Ada yang menarik dari kolom Humaniora Teroka harian Kompas hari ini. Sastrawan asal Jogja, Marwanto menulis konon, penetapan 28 April β tanggal wafatnya penyair angkatan 45, Chairil Anwar β sebagai Hari Puisi Nasional masih menjadi perdebatan
Lebih jauh ia menulis. Jasa terpenting Chairil Anwar adalah pendobrakan terhadap bahasa ungkap penyair sebelumnya ( baca : Pujangga Baru ). Dengan bahasa ungkap yang khas dirinya, lugas , tegas, padat dan langsung menghujam ke jantung hati para pembaca karyanya.
Bicara tentang puisi dan juga Chairil Anwar, sebenarnya siapa yang masih peduli ?
Puisi menjadi tidak penting karena manusia lebih mementingkan rasa laparnya dan mencari uang daripada sekadar mengisi ruang jiwanya dengan sebuah puisi. Apakah puisi bisa menjadi makanan bagi perut yang keroncongan.
Dalam sebuah dunia yang pragmatis dan cenderung hedonis, kita seakan bertanya apakah puisi bisa memberikan sesuatu. Puisi semakin ditinggalkan karena para penyair ( dan mungkin sebagian blogger ) menjadi menara gading yang asyik dengan dunianya sendiri. Tidak menyentuh masyarakat sekitarnya. Tidak membumi.
Puisi memang tidak melulu mengenai cinta dan hati yang luka. Merintih dan sunyi. Beberapa sejarah peradaban mengajarkan sedikit banyak puisi memberikan nafas inspirasi terhadap pergerakan kemerdekaan sebuah bangsa. Puisi puisi yang akrab dengan realita sosial dan manusia sekitarnya. Presiden Ceko yang pertama Vaclav Havel sebelumnya adalah penyair yang banyak menyuarakan kritik terhadap sistem komunis yang totaliter. Ada juga masanya puisi puisi di Indonesia yang berisi suara pendobrakan atas kemiskinan, kesewenang wenangan dan ketidakadilan. Seperti puisi WS Rendra, Kesaksian yang benar benar menggetarkan.
aku mendengar suara
jerit hewan yang terluka
ada orang memanah rembulan
ada anak burung jatuh dari sangkarnya.
orang-orang harus dibangunkan
kesaksian harus diberikan
agar kehidupan dapat terjaga
Demikian pula kita merasakan getar api revolusi yang membara dari petikan puisi Chairil Anwar pada masanya. Membuat kita sedetikpun tak ragu memberikan darah dan nyawa kepada negeri yang baru merdeka itu.
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Namun sebagaimana manusia kita memerlukan keseimbangan, dan puisi puisi tentang cinta, keluarga dan alam bisa memberikan rasa dahaga itu. Tidak ada yang salah juga dengan puisi menye menye. Itu adalah pilihan dan kita harus menghargai. Siapa bisa menyangkal begitu dasyatnya untaian kata Hujan bulan Juni β Sapardi Joko Damono ?
Bahkan Chairil Anwar yang revolusionerpun, masih menyisakan ruang melankolis untuk gadis pujaannya. Dia terlalu penakut untuk mengungkapkan terus terang kepada gadis pujaannya. Sehingga terus memendam rasa sampai maut menjemputnya.
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Presiden Kennedy mengatakan jika politik bengkok maka puisi bisa meluruskan. Ia bisa menjadi tiang sandaran atas sebuah nurani, disegenap lingkup ruang hidup kita. Seberat apapun itu. Ia juga bisa menjadi pedoman manusia saat kembali ke titik nol.
Jika RA Kartini bisa menjadi pahlawan karena tulisan tulisannya kepada Abendanon. Chairil Anwar semestinya bisa menjadi pahlawan nasional atas perjuangannya melalui tinta dan tulisan. Chairil Anwar yang sempat kena penyakit kelamin sipilis memang menjalani hidupnya yang liar dan semrawut. Dan dia tak peduli hingga mati muda.
Walaupun demikian saya tetap peduli dengan puisi puisi. Ia seperti gelas berisi air segar. Sejuk dan menghilangkan rasa dahaga kita. Ia sekaligus mengeyangkan jiwa bathin kita. Ah, Kita memang membutuhkannya.
