April 1993. Marimutu Sinivasan diundang oleh Presiden Soeharto ke Bina Graha. Saat itu penguasa orde baru itu mengatakan bahwa Indonesia masih mengimpor semua komponen otomotif dan menjadi sekadar perakit. Inti percakapan itu, Soeharto meminta pengusaha Indonesia harus bisa membuat sendiri komponen mesin serta memproduksi sendiri mesinnya.
Sebenarnya agak aneh, karena pabrik Group Texmaco ini bukan industry otomotif seperti Astra. Bukan juga punya pengalaman karoseri seperti Armada atau beberapa perusahan asal Magelang. Mereka awalnya lebih dikenal sebagai penghasil tekstil sampai mesin industri, termasuk mesin tekstil.
Lima tahun kemudian. Dua bulan sebelum turun dari kekuasaannya, Presiden Soeharto akhirnya meresmikan produksi perdana truk buatan dalam negeri sendiri. Ia memberi nama “Perkasa “ pada truk buatan pabrik milik Marimutu Sinivasan. Ini adalah kendaraan otomotif buatan dalam negeri yang pertama. Berbeda dengan merk ‘ Timor ‘ yang hanya ganti merk. Sementara body, mesin dan onderdilnya tetap dari KIA.
Namun keperkasaan Perkasa hanya sebentar. Ia keburu tenggelam seiring turunnya Soeharto. Tak ada yang salah dengan kemampuan mesin atau desain truknya. Problemnya selainnya rontoknya group Texmaco karena krisis moneter. Juga Texmaco tidak punya pengalaman urusan industry otomatif. Jual kendaraan truk, bukan urusan menjual saja. Tapi juga ada kesediaan spare parts, after sales service dan sebagainya.
Sementara pabrik truknya hanya di Karawang, Jawa Barat.
Kini demam mobil nasional kembali marak, dengan munculnya mobil ESEMKA yang dibangun anak anak SMK Solo dan pemilik bengkel Sukiyat. Walikota Solo segera menyambar propotype pertama mobil ini untuk kendaraan dinasnya. Lebih enak daripada Toyota Camry katanya. Sejarah seperti berulang, ketika tahun 1894, Pakubuwana X membeli Mercedes Benz Phateon, buatan Jerman sebagai mobil pertama di Indonesia.
Tiba tiba saja semua orang ingin membeli mobil ESEMKA. Anehnya yang paling nafsu memiliki mobil ini justru politisi, orang partai, ormas, menteri sampai anggota DPR. Tak pernah terdengar orang biasa biasa saja yang memesan mobil ini. Euphoria ini menjadi komodoti baru tentang nasionalisme dan keberpihakan pada rakyat.
Tak mau ketinggalan. Sekolah Menengah Kejuruan di kota lain, juga berlomba menghasilkan produk otomotif. Seperti di Magelang, Jogja, Malang. Bahkan di SMK Penerbangan di Jakarta, mengklaim. Pesawat terbang pertama buatannya akan siap terbang akhir Januari 2012. Pesawat ini dibanderol 1,3 milyar saja.
Jokowi tidak salah, demikian juga para politisi dan birokrat yang ramai ramai memesan. Mereka hanya menggunakan momentum. Walau mobil ini belum lulus uji kelayakan dan tetek bengek lainnya sebelum diluncurkan ke masyarakat.
Sebenarnya pekerjaan rumah tentang mobil nasional adalah bagaimana membuat penduduk negeri ini bangga menggunakan produk atau merk dalam negeri. Sudah menjadi rahasia umum kalau orang lebih suka memiih merk luar negeri. Proton yang didirikan tahun 1983 membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk bisa masuk jajaran merk merk di pasar Malaysia.
Fenomena ini justru semakin menegaskan betapa tidak populernya industri pertanian dan peternakan. Murid murid Sekolah Kejuruan hanya mudah terpikat dengan komoditi sexy seperti otomotif. Lupa, bahwa bahwa ada bidang Pertanian, Kelautan dan Peternakan yang juga membutuhkan inovatif mesin mesin tepat guna. Pengguna mobil hanya sebagian kecil penduduk negeri yang hidup di perkotaan.
