BALADA TANAH PRIANGAN

Dessy Ratnasari mungkin tidak akan menduga nasibnya kelak kemudian hari jika saat itu tidak bertemu dengan seorang pekerja film dalam sebuah angkutan umum di kota Sukabumi, lebih dua puluh tahun yang lalu. Memang tidak ada yang bisa menebak nasib orang, namun semua bisa saja terjadi termasuk menjadi artis besar jika lingkungannya dekat dengan produksi produksi film.

tulah sebabnya dari dahulu banyak produksi film cerita selalu mengambil lokasi di sekitar Jawa Barat, untuk mendapatkan setting apa saja dari hutan, desa, sawah, gunung, laut sampai kota. Selain karena dekat dengan ibu kota, juga jika membutuhkan pemain tambahan, terutama ‘ extra talent ‘ yang cantik, bisa dengan mudah mendapatkan di lingkungan sekitarnya.

Konon hanya gadis gadis tanah Minahasa Sulawesi Utara yang bisa menandingi kemolekan gadis gadis priangan. Seorang budayawan dan rohaniwan asal Belanda yang telah menjadi warga negara Indonesia, MAW Brouwer pernah menulis kutipan,.” Tuhan tersenyum ketika menciptakan tanah Priangan..”. Ini memang tidak salah, karena alam dan segala isi tanah sunda begitu mempesona dan sekaligus membentuk komposisi gambar yang indah dalam viewfinder kamera. Namun ini menjadi tidak sesederhana ini, ketika sebuah komunitas ( film ) ternyata membawa gegar budaya terhadap perilaku peradaban masyarakat sekitarnya. Terlepas baik atau buruknya nilai nilai peradaban itu.

Sampai suatu hari saya bertemu dengan Widia, gadis yang masih duduk di bangku SMA yang yang muncul di lokasi syuting film iklan minuman selama 3 hari di daerah Ciampea, Bogor. Ini mungkin yang disebut pemerataan, karena di daerah desa terpencil yang jalannya rusak, bisa ada gadis cantik yang wajahnya mirip Revalina S Temat tinggal disana.
Tapi ini juga kemahiran location manager saya yang bernama Sukenti, biasa dipanggil Kenti dalam menemukan lokasi sungai berbatuan yang masih jernih sesuai dengan kebutuhan syuting saya. Kenti sudah lebih dari sepuluh tahun ikut dengan saya, sehingga ia sangat mengenal gaya shoot shoot saya, termasuk memahami bahwa saya sangat mengagumi kemolekan panorama alam dan juga manusianya. Sehingga dalam pencarian lokasinya ia bisa menemukan alam yang indah sekaligus sumber daya pemain yang melimpah didekatnya.

Walhasil ada saja akal akalan crew saya untuk berusaha lewat atau mampir di rumah Widia, baik pura pura berteduh atau meminta segelas air, walaupun sebenarnya dalam produksi kami selalu ada persediaan konsumsi yang melimpah. Widia adalah anak bungsu yang tinggal bersama ibu, kakak kakaknya serta keponakan keponakannya . Ayahnya sudah lama meninggalkan rumahnya, entah kemana. Sehingga ibunya melihat film adalah satu satunya jalan keluar untuk kehidupan yang lebih baik, agar tidak terpuruk seperti kakak kakaknya yang sudah kawin dan menjanda pada usia muda.


Budaya televisi dan hiburan memang seperti lampu petromak yang dikelilingi laron laron yang datang berhamburan. Ada saja yang menemukan kehangatan , namun lebih banyak lagi yang mati karena terpanggang menabrak lampu panas tersebut. Menjadi Dessy Dessy baru adalah jalan pintas impian gadis gadis seperti Widia, sehingga ia berterus terang kepada saya..” mau menjadi artis “ ketika ditanya cita citanya. Kemana cita cita menjadi seorang dokter atau insinyur sebagaimana anak anak sebayanya tempo dulu ? Ini memang bukan perkara mudah, karena mentalitas ini berbanding terbalik dengan harapan hidup yang lebih baik dan gaya hidup konsumerisme yang merebak kemana mana.

Ada yang menarik, dalam percakapan dengan Garin Nugroho, ketika bersama sama hendak memberikan workshop perfilman di Denpasar beberapa waktu yang lalu. Diceritakan ketika memproduksi sebuah film iklan layanan masyarakat di Manado, ia hampir tak menemukan gadis gadis lokal Minahasa yang selalu digembar gemborkan kecantikannya. Ternyata ada pameo disana yang mengatakan bahwa seluruh gadis gadis cantik Minahasa sudah pergi merantau ke Jakarta !

