TV RATING

Ada pemikiran menarik dari pakar komunikasi Effendi Gazalie minggu lalu dalam harian Kompas, yang menentang dominasi rating televisi terhadap kebijakan siaran televisi. Tentu saja kaitannya dengan pemilihan program acara. Bagaimana tidak, dengan isi acara televisi yang lebih banyak cinta cinta anak SMA, horror, hidayah yang tidak bermutu, hiburan talkshow yang lebih banyak komedinya membuat banyak orang bertanya tanya apakah benar ini yang menjadi bench mark tontonan bangsa ini ? Pemilihan rating ini yang dilakukan oleh lembaga riset bisnis juga , membuat televisi terjebak untuk membuat acara berdasarkan data yang dibuat lembaga riset tersebut, serta kaitannya dengan nilai rupiah iklan iklan yang menjadi pemasukan TV. Klopnya, pemilik TV di Indonesia merupakan pebisnis ala pedagang kelontong yang tidak berpikir tentang kontribusi penyiaran terhadap pendidikan atau budaya misalnya.

Permasalahannya apakah data tersebut cukup akurat dengan metode sampling untuk menentukan bentuk tontonan ini memang digemari orang, repotnya lagi tidak ada lembaga riset independen yang mengurusi hal seperti ini. Pemerintah juga tidak peduli, padahal di Amerika sejak tahun 60an sudah ada pengaturan mengenai urusan TV rating yang disahkan kongres, karena memang bisa mempengaruhi pola pikir suatu masyarakat. Ini bisa jadi mengerikan karena televisi sudah menjadi bagian pola hidup manusia. Bayangkan saja penonton kita mengalami cultural brain wash , karena dijejali bentuk bentuk tontonan kering, tidak inovatif dan melankolis. Ibu tiri yang kejamnya luar biasa,pembantu yang cantik jelita, bapak guru yang bercinta dengan muridnya sampai cerita agama yang lebih mengajarkan sosok Tuhan dengan pecut api di tangan kiriNya serta dan pintu neraka di tangan kananNya.

Jauh di pelosok pelosok negeri ini, masih banyak orang yang mungkin tidak peduli dengan tayangan TV ini. Atau juga karena metode sampling riset tidak menyentuh mereka, yang jumlahnya 80 % dari populasi negeri ini. Ketika saya melakukan seleksi dari masyarakat pinggiran di dari Pekalongan, Jogjakarta, Kediri, Tuban untuk dipilih menjadi bintang iklan bersama Mbah Marijan beberapa waktu yang lalu. Menakjubkan ada dari mereka yang tidak tahu siapa Ratu , bahkan juga tidak peduli ketika acara Infotainment sedang berlangsung. Bagi mereka tidak masuk akal membayangkan sebuah dunia yang begitu jauh, begitu absurd dan mungkin begitu palsu. Bambang Tri selingkuh dan kawin lagi dengan MayangSari so what bagi mereka. Sementara di kota besar kalau cerita Maia bahwa Ahmad Dani sedang selingkuh dengan salah satu vokalis group Dewa Dewi terekspose, bisa bisa akan mendongkrak nilai jual per spot sebuah iklan disana. Jadi siapa dapat dipercaya ? rating televisi, iklan yang bombastis atau Maia ?

You Might Also Like

48 Comments

  • ekowanz
    June 11, 2007 at 11:56 pm

    yup benar kata anda…lama2 bisa jadi kaya “cultural brain wash”…
    udh banyak buktinya kan?acara yg bertabur iklan ternyata bukan acara yg bagus, kadang bahkan acara yg sedikit iklan mungkin acara yg bermutu dan patut ditonton..

    emm…siapa yg dpt dipercaya?saya pilih maia aj deh pak πŸ˜€ hehehe….

  • ndoro kakung
    June 12, 2007 at 12:42 am

    that’s why I (only) believe in God. Halah … πŸ˜€

  • ewink
    June 12, 2007 at 8:30 am

    Kita tentunya tidak ingin mengulang langkah Pram yang membasmi seniman-seniman yang tidak mengusung Realisme Sosial dalam karya-karyanya.

