Balibo

Kita dari kecil terbiasa menonton film film Hollywood tentang perang Vietnam. Apa yang dilihat selain gerilyawan bertopi caping komunis yang militan dan kejam, serta kolonel kolonel anak buah Paman Ho Chi Minh yang suka menyetrum Chuck Norris atau Silvester Stalone. Sebuah pencitraan tentang ancaman komunis dengan mudahnya dihidangkan melalui film film action perang.
Padahal bangsa Vietnam – seperti Indonesia – yang merebut kemerdekaannya dengan perjuangan senjata, sejak penjajahan Perancis sampai campur tangan Amerika. Komunisnya Vietnam sama dengan komunisnya Yugoslavia jaman Josep Broz Tito. Komunis yang nasionalistik dan tidak ekspansif.
Bagi mereka perang ini, tidak ada urusannya dengan komunisme. Ini adalah perjuangan mempersatukan negerinya, juga mempertahankan negerinya dari agresor barat.

Film Balibo 5, tiba tiba membuka kenangan lama tentang aneksasi Indonesia terhadap bekas koloni Portugis di Pulau Timor. Apakah sebegitu kejamnya Indonesia, khususnya militer yang dengan dinginnya membantai penduduk sipil. Mengeksekusi pria termasuk wanita dengan disaksikan anak anak yang menangis dari balik pagar kawat.
Dalam film selalu ada interpretasi dari sutradara, tentang penokohan dan dramatisasi . Apalagi jika bicara tentang film fiksi dan Balibo bukan film dokumenter walau mengambil setting sejarah.

Mungkin hanya Oliver Stone yang cukup detail dalam urusan data dan riset sebuah film sejarah. Seperti ‘ JFK ‘ dan lebih kebelakang lagi, dalam film ‘ Salvador ‘ ( 1986 ) yang menceritakan seorang jurnalis Amerika yang meliput perang di El Savador, dan ia terjebak dalam hubungan dengan gerilyawan sayap kiri dan penguasa militer. Stone, mencoba mengangkat pembunuhan terhadap Jean Donovan seorang pekerja sosial dan 3 orang biarawati asal Amerika yang dilakukan oleh death squad rezim militer.
Film ini terasa perih melihat betapa rapuhnya manusia dalam kesewenang wenangan. Puncaknya, ketika Uskup Agung Oscar Romero dibunuh. Sutradara tetap detail menggambarkannya, termasuk memasukan kata kata pidato terakhir uskup kepada rakyat sebelum ditembak oleh regu pembunuh rezim militer.

Dalam Balibo, tanpa harus memperbandingkan kualitas bobot sutradara Roger Connoly dengan Oliver Stone. Bagi saya keakuratan data riset masih banyak kelemahan disana sini. Agak, mengherankan ia hanya memakai jasa sejahrawan Australia, Dr. Clinton Fernandez dari University New South Wales yang mengambil sumber riset dari empat negara ( Ausralia, Timor Leste, Portugis dan Amerika ) dan tidak sama sekali mengambil data riset dari sumber Indonesia.
Walhasil film ini menjadi tendensius, dengan menyampingkan kekejaman fretelin sendiri. Padahal banyak pembunuhan juga yang dilakukan oleh fretelin terhadap lawan politiknya dari partai Apodeti, UDT dan Kota yang pro integrasi dengan Indonesia.

Dalam scene ketika ratusan tentara Indonesia diterjunkan dari udara – memasuki Dili tanggal 7 Desember 1975 – diperlihatkan sosok May.Jend Benny Moerdani yang memakai setelan safari, berjalan bersama pasukan yang membantai rakyat sipil di dermaga pinggir laut. Ia membawa sebuah pistol genggam.
Sedangkan menurut catatan resmi, Benny Moerdani baru memasuki Dili tanggal 8 Desember dengan mendarat dengan pesawat Twin Otter di lapangan terbang Dili. Ia langsung menuju ke Taibesse, tempat tahanan dimana pemimpin Apodeti Arnaldo Dos Reis Araujo disekap. Dengan tubuh yang kurus akibat siksaan, tampak rapuh bersandar di dinding penjara menyambut Benny Moerdani.
Selama kedatangannya, Benny membawa senapan MI Carbine yang dikenal dengan Jungle Riffle.
Lalu ia ke Maubisse, salah satu markas fretilin untuk mengambil dokumen dokumen penting sebelum bertolak kembali ke Kupang sore harinya dengan pesawat yang sama. Selama kedatangannya, ia selalu di didampingi oleh Kolonel Dading Kalbuadi. Tokoh yang digambarkan memakai top koboi dan menembak salah satu jurnalis Australia di Balibo.

Film ini tidak melulu salah, banyak hal yang terkuak seperti jenasah para jurnalis Australia yang dibakar. Kelak pengakuan Kolonel ( purn ) Gatot Poerwanto yang ikut dalam pertempuran di Balibo membenarkan , bahwa pembakaran itu dilakukan untuk menghilangkan jejak. Besar kemungkinan bahwa benar jurnalis itu memang dibunuh dalam situasi chaos saat itu.
Pembunuhan warga sipil, termasuk wartawan tak pernah ditolerir. Namun dalam berbagai pergolakan konflik di belahan dunia manapun, kebrutalan senjata akhirnya membutakan mata pemegang bedil.