70 Comments
trian
April 26, 2008 at 2:26 pmkonon, puisi adalah citarasa seni yang tertinggi.
dengan puisi, sejuta rasa diungkapkan dengan sedikit kata.
mas Iman, mana puisi nya sendiri? π
leksa
April 26, 2008 at 2:26 pmmeronakan ruang-ruang kata dengan riak menggoda, dalam diksi dan metafora, memang selalu melibatkan unsur lain di manusia, yaitu Hati…
berbeda dengan artikel kaku yang hanya menjejalkan informasi…
Btw,.. 2-3 hari ini, saya berkeliling ke ranah blog, kok lagi pada berpuitis ria ya? entah itu puisi, rima pantun dalam bahasanya, bahkan ada yang bersolikui seperti semestanya lelaki ituh.. π
Selamat menikmati hari gombal, mas iman… π
leksa
April 26, 2008 at 2:27 pmmeronakan ruang-ruang kata dengan riak menggoda, dalam diksi dan metafora, memang selalu melibatkan unsur lain di manusia, yaitu Hati…
berbeda dengan artikel kaku yang hanya menjejalkan informasi…
Btw,.. 2-3 hari ini, saya berkeliling ke ranah blog, kok lagi pada berpuitis ria ya? entah itu puisi, rima pantun dalam bahasanya, bahkan ada yang bersolikui seperti “lelaki semesta” ituh.. π
Selamat menikmati hari gombal, mas iman… π
erwin
April 26, 2008 at 2:32 pmini yg bener yg mana mas,
menurut wiki yg bahasa inggris beliau meninggal karena sipilis,
…He lived in the streets of Jakarta and befriended many of the upper class and also many prostitutes. That is how he contracted the syphilis that eventually claimed his life….
Tapi kalo menurut wiki yang indonesia beliau meninggal karena TBC
…Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC….
Yg bener yg mana ya?
yati
April 26, 2008 at 2:42 pmmmm…yang terjadi di negeri antah berantah, politik membengkokkan puisi.
saya punya tulisan tentang para tersangka korupsi yang berpuisi ria seolah tobat saat di penjara tapi lom posting. [ga nanya ya mas? :d aaaah…kok gw sinis mulu ya]
didut
April 26, 2008 at 2:57 pmpuisi .. hmm..hanya pembaca π
Anang
April 26, 2008 at 3:37 pmkadang puisi menjadi ladang mencurahkan perasaan yang sudah kadung buntu..
sawali tuhusetya
April 26, 2008 at 3:47 pmsampai sekarang, puisi “karawang-bekasi” karya Chairil Anwar yang mas iman kutip di postingan ini belum juga terungkap, benarkah merupakan jiplakan dari karya Archibald Mc Leish. meski demikian, saya masih percaya akan kharisma Chairil Anwar dalam sejarah puisi indonesia kontemporer.
Fadli
April 26, 2008 at 4:36 pmChairil Anwar.. sayang beliau meninggal muda..
iman
April 26, 2008 at 4:36 pmtrian,
saya masih menyimpannya sendiri dalam sebuah blog yang dirahasiakan. Belum, belum berani saya memberikannya kepada dunia.
Sawali,
Ya memang ada kecurigaan mengarah ke sana. Biarlah, sesuatu dalam perang revolusi menjadi nisbi.
Yati,
coba saja diposting he he..
bangsari
April 26, 2008 at 4:40 pmsaya ndak paham puisi.
katanya, memang seharusnya lah kesenian yang memberi makna pada kehidupan kita. lha gimana mau berkesenian, wong negarane carut marut begini. :p
venus
April 26, 2008 at 5:20 pmsaya suka puisi, meski gak selalu ngerti π
Epat
April 26, 2008 at 5:28 pmjadi ingat, saya dulu pernah juara membaca pusi tingkat kecamatan sewaktu jaman SD, ya gara-gara puisi yang saya bacakan karangannya Chairil Anwar ini. halah….
wah bung iman, hayo tunjukkan dong kumpulan puisi2 karya bung iman…..
Dony
April 26, 2008 at 7:24 pmLama juga tak membaca puisi, mungkin itu pula yang membuat jiwa saya kosong dan hampa. Terima kasih mas Iman atas pencerahannya….
Hedi
April 26, 2008 at 7:42 pmsaya kepingin banget bisa menyenangi puisi, tapi gagal terus… *heran*
yuswae
April 26, 2008 at 7:53 pmChairil Anwar? Tahu nggak mas, bsk mei, sebulan penuh, ada iklan politik yang mengutip puisi dia…(atau jangan2 sampean yang garap..) π
rita nusa indah
April 26, 2008 at 9:20 pmPuisis….. puisi adalah suara hati (menggambarkan suasana hati yang sesungguhnya) sehingga dapat memberi energi, pengobar semangat bagi yang “mampu” menangkapnya juga dengan “mata-hati” (penikmat) ……
Khairil Anwar…….. Para pahlawan kemerdekaan berjuang dengan fisik, berkorban jawa raga, kalau Khairil Anwar berjuang dengan membakar, mengobarkan semangat perjuangan lewat-puisi-puisinya antara lain :
Diponegero, Kerawang β Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, Siap Sedia, cerita Buat Dien Tamaela…. mengingat semua itu, Khairil Anwar pantas mendapatkan pengakuan. Penghargaan dalam bentuk apapun itu…..