Sekaligus menunjukan salah urus metode pembangunan negeri ini. Menggenjot pabrik barang barang consumer, lalu melabeli dengan stempel ‘ rakyat ‘. Kalau perlu nanti membangun pabriknya di atas lahan subur pertanian, dengan menggusur sawah sawah produktif.
Emil Salim, pernah menjelaskan ini. Mestinya pabrik pabrik dan industri jangan dididirikan di tanah Jawa yang subur.
Kembali ke Esemka. Saya sebagai pencinta otomotof mungkin memiliki pandangan pragmatis sebagai konsumen. Lupakan nasionalisme. Tidak penting jargon mobil rakyat. Jika harus memilih, saya akan memilih merk asal Jepang yang harganya tidak beda jauh, namun punya track record sebagai brand, jaringan service, kesiapan spare parts dan tidak cepat rusak.
Tidak perlu kuatir tentang permodalan. Bakrie konon sudah woro woro akan membantu urusan permodalan agar mobil mobil Esemka siap diproduksi massal. Yang paling penting adalah kesiapan menjadi bagian dari industry. Juga keberpihakan Pemerintah. Katakanlah meniru cetak biru Malaysia membangun Proton atau India dengan merk Tata.
Kita bisa membuat pesawat terbang dan kapal laut, tentu tidak masalah membuat mobil.
Pertanyaannya apakah SMK itu industri ? bukankah itu hanya sekolah kejuruan setingkat SMA yang menyiapkan tenaga kerja siap pakai, dengan kata lain buruh industri.
Para siswa SMK masih menggunakan cara manual, diketok untuk membentuk rangka body. Sementara sebuah industri massal tentu sudah memakai cara lebih modern dengan cetakan. Untuk satu mobil dibutuhkan waktu 3 – 4 bulan. Tidak bisa dibayangkan jika siswa SMK harus memenuhi quota ribuan kendaraan. Berapa orang siswa yang dibutuhkan untuk mengetok, atau 23 SMK di seluruh Indonesia harus mengerjakan urusan merakit mobil.
Semangat anak anak SMK ini tetap perlu dijaga dengan proporsi yang tepat. Sesuai jalurnya. Bukan dikarbit memasuki industri. Jangan hanya menjadi komoditi bagi para petualang politik. Juga pemahaman tentang pasar bebas dan konsumen adalah raja. Bagus tidak sebuah produk ditentukan oleh konsumen, bukan promosi Walikota atau proteksi dari Menteri. Jalan masih panjang. Teramat panjang untuk mencapai sebuah brand yang mumpuni.
Phateon milik Sri Susunuhan lebih sering jadi pajangan. Bukan karena raja tidak bisa menyetir. Tapi karena tidak ada bengkel mobil di kota Solo, sehingga ketika rusak, pilihannya hanya kembali ke kereta kuda.
Sukiyat mesti berkaca dengan Marimutu Sinivasan. Pasar bebas dan konsumen akan menentukan hidup matinya sebuah produk. Bukan dukungan politis.
25 Comments
DV
January 16, 2012 at 6:41 amAda ‘suara’ yang terlalu bergemuruh kalau udah nyentuh ‘kerakyatan’ kayaknya.. maksudku, mereka, para politisi itu selalu terpancing untuk tampak peduli dengan hal-hal berbau kerakyatan.
Setuju denganmu bahwa SMK itu bukan untuk diindustrikan bahkan mereka baru belajar untuk menjadi buruh lho…
Kalau boleh usul dan usul ini dengarkan pemerintah, harusnya yang dimodali adalah Sukiyat bukan SMK nya.. mungkin langkah awal adalah ganti brand dari ESEMKA jadi SUKIYAT aja.. dalam hal ini perlu re-brand di ranah media termasuk online.. dan buzzer siap bantu di sisi ini. *uhuk
mr.bambang
January 16, 2012 at 6:52 amSetuju mas. Semoga bukan cuma euforia sesaat saja. Embrio yang sudah baik ini perlu dijaga dan terus dikembangkan. Perlu dukungan semua pihak. Mengenai ketertarikan dari masyarakat biasa, kalau saya baca komentar-komentar di situs berita dan forum, banyak juga yang tergiur. Faktor utama selain buatan lokal karena harganya yang murah di bawah 100 juta.