Kembali ke film, tanpa keseimbangan cerita yang obyektif, hanya akan melahirkan film film propaganda, seperti Rambo atau film Pengkhianatan G 30 S PKI. ‘ Salvador ‘ jelas menunjukan simpati sang sutradara terhadap gerilyawan kiri dan mengkritik keberpihakan Amerika terhadap rezim militer yang berkuasa di El Salvador. Disini Stone secara jujur bisa menunjukan kekejaman gerilyawan sendiri yang membunuh tawanan perangnya.

Perang saudara di Timor Timur bukan masalah siapa benar atau salah. Itu adalah masalah keputusan politik dalam era perang dingin. Negara negara barat ( Australia dan Amerika ) yang sekarang mempermasalahkan HAM, dulu adalah negara negara yang merestui serbuan Indonesia. Presiden Amerika Gerald Ford masih berada di Indonesia sehari sebelum penyerbuan. Ia hanya minta pernyerbuan dilakukan begitu pesawat Airforce One keluar dari teritori wilayah Indonesia. Kelak Amerika, Australia juga memasok info intelejen, dan amunisi sampai pesawat counter insurgency OV 10 Bronco.

Kekejaman tidak hanya dari sisi militer Indonesia – walau saya sangsi mereka membantai wanita wanita sebagaimana digambarkan di film – , tapi juga dari pihak Fretilin.
Dalam minggu pertama bulan Januari 1976, Fretilin telah membunuh 70 orang tawanan dari empat partai pro Integrasi di Same. Tawanan yang dikurung di ruang sekolah di tembak dari jendela oleh aktivis Fretilin Lito Gusmao. Wartawan TVRI Hendro Soebroto yang melihat ruang sekolah itu dua minggu kemudian, masih menemui darah darah yang mengering di dinding dan percikan otak menempel di langit langit.
Menurut Arsenio Ramos Horta ( bukan Ramos Horta Presiden Timor Leste ) yang pernah ditawan Fretilin. Pembunuhan massal di Same dan Aileu sampai mencapai 700 orang. Sebagian besar dibunuh hanya karena mereka tidak memiliki anggota yang cukup untuk menjaga tawanan.

Terlepas itu film propaganda atau bukan. Memang sepatutnya kita tak boleh melarang pemutaran film itu. Namun kita juga harus melihat memahami perspektif yang terjadi. Walau ini mimpi buruk dan tidak menelannya mentah mentah. Tak ada yang bisa membenarkan kekerasan dan penindasan terhadap rakyat.
Tentara Amerika yang mati, pulang dengan peti jenasah berbungkus bendera nasional. Walau ia pernah melepas bom napalm yang membunuh rakyat tak berdosa. Bagi sebagian rakyat Timor Timur, Perdana Menteri Fretilin, Nicolau Lobato adalah pahlawan, walau pihak Indonesia mengganggapnya sebagai ekstrimis pengacau.

Ini sebuah rekonsiliasi sejarah untuk masa depan, agar tak terulang lagi. Mungkin kita tidak bisa bulat bulat menyalahkan militer Indonesia, karena mereka menjalankan keputusan politik negerinya. Apapun resikonya. Sebagaimana mereka harus menerima dengan penuh sesal ketika Presiden Habibie memutuskan melepas provinsi itu.
Mereka yang gugur dalam pertempuran ini, dimakamkan secara layak sebagai pahlawan.
Menjelang kematiannya karena sakit keras pada tahun 1999. Letjend ( pur ) Dading Kalbuadi masih sempat berbisik kepada yang menengok di rumahnya. “ Tolong sampaikan terima kasih saya yang mendalam kepada seluruh prajurit yang ikut serta dalam perjuangan integrasi Timor Timur “.
Mungkin sampai meninggal ia tak pernah menyesali apa yang telah dilakukannya di Timor Timur.

You Might Also Like

32 Comments

  • dita.gigi
    December 16, 2009 at 1:02 am

    yang namanya perang pasti ada korban… ntah rakyat sipil, tetangga sebelah, orang yang sok-sok mau liat perang, atau militer itu sendiri… 🙂

    dalam perang, mana yang bener sama mana yang salah aja udah rancu, apalagi sekedar menghilangkan nyawa orang lain… *meracau*

  • meong
    December 16, 2009 at 1:17 am

    seharusnya amerika dan australia, terutama australia, malu dengan apa yg dilakukan sekarang. bagaimana bisa, dulu ‘merestui’ (seperti disebutkan di sini) sekarang berbalik jd menyalahkan? ada apa ini?

    hmmm…btw jd ngerti dari mana mas iman demen nyetrum biji *eh*

  • gunawanrudy
    December 16, 2009 at 7:59 am

    two wrongs don’t make a right. 😀

  • zam
    December 16, 2009 at 11:25 am

    Amerika dan Australia itu maling yang teriak maling.

    maka marilah kita mulai mengapresiasi film negeri sendiri. ndak perlu nonton fiilm Hollywood.. penuh propaganda..

    bukan begitu, bukan?

    hehehehe…

    *cek 21 cineplex*

  • hedi
    December 16, 2009 at 11:43 am

    dari awal, aku memang tak terlalu antusias buat nonton Balibo…aku sudah duga bahwa film ini mungkin akan bias ke Australia, tapi aku sepakat seharusnya tak ada larangan pemutaran (dalam era yg katanya terbuka).