Widia memang tidak pernah melihat bahwa ada ribuan gadis gadis sepertinya yang melihat sisi pencerahan yang salah. Sejarah selalu mengajarkan bahwa kesuksesan karena dua hal yakni kerja keras dan satu hal lagi adalah factor keberuntungan. “ Luck “nya Dessy Ratnasari adalah hari itu ia memilih jam dan angkutan umum yang bersamaan yang ditumpangi seorang pencari bakat.

Cerita ini memang belum selesai disini sampai suatu hari istri Kenti datang sambil menangis ke saya. Karena sudah lama sekali menjadi bagian dari team saya, tentu saja keluarga saya sangat mengenal istri dan anak anak Kenti. Ternyata sudah hampir 3 minggu sejak syuting akhir bulan Agustus lalu di Ciampea, si Kenti tidak pernah pulang lagi ke rumahnya. Selidik punya selidik, ternyata ia telah menikah dengan janda kembang dari Ciampea alias kakak dari Widia.

Sejarah memang kembali berulang ketika manusia dengan beragam kepentingannya untuk saling memanfaatkan. Tak ada yang tahu siapa yang menjadi korban. Mudah mudahan kelak Widia tidak menjadi laron yang mati terpanggang. Sia sia dan tak berdaya. Yang jelas setelah mendengar cerita ini, Mamanya Abel semakin was was kalau saya syuting di daerah Priangan lagi.

Sayup sayup saya mendengar sebuah lagu,..
“..Bimbi nama seorang gadis, sederhana tapi manis
pergi dari kampungnya tujuannya ke kota, ingin hidup coba coba… “

You Might Also Like

62 Comments

  • mademoizell3
    September 25, 2007 at 1:20 pm

    mungkin benar kalau laki- laki tak butuh komitmen *jadi ngaco*
    numpang comment ^^

  • titiw
    September 25, 2007 at 2:41 pm

    “Budaya televisi dan hiburan memang seperti lampu petromak yang dikelilingi laron laron yang datang berhamburan. Ada saja yang menemukan kehangatan , namun lebih banyak lagi yang mati karena terpanggang menabrak lampu panas tersebut”.
    Analogi yang bagus.. sangat bagus.. btw kemaren inih saya lagi pake rok, temen saya ngomong “Ih titiw, kamu pake rok mini! kayak desy ratnasari..” ??!#$^%$&*%^??!

  • raravebles
    September 27, 2007 at 5:36 pm

    sama sm mama Abel, was was kalau suami dinas ke daerah Priangan 😀

  • escoret
    September 28, 2007 at 4:58 pm

    potonya itu lhoo..!!!
    ga kuaatttt.!!!

    ada benernya renungan anda ini..ck..ck..ck

  • rievees
    September 29, 2007 at 7:39 pm

    Sepupuku yang baru 8taun juga sdh pengen jadi artis sinetron katanya..

  • Bintang
    October 8, 2007 at 7:20 pm

    waduhhhh telat neh gw ngasih comment…comment gw kayaknya sama ama commentnya MNX..perasaan kok dessy mulu sih ceritanya soalnya gw pernah baca cerita soal dessy juga di sini…hehehe..atau gw baca di blog laen kali yahhh…maap yah kalo salah….met iedul fitri…

  • Yunan
    October 9, 2007 at 11:49 am

    hmm. desy..
    idola masa laluku ..

  • susan
    January 14, 2008 at 7:03 pm

    Hemm… ngklik ini karena tertarik judulnya yg beraroma priangan, daerah asal. Membacanya, sy kok jadi gerah ya.. terutama di ending. :…. Sia sia dan tak berdaya. Yang jelas setelah mendengar cerita ini, Mamanya Abel semakin was was kalau saya syuting di daerah Priangan lagi… apatah maksud kalimat ini?

    mungkin ini comment paling telat, jadi saya tak berharap penjelasan. tapi ya tetep gerah..

    Anyway, sy suka tulisannya yang mengalir ringan…

  • mantan kyai
    January 20, 2008 at 9:57 am

    kalo butuh peran kyai cabul … aku juga mau mas iman 😀

  • didi
    February 9, 2008 at 10:42 am

    gak apa-apa mas, saya suka desy kok……..

  • Minahasa
    August 28, 2009 at 9:19 pm

    gadis Minahasa yang cantik2 emang pemalu mas, klo sama orang luar tapi beda ceritanya klo soal duit matre 😀 paling hebat plorotin orang luar

  • Menggapai Impian | Iman Brotoseno
    January 3, 2013 at 6:32 pm

    […] akan terlihat betapa ‘ dasyat ‘ perjuangan mereka dengan tinggal di kos kos yang sempit untuk menggapai sebuah mimpi . Saya selalu melihatnya seperti laron yang berdatangan karena cahaya lampu, yang akhirnya […]

1 2

Leave a Reply

*