” “Angalai (sahabat), sekarang giliran angalai,” lalu Bung Karno melanjutkan instruksinya, “sebarkan kepada rakyat Jakarta, kita sudah merdeka. Bawa bendera.” Waktu itu hampir mustahil menggunakan radio, mengingat fasilitas masih dikuasai Jepang.
Dengan menaiki jip terbuka yang disupiri Sarwoko, Adiknya Mr. Sartono, sahabat Soekarno dari PNI. Riwu berteriak dengan megaphone di jalan jalan dan gang gang Jakarta mengabarkan. Indonesia sudah merdeka. Rakyat yang tadinya diam tak percaya akhirnya bersorai sorai. Bahkan ada yang menangis.
Kesederhanaan adalah ciri orang orang yang merdeka. Sampai sekarang sebuah ide besar tentang Indonesia ternyata dibangun tidak saja oleh orang orang besar, politikus, tentara, sastrawan, ilmuwan bahkan pengusaha. Tapi juga para rakyat kecil yang tidak pernah berpretensi apapun. Rakyat kecil yang selalu sederhana, tulus dan tak pernah meminta secara berlebihan dari negerinya.
Sejarah juga mengajarkan selalu ada orang orang kecil yang tak pernah tahu bahwa keringat, darah dan doanya membawa perubahan dalam perjalanan bangsa ini.
Leo Kristi mengingatkan kita untuk menjaga negeri ini dengan caranya sendiri, melalui lagu. Konser rakyat semalam di Taman Ismail Marzuki dibuka dengan semua penonton berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya. Berbeda kontras dengan anggota dewan yang justru lupa menyanyikan lagu ini, pada rapat paripurna dan pidato kenegaraan Presiden tanggal 14 Agustus 2009 lalu.
Tiba tiba saya bertanya tanya. Kapan terakhir menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Rakyat tumpah ruah menyaksikan konser gratis mensyukuri kemerdekaan. Dalam lengkingan suara Leo Kristi dan Sisilia Fransisca. Jauh dari hiruk pikuk seremonial. Leo telah mencekram dengan nafas kecintaan yang luar biasa terhadap negeri ini, tanpa basa basi.
Ketika ditemui wartawan Peter A Rohi periode tahun 90an, di Flores pada hari kemerdekaan. Riwu Ga yang terbungkuk tua, sedang menggarap ladang tanah tandusnya. Ia tak pernah diundang hadir dalam peringatan kemerdekaan di kelurahan , kecamatan, bahkan di propinsi. Tak ada orang atau pejabat yang tahu bahwa dia adalah corong kemerdekaan Indonesia yang pertama.
Riwu Ga tidak perduli, dan ia juga tidak berharap apapun. Indonesia merdeka adalah karunia dan sudah selayaknya disyukuri. Kesetiaan Riwu untuk ‘ menjaga’ Bung Karno tanpa pamrih. Dia tidur menemani di lantai kamar Soekarno atau di depan pintu ketika Fatmawati sudah resmi menjadi istri.
Setelah Indonesia merdeka. Soekarno mengatakan ke Riwu, karena sudah menjadi Presiden maka protokoler yang akan mengambil tugas menjaga. ” Kau tidak bisa lagi tidur di depan kamarku “. Sejak itu Riwu memutuskan kembali pulang ke tanah kelahirannya.
Ketika Soekarno datang ke Ende, tahun 50an, ia memerintahkan memanggil Riwu Ga. Malam malam itu Riwu Ga kembali menjaga Presidennya, tidur di depan pintu kamarnya.
Demikian pula Leo Kristi, yang terus menyanyikan suara suara rakyat, walau ia tahu nyanyiannya akan tergerus oleh lagu lagu pop masa kini.
Barang kali dalam peringatan hari kemerdekaan ini, kita membutuhkan sesuatu kesederhanaan perilaku dan sikap. Sesuatu yang hilang sejak lama. Dalam perjalanan menuju Taman Ismail Marzuki di Cikini, kami melewati rumah rumah di Menteng, yang dipenuhi mobil mobil yang parkir di pinggir jalan. Ada pesta dimana mana.