    Gw sendiri mulai kepikiran untuk menggagas sebuah gerakan sosial agar kita bisa menuntut tontonan bermutu. Tidak cuma di televisi, tetapi juga di bioskop. Sepertinya kita membutuhkan sebuah klompencapir ala baru.

  • cahyo
    June 12, 2007 at 9:17 am

    saya sudah 4 bulan ini jarang nonton tv mas. termasuk isteri dan PRT di rumah…

    btw, saya milih mulan aja deh. eh, gak ada aya? hehehehe

  • diditjogja
    June 12, 2007 at 9:20 am

    kalo saya lebih percaya om iman aja deh…xixixixixix…

    ah, kalo tetangga mbah marijan gak pernah nonton tipi, itu bukan karna tidak termasuk daerah sampling untuk raitng tv, tapi karna emang mereka “sibuk cari nasi”…

    lama gak kesini, kok sidebarnya ada portfolio sekarang yah?!

  • ikram
    June 12, 2007 at 9:34 am

    dimana ada duit, disitu ada iklan…

  • Pinkina
    June 12, 2007 at 9:44 am

    percaya maia aja wes mas πŸ˜€
    Smpyn ini apanya maia seh mas, kok tiap posting ada nama maia ???

    *nggosip πŸ˜€

  • pitik
    June 12, 2007 at 9:46 am

    maia selingkuh ya mas?
    *sok ga tau mode on*

  • trian h.a
    June 12, 2007 at 9:49 am

    Jadi siapa dapat dipercaya ? rating televisi, iklan yang bombastis atau Maia?

    ending tulisan yang membingungkan, koq Maia?

    *maaf, ga terlalu penting πŸ˜€

  • Nananging Jagad
    June 12, 2007 at 12:43 pm

    Jagad Ngendonesya memang penuh dengan dusta semesta…….ojo gumunan lan ojo kagetan.

  • kw
    June 12, 2007 at 2:12 pm

    kasian sekali para pengiklan hehehhe

  • NiLA Obsidian
    June 12, 2007 at 6:26 pm

    ga ada yg bisa di percaya mas….
    semua orientasinya uang…
    mungkin harus ada yg berani bikin perusahaan riset besar utk menandingi yg udah ada dg tekhnologi riset yg lebih akurat
    tidak hanya dengan mengisi kuisioner (yg ga jelas sapa yg ngisi…dan brp persen kebenarannya, dan hanya dlakukan 100 kk utk setiap kota besar)

    rasanya ga masuk akal ya….utk bisa dijadikan acuan dan standard semua pihak terkait membentuk image..
    *sigh* nyatanya demikian…..terus siapa yg peduli?

  • kenny
    June 12, 2007 at 9:32 pm

    iya ah, percaya ama mas iman aja…klo maia slingkuh brati slingkuh, klo ada yg gak kenal ratu..aku jg blm lama kog tahu ratu (katro ya) πŸ˜€

  • dezz
    June 12, 2007 at 10:37 pm

    iya aku juga suka bingung dari mana ya hasil rating tv itu di dapat secara akurat

    mungkin kalo acaranya bagus dan katanya ratingnya oke!! bisa diliat dari byknya iklan,, secara iklan kayaknya untuk media baik cetak, Tv, radio, masih merupakan suatu pemasukan yang penting dan berarti banget.

  • just Endang
    June 13, 2007 at 7:50 am

    makanya aku nonton tv cuma wisata kuliner…males deh skrg….gimana mau pinter ya mas, wong udah jadi orang pinter malah membodohkan masyarakat…keblinger bener deh…

    Maia….cerita ama aku aja yyyooookkk…

  • yoan
    June 13, 2007 at 12:00 pm

    Yups bener banget bro, kya nya sekarang udah kurang banget acara yang bermutu *halah*… again semuanya kembali ditilik dari apa yang sedang ‘in’ dipasaran …n apa yang lagi diinginkan oleh pangsa pasar…

    Tapi..kembali lagi…baik buruknya kita tetap harus terus mendukung dan menghargai at least mereka sudah berkarya n berusaha,ketimbang orang yang kerjanya cuma comment n complain mulu tapi ga pernah do somethin