fertob
April 27, 2008 at 12:49 amMungkin lebih tepatnya sastra bisa meluruskan politik. Saya jadi ingat Pablo Neruda dan GG Marquez yang juga memperjuangkan kehidupan politik lewat karya-karya sastra yang revolusioner. Tidak saja membumi tapi “menghanguskan”. Chairil Anwar juga begitu, dan juga dengan sastrawan masa kini. Tetapi tidak semua orang bisa mengapresiasi perjuangan lewat karya sastra, karena biasanya satra (apalagi puisi) dlm pandangan banyak orang hanya sekedar “bermanis-manis lewat kata” atau tidak membumi. π
Dan Chairil Anwar layak menjadi pahlawan untuk itu.
nee cho
April 27, 2008 at 5:18 amMas, ada stock puisi utk zam ga? Utk bsk. Melepas kereta ke jkt*bikin sedih zam*
bawZz
April 27, 2008 at 7:27 amyang jelas puisi masih bekerja buat deketin cewe, huehe.. *romandul mode on*
romantis tp jadul.. ;p
Silly
April 27, 2008 at 7:28 amHaduhhh… ini bulan apa sich… kalo kata para ahli yang ikutan menulis “THE SECRET”… mungkin sekarang ini pengaruh alam semesta dari rasi bintang apaaaaa gitu… yg membuat semua makhluk serasa pengen berkasih-kasihan, sayang2an… dan saling melemparkan puisi2 cinta yg menye2, hahahaha… π
Tapi CINTA memang kekuatan terbesar didunia ini… kadang orang gak bisa puisi sama sekalipun, ketika jatuh cinta, tahu2 jagoooo banget bikin kata2 yg indah… (puisi atau enggak, whatever lahh, yg penting khan berhasil membuat pasangannya melayang2 diudara… )
ngodod
April 27, 2008 at 7:39 ampuisi…,
jadi temen pas lagi menye2 ato pas lagi semangat ’45…
edratna
April 27, 2008 at 9:23 amKalau murni puisi, saya tak terlalu paham….dan hanya bisa menghayati jika yang membacakannya menarik. Namun saya penyuka bacaan sastra, dalam bentuk apapun…karya sastra serius, novel bahkan sampai chicklit dan teenlit. Dan saya suka membaca blognya pak Sawali, tentang wayang…..
Hmm…memang tak semua orang sama, saya kemarin juga membaca artikel Kompas…..dan menurut saya wajar, karena tak semua orang dianugerahi dapat memahami seni…ada yang lebih menyukai kegiatan alam (termasuk saya), sport dsb nya.
Arif
April 27, 2008 at 10:14 amSaya tidak bisa menikmati nyanyian tetapi saya bisa larut menikmati puisi walaupun kadang saya hanya dapat menikmati puisi dari kekuatan penulisnya dalam menyampaikan maksud melalui pemilihan kata. Penafsirannya sendiri — kalau puisi memang butuh ditafsirkan — tentu akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan kemampuan batin kita.
Saya kagum dengan Chairil Anwar dan waktu kuliah dulu sempat mengoleksi kumpulan puisinya. Bukan karena tanggal ulang tahun kami sama melainkan karena kelugasannya dalam menyampaikan maksud.
Saking sukanya pada puisi saya dulu suka membeli Kompas Minggu karena pada terbitan hari itu ada puisi dan cerpen. Lantas apakah saya menulis puisi? Dulu, sejak SMP sampai masa kuliah saya suka menulis puisi menye-menye. Sisa-sisanya bisa dilihat di http://www.geocities.com/cahsleman . Saya kadang tertawa sendiri kalau membaca sajak-sajak di sana. Tertawa karena saya dulu sering membuat sajak untuk gadis-gadis yang ingin saya dekati. Dan pada masa itu sajak sungguh ampuh. Entah sekarang.
rizk
April 27, 2008 at 10:19 am“kaki-kaki hujan menancapkan ujungnya ke bumi,hatiku pun ikut tertusuk”
itu salah satu kalimat sajak zaman dahulu yang paling saya sukai diambil dari kata chairil anwar
rita nusa indah
April 27, 2008 at 10:40 amada nic, kereta senja…. tpi…..upss… prasaan pnah dengar judul itu ya.. gak jdd, gak blh njiplak dong… mmmmm apa ya…. owww ada, kreta gelappp.. ada gak se yak?? taksi glap iya…
uuuwwww au’akh pikirin aja ndiri……
kenny
April 27, 2008 at 11:35 amsuka puisi tapi lebih suka puisi yg menye-menye π
calonorangtenarsedunia
April 27, 2008 at 11:43 amAku suka sekali chairil. Sajaknya lugas dan apa adanya.