Saya jelaskan kepada teman teman blogger BHI yang ikut bersama nonton konser rakyat, bahwa sudah jamak bagi petinggi negeri, pensiunan jendral untuk membuat keramaian syukuran di rumahnya pada hari kemerdekaan.
Tidak ada yang salah memang. Bukankah semua punya hak untuk mensyukuri hari jadi negerinya.
Tentu tak dapat disamakan dengan Bung Karno, ketika mensyukuri kemerdekaan negerinya. Jaman memang berubah. Sehari setelah proklamasi Soekarno ditetapkan sebagai presiden. Ia menikmati pengangkatannya dengan memanggil tukang sate yang bertelanjang dada.
“ Sate lima puluh tusuk “ pintanya.
Sambil duduk dekat selokan, ia menikmati pesta kemerdekaan negerinya.
Dirgahayu negeriku.
foto/catatan Riwu Ga – Peter A Rohi
33 Comments
yok
August 18, 2009 at 5:25 pm“Kesederhanaan adalah ciri orang orang yang merdeka”
mantab ini
Helene
August 18, 2009 at 5:56 pmDan pada pesta kemerdekaan Indonesia, di KBRI yang berada Paris, sang MC memakai bahasa Perancis!!!!
Oca
August 18, 2009 at 6:01 pmMakasih mas untuk informasinya…
lance
August 18, 2009 at 10:09 pmKemerdekaan sejati adalah keberanian mengatakan kata hati..
( kata siapa )
gagahput3ra
August 19, 2009 at 4:35 amSampe sekarang kalimat Soekarno yang sate itu masih jadi kalimat favorit saya karena bikin jadi laper & justru yang paling menggambarkan kegembiraan Indonesia waktu itu 😀
DV
August 19, 2009 at 5:56 amHhhhhh.. tulisan ini khas ImanBrotoseno banget:)
Penuh alur dan perbandingan yang sangat baik 🙂
Thanks untuk info, baru tahu bahwa orang yang menjadi corong pertama adalah Riwu Ga itu.
Ardiansyah
August 19, 2009 at 6:00 amMerdeka, dan jaya Bangsaku
Fenty
August 19, 2009 at 6:55 amMemang hebat orang yang hidup dalam kesederhanaan 🙂
edratna
August 19, 2009 at 7:07 amMas, kok komentarku ditelan akismet?
rozy
August 19, 2009 at 7:15 amsaya suka sekali tulsian dari mas iman ini
meskipun saya baru baca di sini
keren
salut mas
kanglurik
August 19, 2009 at 7:53 amPejuang memang belum tentu diabadikan sebagai pehlawan. Dan di negeri ini banyak sekali nasib pejuang kemerdekaan yang masih seperti dulu.
Mereka masih berjuang demi sesuap nasi untuk menyabung hidupnya esok….
bangsari
August 19, 2009 at 7:59 amLeo Kristi emang top. Bahkan bagi orang yang tak tahu musiknya, seperti saya, pun merasakan suasana yang asyik. Berdendang dan bergoyang. merasakan kecintaan dengan sudut pandang yang serba positif tentang indonesia. keren…
hedi
August 19, 2009 at 9:47 amwaktu Indonesia Raya kemaren, aku ga ikut nyanyi secara bersuara, tapi nyanyi dalem hati, semoga ga salah 😀
Iman
August 19, 2009 at 10:30 ambu enny endratna,..yang mana bu ? nggak ada komen yang dimoderasi kok
Sembilan
August 19, 2009 at 10:31 amLeo Kriti seniman yang sangat merakyat, tidak mau dibayar malah
arham blogpreneur
August 19, 2009 at 12:00 pmkesederhanaan sikap
suatu yang hilang …. tapi jangan pula kita ber-pura pura berkesederhanaan
David
August 19, 2009 at 1:55 pmkadang yang tulus memang harus menghilang…,hikshiks….
btw saya juga jualan sate lho hihihih, moga2 ketemu presiden pesta bloger 09 aka manusia kursi… hiiiiiiiiiii
afreeze
August 19, 2009 at 11:50 pm64 tahun apakah sudah terlalu tua sehingga banyakan pikun??
rasanya tidak!