    * gw dah do somethin belum yach hehehehehe*

  • Fatah
    June 13, 2007 at 4:13 pm

    Mendingan pake TV Berlangganan deh.. walaupun harus mengeluarkan duit 150-200 ribuan per bulan tapi dijamin deh banyak acara-acara yang bermutu dan bermanfaat πŸ™‚

  • maya
    June 13, 2007 at 4:28 pm

    udah acaranya gak bermutu? eh dapet nyontek pula dari negara laen. sigh..

    eh tapi menurut saya, masih ada kok acara bagus di televisi lokal & national meski bisa dihitung dengan jari, seperti ekspedisi, jejak petualang, jelajah,wisata kuliner & news.com . tau deh acara2 tersebut masuk rating apa ngga πŸ™‚

  • Nico Wijaya
    June 13, 2007 at 11:35 pm

    untung TV tuner saya rusak mas..hehe..

  • Keke Rachmad
    June 14, 2007 at 9:22 am

    Jujur mas, TV lokal bikin puyeng. Suara tiap channelnya ga’ pernah sama, jadi remote musti terus nempel di tangan kalo ga’ mau kaget. Warnanya juga terlalu menyolok semua. Makanya, daripada nongton TV, mendingan molor sambil mikirin Darius :))

    Mariiii….

  • ibunyaima
    June 14, 2007 at 9:26 am

    Sebagai orang yang pernah ikut ngurus tetek bengek pe-rating-an ini, saya sih bisa yakinkan bahwa metode yang digunakan akurat πŸ™‚ Bahwa metode yang digunakan tidak menyentuh “mereka yang tidak perduli pada tayangan televisi”, yang “mencapai 80% penduduk”, bukan berarti bahwa metodenya tidak akurat. Walaupun mereka 80% dari populasi rakyat, tapi.. belum tentu mereka main target market televisi, jadi memang simply tidak dipakai dalam pemilihan sampling.

    Masalahnya adalah lebih pada para pemilik TV swasta yang menjalankan bisnisnya [meminjam kata Mas Iman] seperti pedagang kelontong. Ini kelemahan orang Indonesia secara umum dalam membaca data. Data tidak dikaitkan dengan konteks, dan diolah lagi serta dikritisi, tapi diterima mentah2. Seolah2 kalau ratingnya tinggi, maka itu jaminan semua orang nonton.

    Padahal, seperti yang Mas Iman bilang, ada 80% orang di luar “main target market” yang bisa kita garap, kita cari tahu apa yang diinginkannya dari televisi, dan kita bikinkan acara supaya mereka tertarik nonton. Membuat target market baru, bukan sekedar mengekor yang sudah ada πŸ™‚

  • elly.s
    June 14, 2007 at 11:15 pm

    maia sapa sih?
    walah…kuper bgt aq….

  • escoret
    June 15, 2007 at 1:40 pm

    wekkzzz..jargon TV ya..????
    aih..aih…saya sudah 3 minggu ga liat tipi..????

    biarlah..asal ga ganggu ornglaen….
    hehhe

  • triadi
    June 15, 2007 at 6:05 pm

    kalo dah peduli…
    whats next?

    saya setuju metode sampling tidak bisa mewakili kondisi riil masyarakat, kalo kondisi pasar potensial mungkin dan selalu produk daerah “hampir terasing” dari jangkauan media…

    saya sedang riset game petualangan, content dan ceritanya nya saya pikir sangat mendidik dan memakai budaya2 daerah indonesia…
    tapi selalu pertanyaannya siapa mau danain? berapa gelintir orang yang mau peduli budaya kita sendiri?

  • rizka
    June 16, 2007 at 12:16 pm

    Kalau seorang EG mengatakan hal seperti itu, mengapa ya salah satu acara yang terbukti mendapat rating tinggi di salah satu stasiun TV di Jakarta diberhentikan. Soalnya acara ini termasuk yang paling digemari pemirsa. Tercatat acara ini menduduki ranking 1 dan 2 dari seluruh acara di stasiun televisi tersebut. Pemberhentian itu, karena manajemen stasiun TV tengah mendapat tekanan dari pihak pejabat yang tidak suka dengan host di acara tersebut.