Fikry Fatullah
January 16, 2012 at 9:51 amAku setuju bgt sama bagian:
“Bagus tidak sebuah produk ditentukan oleh konsumen, bukan promosi Walikota atau proteksi dari Menteri..”
Saat sebuah produk sudah dilepas kepasaran dia sendirian. IA benar-benar harus berjuang dengan nama baiknya (brand), persepsi masyarakat (positioning), dan ke-khusus-an produk tersebut diantara pesaing2nya (Differentiation).
Masyarakat Korsel bisa dengan senang hati menggunakan samsung karena produk tersebut benar2 kelas dunia. Saingannya aja Apple. Proton juga sudah teruji oleh waktu, petronas udah digunakan di formula one. Semua memperoleh kredibilitasnya sendiri setelah ditempa oleh waktu dan pasar.
Berhentilah mengiba dukungan masyarakat krn merupakan produk anak bangsa dan mulailah membuat suatu produk yang benar-benar layak untuk masyarakat Indonesia.
Great Post Mas!!
ngodod
January 16, 2012 at 10:00 amhihihi…, saya sih positif saja. semoga Dahlan Iskan memang kenthir tenanan, sehingga berani dan serius mendorong dan menyiapkan Esemka jadi industri.
Antyo
January 16, 2012 at 10:42 am+10
Sebagai kegiatan praktik, bolehlah “merakit” mobil. Cara yang lebih mrah dan praktis ya praktik kerja di industri otomotif. Lantas yang terjadi adalah pencitraan. Semu. Sama sepertimisalnya saya harus berpura-pura menyukai sepatu lokal yang kebetulan gak sreg di hati, padahal harganya sama dengan sepatu impor yang saya suka kalo lagi sale up to 80% — dengan kualitas sol dan kulit lbh bagus.
Jokowi tak salah. Dia ingin membesarkan hati murid sekolah,bagian salah satu sektor yang juga menjadi tanggung jawab wali kota. Yang aneh adalah para pembebek.Mereka ini memang penempuh jalan pintas. Sebuah mobil bisa dirakit secara ngebut, tapi setelah bisa distarter butuh pengujian, sertifikasi. Ingat status motor roda tiga yang sempat mengggantung itu? Ingat double cab yang sempat menggantung statusnya sebagai mobil barang atau mobil pribadi jenis weekende vehicle?
Bung benar, industri bukan soal gampang. Industri dan sekadar membuat adalah dua hal yang berbeda. Ah aya ingat maraknya karoseri 80an dengan bodi plastik itu. Mobil sport pun bisa dibikin. Eh, Suzuki Marvia masih ada di Ancol dan Bali gak ya, Bung?
Antyo
January 16, 2012 at 10:48 amNambah ya Bung. Mari mengimpor buah, dan model Thailand bukan hasil operasi, lalu belajar dari mereka. Thailand memulai budidaya sejak 50-an atas perintah raja.
Iman Brotoseno: Mobil Esemka dan Pertanian | dagdigdug.com
January 16, 2012 at 11:15 am[…] narablog daerah dari Jakarta, membuat kupasan yang pas tapi panas kemranyas tentang mobil Esemka dalam […]
Chic
January 16, 2012 at 11:43 ammobnas oke sih, tapi bukan itu yang sebenarnya dibutuhkan rakyat (terutama Jakarta). Yang lebih urgent sekarang adalah transportasi umum yang aman, nyaman dan terintergrasi dengan baik. Tapi ya susahnya menghapus metromini, kopaja, PPD dan lain-lain itu kayak menghapus sebuah lingkaran setan dengan struktur yang kuat dan terpolitisasi.