KangBoed
August 20, 2009 at 12:04 amSaya mengucapkan SELAMAT menjalankan PUASA RAMADHAN.. sekaligus Mohon Maaf Lahir dan Bathin jika ada kata kata maupun omongan dan pendapat yang telah menyinggung atau melukai perasaan para sahabat dan saudaraku yang kucinta dan kusayangi.. semoga bulan puasa ini menjadi momentum yang baik dalam melangkah dan menghampiriNYA.. dan menjadikan kita manusia seutuhnya meliputi lahir dan bathin.. meraih kesadaran diri manusia utuh.. meraih Fitrah Diri dalam Jiwa Jiwa yang Tenang
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll
Sarah
August 20, 2009 at 12:40 amSemoga menjadi Indonesia yang lebih baik
Lex dePraxis
August 20, 2009 at 9:44 amSate lima puluh tusuk, benar-benar merdeka. 😀
Salam kenal.
racheedus
August 20, 2009 at 10:58 amSelalu saja ada sepotong cerita unik di balik narasi besar yang beredar di masyarakat. Mas Iman selalu saja punya cerita seperti itu. Salut, deh.
Embun
August 20, 2009 at 5:01 pmJika Riwu Ga adalah corong kemerdekaan pertama dalam negeri, mungkin nama K’tut Tantri bisa disebut sebagai corong kemerdekaan pertama untuk luar negeri. cmiiw.
Surabaya Sue - Tetes Embun dotORG
August 20, 2009 at 5:12 pm[…] Jika Ketut Tantri berhasil menjadi corong kemerdekaan RI pertama ke luar negeri, maka Riwu-Ga adalah corong kemerdekaan RI dalam negeri yang […]
kombor
August 20, 2009 at 6:46 pmBanyak tokoh seperti Riwu Ga, yang tidak pernah diundang ke Kelurahan, Kecamatan atau kabupaten setiap 17-an. Akan tetapi, saya yakin bahwa mereka memaknai kemerdekaan itu lebih dalam daripada undangan-undangan upacara kepada mereka.
Dirgahanyu Republik Indonesia!
novanov
August 21, 2009 at 5:14 amsederhana memang selalu penuh makna
wahyu hidayat
August 21, 2009 at 1:31 pmsaya selalu suka bagian terakhir tulisan mas iman. Nice !!!
Ismawan
August 22, 2009 at 10:41 amLagu ‘Indonesia Raya’ memang selalu berhasil menggugah perasaan saya, semoga hal yg sama terjadi dengan bapak-ibu anggota dewan yang terhormat… 🙂
BTW, terima kasih Mas, informasinya. Selalu ada informasi dan fakta yg saya baru ketahui dari tulisan-tulisan Mas Iman…
ivan
August 28, 2009 at 10:18 amRiwu Ga kayak Paul Revere, ya mas Iman…….
Sam
August 29, 2009 at 2:57 pmpatriotisme natural agak susah sekarang di tumbuhkan…. kalau ada ancaman atau kemalingan dari negri tetangga pada rame2 berteriak :). tapi bagaimanapun inilah wajah diri kita. Bukan gitu mas
yudi
April 11, 2012 at 12:46 pmbersyukur saya bs menemukan blog mas iman ini,
setelah saya ikuti satu persatu tulisan mas imam,
makin terbuka semuanya.
pkoknya hebring dech…!!!
karena almarhumah ibu saya termasuk salah satu pecinta sang Proklamator Soekarno.
tp baru kali ini saya tau sejarah yg lebih lengkap tentang beliau.
ga lupa saya jg ijin share mas…
makasih..
arievrahman
December 13, 2013 at 9:49 amAh, jadi ini kisah Riwu yang sebenarnya.
Putra Flores memang dikenal karena loyalitasnya, bukan?
likyled
December 13, 2013 at 10:38 amriwu ga itu putra sabu (pulau sebelah selatan indonesia) yang merantau ke flores.