  • Abi_ha_ha
    June 16, 2007 at 3:47 pm

    Televisi Jendela Dunia πŸ™‚

    Dunia Endonesa… Suram…

  • sutrisno mahardika
    June 17, 2007 at 6:01 am

    maaf mas iman, mas iman kayaknya lebih percaya maia?

  • dewi pras
    June 17, 2007 at 12:22 pm

    sekarang emang banyak tayangan yang ngga bermutu malahan kebanyakan temanya sama aja, mau pindah2 chanel yang ditayangin ga jauh beda..kalo emang sebuah tontonan diliat dari ratingnya,harusnya yang melakukan pemilihan rating itu lembaga yang netral yang ngga nyari peluang bisnis di sini…
    jadi kalo liat keadaan yang sekarang, siapa yang harus disalahin?? Apa semua ini salah maia???
    *hehehehe, ngga nyambung*

  • Wina
    June 19, 2007 at 2:47 pm

    Senang sekali ada yang mau angkat masalah rating ini..

    Aku juga suebeel..bisa dibilang kesannya kiblat TV yah rating ini,seolah2 rating seperti dewa. Malah yang ekstrim itu satu TV swasta yang suka semena2 menghentikan tayangannya bila ratingnya kurang dari 10…

    malah lebi parahnya lg,aku bikiin sinteron hidayah mas, aku dituntut makin keras dan kejam skenarionya.. tau ga kenapa? ratingnya tinggi.. ya olooooh mau jadi apa negara kita? untung aku udah insap.. ga kuat menahan derita berkepanjangan selama nulis hidayah

  • za
    June 21, 2007 at 12:13 pm

    hmmmpff…. jujur lagi males nonton tipi…isinya sinetron gak jelas gituh…

  • wkurniawan
    June 21, 2007 at 6:52 pm

    Lebih prihatin lagi, anak-anak kecil jadi dewasa sebelum waktunya gara-gara televisi… tayangan mendidik sangat kurang… sinetron remaja bahkan terlalu vulgar… hopo tumon…

  • Innuendo
    June 22, 2007 at 6:18 am

    menentukan rating tv itu gimana sih, mas ? apa pemirsa dibagiin angket? aku suka bingung kalo ditulis : ratingnya tinggi.

    eh emang tontonan televisi ada hubungannya ama bench mark ??

  • ario dipoyono
    June 22, 2007 at 3:51 pm

    Percaya pada tukul aja..

  • Jevuska (pengamat iklan dan televisi dadakan)
    June 22, 2007 at 11:32 pm

    tontonan kering, tidak inovatif dan melankolis. Saya setuju sekali dengan pendapat ini.
    Sebagai contoh Infotainment. Ditayangkan setiap hari mulai dari pagi sampai sore bahkan subuh juga ada, dengan isi acara yang sama dan hanya beda logo televisi, dan ditayangkan berulang-ulang. Untuk iklan saya sedikit berbangga karena sudah banyak iklan yang inovatif, dengan isi yang tersirat yang membuat kita berfikir dan tersenyum. Tapi apakah iklan seperti ini mampu membuat masyarakat seperti di pekalongan itu bisa berfikir dan tersenyum seperti saya.

  • bangaiptop
    June 23, 2007 at 1:57 am

    Kalau saya mah, Mas Iman, lebih percaya tuhan daripada percaya kepada rating.

    Percaya rating itu hukumnya haram loh. Sebab kita sudah menduakan tuhan. kalau tuhan kita duakan, nanti tuhan marah. Bukankan Maia saja yang bukan tuhan, marah, ketika diduakan.