Solusi? Potong satu generasi?
*macak jadi V for Vendetta*
angki
January 16, 2012 at 12:15 pmNganu mas Iman, nambahkan industri kelautan dan perikanan jugak. Sepertinya (kenyataan) dianaktirikan ama pemerintah. Misal anak-anak SMK juga diarahkan untuk membuat lambung kapal yang ringan dan kuat. Etapi saya ndak tahu soal hitung-hitungan metalurgi sih. Dan membuat jaring ikan yang besar namun bukan pukat harimau agar jumlah ikan bisa didapat banyak.
Iman Brotoseno
January 16, 2012 at 12:38 pmMr. Bambang :
Nggak murah murah juga sih. Harga off road mobil Esemka Solo meman 90 juta, tapi dengan on the road, sekitar 120 jutam tidak terlalu jauh kisaran harganya misalnya dengan Nissan march yg dibanderol 140 juta. Tentu saja dengan track record yang jelas.
Mas Paman,
Lha jaman dulu Toyota Kijang kotak akhir 70an itu mahakarya juga. Di Jepang tidak ada model Kijang seperti itu.
Fikry,
Setuju. Tidak mudah memelihara sebuah merk. Kalau belum dipakai oelh konsumen secara massal.
Angki,
Ya itu. Saya juga membayangkan SMK yang tinggal di kota tepi pantai, membangun cold storage yg memakai tenaga surya dan portable, sehingga bisa mengatasi problem nelayan yg tidak bisa melaut terlalu lama, karena masih tergantung dengan pasokan es batu.
Atau SMK di pedalaman, membangun pompa irigasi portable dengan tenaga surya sehingg bisa dibawa ke tempat tempat di Gunung Kidul yang kekurangan air.
jatikusuma
January 16, 2012 at 12:44 pmMobil esemka masih bayi, perlu proses agar bisa dewasa dan bersaing dengan merek di pasar domestik. Apresiasi perlu, tapi tak usah berlebihan
blontankpoer
January 16, 2012 at 1:40 pmsarujuk, kang.
sebagai spirit memotivasi anak-anak SMK, produk itu penting untuk memacu kompetisi kreatif sehingga derajad kompetensi mereka menibgkat. jika masuk ranah undustri massal, memang akan terantuk banyak soal. salah satunya, yang paling mendasar, adalah keberpihakan pemerintah terhadap kemajuan negeri.
untuk itu, sejatinya menarik jika anak-anak SMK dan perguruan tinggi teknik didorong membuat produk-produk terapan untuk masyarakat pedesaan dan pedalaman. generator listrik juga penting, selain peralatan pertanian dan sebagainya…
honeylizious
January 16, 2012 at 3:22 pmiya ya mas, masih banyak peralatan yang kita butuhkan daripada mobil 😀
Kurnia Septa
January 16, 2012 at 7:01 pmSMK menciptakan tenaga terampil, siap mengolah potensi lokalnya.
Sepertinya dg mobil esmeka itu kurang tepat, tapi harus dicoba.
Masih ada potensi lokal yang terlupakan, betul kata Bapak, ada pertaniaan kelautan dan sebagainya yang sebenarnya itulah potensi lokal yang mampu mengangkat negeri ini.
Setiadaknya, kita harus mengahragai karya anak Indonesia.
rani
January 17, 2012 at 8:45 amMas Iman (dan Mas Paman Antyo): you speak my mind!
boyin
January 19, 2012 at 7:05 pmmasalahnya media kita lagi pingin mengexpose itu…nanti kalo udah bosen ya akan tenggelam lagi….
aar
January 20, 2012 at 10:12 pmagar tidak terjadi salah komentar mungkin perlu saya sampaikan info bahwa kiatesemka akan diproduksi oleh PT Solo Manufaktur Kreasi berbasecamp di solo techno park. telah disiapkan line product dan aftersales servicenya.. sementara siswa2 smk dan smk-smk sekitar solo diberikan kesempatan dilibatkan dalam pembuatan produk sebagai pembelajaran sehingga tetap dalam kerangka pendidikan sementara industri PT SMK tetap berjalan dengan standard produk, berbisnis, sebagaimana umumnya. sehingga sepaham saya bukan smk2 pada njualin mobil.. harap konfirm terlebih dahulu. entah kalau di kota-kota lain.