Hampir semua puisiku terinspirasi dari Chairil. Semangat muda dan perjuangannya. Tadinya aku selalu berpikir bahwa sajak “Aku” atau “Semangat” adalah wujud individualisme nya. Tapi ternyata itu sajak buat bapaknya. π
Goenawan Lee
April 27, 2008 at 4:43 pmAh, cuma perasaanmu saja…
iman brotoseno
April 27, 2008 at 7:13 pmgun..itu pendapat pasanganmu lho..
lagi sensitifkah dia
wennyaulia
April 27, 2008 at 7:24 pmpuisi…
uhm, saya cuma penikmat,,bukan pembuat
*nungguin puisi bikinannya mas iman π
Donny Verdian
April 27, 2008 at 7:53 pmAh, posting yang menarik, Bung!
Btw, saya sangat suka puisi WS Rendra, Kesaksian, utamanya ketika dilagukan oleh Kantata Takwa.
Kesannya itu puisi yang “sunyi” namun “berdarah-darah” !!!
siska
April 27, 2008 at 8:14 pmhmm puisinya Sapardi keren ya, Pak…
menye-menye…hehehehe…
peyek
April 27, 2008 at 8:24 pmJujur, Saya dalam keadaan seperti ini.
bukan hanya soal puisi tetapi juga dibidang humanisme yang lain, embuh..kenapa mas!
mitra w
April 27, 2008 at 10:01 pmah, kita memang butuh tulisan2nya mas Iman π
kw
April 27, 2008 at 10:17 pmkomunitas planet senen konon akan mengenang kepergian chairil di rs cipto dan ada kegiatan lainnya. selengkapnya di http://blackuniverse.multiply.com/calendar/item/10011
fitra
April 27, 2008 at 10:23 pmHaduhh saya nyerah deh kalo soal puisi….paling ndak bisa merangkai kata2 indah nan puitis….munkin krn bkn produk jadul kali ya? *blaaahhh sok berasa muda belia* hehehe…liat aja lagu atopun judul film jadul dan jaman sekarang….dulu itu ada judul film Kabut Sutra Ungu *ga kebayang ini kabut bentuknya kaya apa*, bandingkan dengan judul film jaman sekarang: “Maaf saya menghamili istri anda”……haaahahaha so vulgar heh? ga ada romantis2nya…
Totok Sugianto
April 27, 2008 at 10:26 pmsaya penikmat puisi, tapi selalu susah untuk bisa membuat puisi. mungkin perlu bakat khusus untuk bisa berpuisi ria ya mas π
mas kopdang
April 27, 2008 at 11:02 pmkata Budi Darma: Prosa dan Novel itu terapi jiwa, sedangkan puisi adalah hakikat falsafah..
iman brotoseno
April 27, 2008 at 11:05 pmkw,..
sangat menarik infonya..siap siap TKP
dian
April 27, 2008 at 11:08 pmyg seneng puisi, pasti otak kanannya yg bekerja. kalo aku otak kiri hehhehe
itu pic mirip fariz RM yak
hanggadamai
April 28, 2008 at 7:12 amwah, memang puisi itu menyegarkan π
RIZKI EKA PUTRA
April 28, 2008 at 8:29 amPuisi merupakan salah satu jalan didalam penyampaian satu maksud dengan cara kiasan! DAn kelemahan pendidkan sekarang adalah tidak terlalu diajarkannya siswa untuk menulis puisi dengan baik! Salah siapakah?
zahroul aliyah
April 28, 2008 at 8:56 ampuisi memang bagus sich cuma aq kok gak paham maksudnya,
kadang bisa geli sendiri klo baca puisi yang terlalu memuja2 cinta…
jadi inget ama si PON ketua pujanggan se Mojokerto…
mayssari
April 28, 2008 at 9:05 amHm… tahu banyak tentang Chairil ya? Saya tahu tentangnya dari suami saya. Sejak itu saya jatuh cinta pasanya *halah*
max
April 28, 2008 at 10:25 amternyata Chairil ada darah minangkabau juga Mas π
*primordialisme dot com π
dewa
April 28, 2008 at 10:53 amSelain ‘Hujan di Bulan Juni’, ada satu puisi yang sangat mengharukan mas yaitu “Aku Ingin”. Bahkan banyak puisinya yang dimusikalisasikan dengan sangat bagus. Puisi memang hanya berupa kata tapi bisa menghidupkan dan memberi nafas untuk hidup… weitss..
nonadita
April 28, 2008 at 11:45 amnah itu baru puisi beneran!
jangan jadi gila setelah baca puisi error di blog sayah. kekekek
ghatel
April 28, 2008 at 11:54 amkalo baca puisi, terkadang saya suka tidak ngerti maknanya… π
lance
April 28, 2008 at 7:40 pmwah tiga menguak takdir….
legendaris