    Hehehe

    (*mabur ahhh, OOTnya parah nih. Sbelum ditimpukini ustad aseli karena menulis tuhan tanpa huruf kapital. Sebaiknya saya kabur, hihi*)

  • Syiddat
    June 23, 2007 at 4:07 pm

    yap.. jd ga uah nonton tv deh, nonton tayangan yg bener2 berguna. misal.. EPL, serie A italia atau balapan…:p

  • Hannie
    June 23, 2007 at 8:11 pm

    wahahhh… mas, untung deh aku gak sempet nonton tivi. hihihi…. jadi kuper sih, tapi biarin deh daripada capek ngeliat acara yang “nggak banget”. hehehe

  • CempLuk
    June 23, 2007 at 10:36 pm

    kebanyaka sinetron nya tayangan TV, coba perbanyak tontonan agama, trus edukasi pasti lebih berbobot..

  • Kampret Nyasar!
    June 23, 2007 at 11:27 pm

    media televisi sebenernya adalah alat strategis dalam keberhasilan ‘nationa character building’ – itulah salah satu misi luhur yang sedianya juga perlu dialokasikan dimana nggakserta merta hanya mikirinkalkulasi ala pasar grosiran : Sing penting suwegih iklane πŸ˜€

    Pemberdayaan bangsa, budaya dan generasi – adalah program jangka panjang, strategis dan muahal, rek hargane.. tapi kalau diniati – bisa kok!

    Moga2 ada banyak yang mulai sadar, sebelum kita bener2 dicetak sebagai generasi sontoloyo.

  • TaTa
    June 24, 2007 at 7:14 am

    Hubbie saya gk suka infotainment dkk kata dia itu pembodohan masyarakat hihihi buat saya ?? selingan mata πŸ˜€ πŸ˜€

  • max
    June 24, 2007 at 3:26 pm

    Dengan acara2 yang begitu seragam dan kadang tak masuk akal, jelaslah tv rating patut dipertanyakan keabsahannya. Masyarakat perkotaan sekalipun, sebenarnya sudah cukup jenuh dengan sinetron2 percintaan yang tak masuk akal; kelewat dibuat-buat dan tidak mengajarkan kepintaran pada pemirsanya. Justru tawaran kehidupan hedonisme yang disuguhkan yang belum tentu bisa dicapai oleh penonton yang hidup biasa-biasa saja.
    Maka jangan heran, saya pribadi lebih suka menonton berita2 atau reportase yang digarap dalam bentuk feature seperti yang telah dilakukan Trans TV. Banyak sisi kemanusiaan yang lebih manusiawi untuk diangkat, bukan?

  • rumahmungil
    June 27, 2007 at 10:38 pm

    infotainment? g bangeeeetttt…. Hidayah? waaahhhhh… bisa menyesatkan tuh
    Sinetron/FTV remaja? mmmmm….. boleh juga untuk cuci mata, ceritanya g mutu banget… banyak niru serial TV cina atau korea
    Yaaahhh mo gimana lagi… yang bisa produksi hal-hal kayak gitu ya orangnya itu-itu aja…. (bollywood-nya Indonesia)yang laen jadi kebawa arus, katanya tuntutan pasar.
    Produser-produser tayangan itu yang harusnya di upgrade tuh mas…
    sekarang udah jamannya “coreduo”… bukan pentium 4 lagi. hehehe

  • Dony
    December 6, 2007 at 9:46 pm

    Saya prihatin dengan tayangan kebanyakan televisi nasional kita -tapi sangat Jakarta itu.
    Saya pernah menyinggung tentang TV rating ini, dan satu cacat metodologis di dalamnya, yakni TV ritualism yang luput dari perhatian. Baca: TV Ritualism vs TV Rating