sabai
January 22, 2012 at 9:27 pmHanya delapan hari jalan-jalan di India, dengan jelas terlihat jalanannya dikuasai mobil buatan India bermerk Tata, mulai dari tuk-tuk, sedan, sampai truk gandeng. Selain Tata ada juga merk lokal, Mahindra, yang desainnya lebih maskulin. Pejabat pemerintahannya juga pakai mobil lokal, Ambassador, sedan yang modelnya lebih tinggi dan cocok utk jalanan kota2 kecil di India yang bumpy 🙂
Di sini kita mmg telat, tapi ya gapap, kalo bagus dan konsisten suatu saat akan banyak dipakai. Dan sebenarnya selain mobil, orang kita juga banyak bikin mesin-mesin utk dipakai di industri pangan dan pertanian, sayang kurang diekspos karena memang kurang ‘seksi’. Selain itu juga mesin-mesin ini nggak secara langsung menyentuh kehidupan orang banyak.
soulharmony
January 31, 2012 at 12:24 pmyang jadi masalah adalah karakter masyarakat yang selalu memandang sebelah mata buatan bangsa sendiri
Sarah
February 4, 2012 at 2:11 pmmudah mudahan mobilnya laku yaa. tidak kayak Timor
edratna
February 17, 2012 at 11:14 amBagi saya yang uangnya pas-pas an, berharap yang terbaik bagi mobil Esemka. Kalau mau beli mesti menunggu dulu, bagaimana after sales service, ketersediaan spare partnya dan lain-lain.
Jika pemerintah mau, hal tsb mudah diatasi, tentu langsung implementasi bukan hanya keinginan saja.
Santosa
April 14, 2012 at 10:22 amMas Imam sebenarnya Indonesia “telah” berupaya dengan segala hal mungkin kurang serius saja atau ganti penguasa ganti program Mobnas sendiri telah diupayakan oleh pengusaha sejak jaman Soeharto..pertama kerjasama dengan VW menghasilkan VW Mitra Pickup, stw sistem pacu roda depan..kemudian Udatin berusaha membuat Mobil Rakyat Indonesia ..basisnya Torana 1300 cc sampai akhir 90an masih diproduksi di Surabaya.kemudian Datsun Sena..sampai sekarang UNS masih punya mobilnya..tahun 90an membuat lagi Mobil Lincah Gama yang sebenarnya adalah Trooper versi Ustralia..sedangkan Perkasa sendiri adalah mobil buatan British Leyland..adapun Esemka adalah buatan Guangdong Foday yang dimodifikasi dengan mesin ex Timor dan lampu depan CRV lama serta lampu belakang Panther..tapi tak apalah yang penting kita tunggu keseriusannya jangan sampai semua program hanyalah sebatas euforia di bibir saja…
Coach Factory Store
May 22, 2012 at 8:01 amAlways hesitate. Is done great things.
Adi Sutjipto
November 22, 2012 at 2:56 pmSelamat datang MOBNAS Indonesia yang sebentar lagi akan menjadi tuan rumah di Negaranya sendiri INDONESIA, saya ingin sumbang saran hanya terhadap ukuran:
Isuzu Design Kijang Innova Esemka
Panjang 4,480 mm 4,555 mm 5,035 mm
Lebar 1,900 mm 1,770 mm 1,690 mm
Tinggi 1,980 mm 1,745 mm 1,630 mm
Apakah cukup proporsi ESEMKA kita? Jika kepangjangan?
1. Ruang putar besar
2. Garasi harus panjang
3. Parkir silang agak sulit, jika tempat pas2an
Terima kasih
Adi Sutjipto
ibas
October 10, 2023 at 11:13 amgood article, thank you