  • jack
    March 22, 2008 at 10:27 am

    bos, ngerti defenisi rating ga sih?
    rating itu tak membahas soal kualitas, tapi soal kuantitas.
    tau kan perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif?, penekanannya aja beda, jadi ngga mungkinlah bisa sejalan.
    tayangan jelek kq ditonton? apa boleh buat, ini masalah selera. Ya selera masyarakat kita memang seperti itu. suka sinetron, tayangan variety show sebangsa Supermama, sex, dan mistik.
    Terus soal penelitian anda di daerah-daerah yang sudah anda sebutkan, AGB Nielsen tidak menjangkau ke sana. Mereka hanya memotret realitas pemirsa tv di 10 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar) yang memiliki sebaran pemiliki televisi yang paling banyak. Mereka tidak pernah mengklaim bahwa penelitian mereka berskala nasional kq.
    Efendi Ghazali? itu bukan rahasia umum lagi bos, dia kan orang dibalik layar “Republik Mimpi” , Metro TV (dulunya). Rating acaranya tidak ada naik-naiknya. Secara kualitas memang bagus dan cerdas (bagi orang yang ngerti masalah politik kayak mahasiswa, politisi, dan profesional) tapi faktanya di lapangan lain, sebagian besar masyarakat kita cenderung memilih tayangan lain. Saat “Republik Mimpi” tayang, saat bersamaan acara itu diserbu aneka tayangan sinetron stripping Indosiar, RCTI, SCTV dan film holywood Trans Corp. Acara tersebut menjadi pilihan yang keberapa bagi sebagian besar masyarakat coba? lagi pula metro tv segmented banget.

  • nchal
    April 24, 2008 at 7:11 pm

    hmmm… memang saya pun bingung percaya yang mana mas…
    saya jarang nonton tv tapi kadang seneng juga nonton kalo lagi iseng.
    cuma untuk setiap stasiun tv sebaiknya program acaranya di tampilkan yang lebih mendidik. jangan kebanyakan cerita nya muterΒ² aja, udah mo abis ehhh ada aja di perpanjang lagi ceritanya, nanti pemirsa bisa bosen nontonnya.
    tapi klo gak gitu gak ada yang nonton trus gak ada rating trus gak ada uang masuk ya… πŸ™
    aduh pusiiiiingggg…

    Mari tingkatkan pendidikan di Negeri Kita ini….

  • de Morin
    November 10, 2008 at 10:17 pm

    kebanyakan acara TV saat ini bisa dikatakan tidak bermutu sama sekali.
    Tidak memberikan sumbangan yang positif bagi masyarakat, malah turut berperan aktif dalam penghancuran norma dan moral masyarakat. terutama TV swasta, mereka tidak lagi memperhatikan fungsinya. Ambil ocntoh, TPI. Katanya TV pendidikan, tapi malah menjadi TV dangdut indonesia, Indosiar: TV siluman, SCTV: TV cinta,dll.Salut untuk TVRI yang sampai saat tetap konsisten menyiarkan acara yang benar-benar mendidik,meskipun dia harus mengahadapi kenyataan “ditinggalkan” oleh para pemirsanya.

  • Marbawi A. Katon
    November 20, 2008 at 5:24 pm

    salam,

    masalah rating di Indonesia saat ini: tidak ada lembaga pesaing AC Nielsen, belum ada regulasi rating, sampling yang masih terbatas di kota-kota besar yang jumlahnya kurang dari 10 kota, dan tentu saja yang paling fatal: definisi populasi yang sangat tidak tepat.

    dengan massif nya tv hingga ke desa2 terpencil, maka rumusan populasi yang akan dijadikan unit survei adalah PENONTON TELEVISI INDONESIA. jadi, samplingnya harus sampai ke desa-desa yang punya tv dan penonton disana. jika ini dilakukan baru valid dan reliabel. seperti survei politik nasional seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang bertanya pada PEMILIH INDONESIA, televisi apa atau program apa yang akan sukai dan paling banyak ditonton tentu lebih bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis ketimbang sampling segelintir kota tersebut !!!!

    mudah2an ke depan, ada lembaga rating tandingan, dan juga terpenting sampling desa-kota secara proporsional.

    salam hangat,
    Marbawi A. Katon

  • fadhli
    December 2, 2012 at 11:49 pm

    menurutku, penting ato tidaknya konten di tv pada audiensnya tergantung dari gaya hidup audiensnya itu. seperti kata Mas Iman, penduduk di daerah pelosok gak peduli dengan gaya hidup dan kabar selebriti, sedangkan di kota besar, penduduknya care keliatannya pada apa yg terjadi pada kehidupan selebritis. gaya hidup penduduk kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya yang deket dengan kemewahan yang dari gaya hidup metropolitan memungkinkan selebriti bener2 jadi panutan buat gaya hidup mereka, itu sih asumsi saya

Leave a Reply

*