  • adipati kademangan
    December 16, 2009 at 12:54 pm

    Film perang bisa berubah ceritanya tergantung dari mana melihatnya. Siapa yag benar siapa yang salah dilihat dari sudut sendiri-sendiri

  • arya
    December 16, 2009 at 1:07 pm

    yups, film ini cuma sebuah perspektif dari sebagian pihak saja. indonesia sebaiknya bikin film ttg pahlawan seroja sbg pembanding.

  • adi fatra
    December 16, 2009 at 3:05 pm

    Salut buat mas iman brotoseno, selalu berusaha berada di posisi netral untuk semua isu yang ada dan tidak meninggalkan kesan keberpihakan terhadap sesuatu yang dibahas dalam blog ini.

  • adi
    December 16, 2009 at 8:29 pm

    seorang satria kadang harus mengalami perang batin antara cinta tanah air dan nuraninya, ketika seorang satria sudah mengambil keputusan untuk memilih cinta tanah air maka dia berperang bukan demi presidennya, bukan demi soeharto tapi dia berperang demi negaranya.

    tapi yang saya sesalkan adalah ketika terjadi perubahan dari operasi intelijen terus dirubah menjadi infiltrasi bersenjata, seharusnya tetap saja operasi intelijen seperti juga yang terjadi di irian menjelang pepera 1969. kemudian terbukti ternyata ada kesalahan fatal dalam melakukan prediksi kekuatan Indonesia dan lawan akibatnya prajurit jadi korban.

  • Kombor
    December 16, 2009 at 10:15 pm

    @arya: Ada loh yang sudah membuat skenario tentang Operasi Seroja. Sayang belum dapat produser.

  • DV
    December 17, 2009 at 5:31 am

    Barangkali apa yang diungkapkan mas Iman benar, namun film Balibo justru semakin ‘dicari’ dan dianggap sebagai sesuatu yang ‘benar’ karena pelarangan pemutarannya…

    Sayang sebenarnya… Pemerintah harusnya menyadari bahwa kita bisa menilai salah dan tidaknya bukan dari indoktrinasi film-film seperti ini….

  • haris
    December 19, 2009 at 10:48 am

    saya baru membaca buku “zaman edan”-nya richard lloyd parry. buku itu malah jelas2 lebih memburuk2an indonesia dalam soal timor2. tapi kenapa buku itu bs lolos dan kenapa balibo tidak?

  • Iman
    December 19, 2009 at 3:28 pm

    Adi,
    Kumbakarna ?
    Harris,
    kalau soal buku sih lebih mudah untuk beredarnya..seperti Timor man itu , malah jadi best seller

  • Restu
    December 19, 2009 at 3:29 pm

    Hidup TNI,..jangan percaya dengan politisi sipil busuk

  • elly.s
    December 19, 2009 at 10:03 pm

    bagi aq timtim tetap kenangan pahit yang harus dilupakan oleh Indonesia..
    bagai anak angkat yang tidak tahu berterimakasih..

    n film ini nggak akan ngaruh…

  • edratna
    December 21, 2009 at 10:28 am

    Dalam setiap perang, masing-masing akan menilai dari sisi mana dia berada.
    Ada beberapa teman saya menjadi korban saat perang di Timtim….dan mereka adalah teman baik saya, yang hanya menjalankan kebijakan pemerintah saat itu.
    Dan bila kemudian rakyat Timtim lebih memilih lepas dari Indonesia, kita juga harus menghargainya…betapapun perihnya hati keluarga yang telah kehilangan sanak saudara dan putra2nya dalam perang tsb.

  • adi
    December 21, 2009 at 4:33 pm

    yup pak Dading, pak Gatot, sama seperti Usman dan Harun prajurit KKO yang melakukan sabotase di Sg yang akhirnya digantung karena dianggap non kombatan, mereka tetap pahlawan.

  • racheedus
    December 25, 2009 at 1:43 pm

    Saya kira, Mas Iman akan membela mati-matian film Balibo 5 atas nama kebebasan ekspresi. Salut atas sikapnya yang berimbang.

  • Agus
    December 25, 2009 at 2:28 pm

    Belum nonton, tapi tidak setuju kalau film ini dilarang

  • Mansyur
    December 25, 2009 at 2:31 pm

    Kita tunggu Timor Timur ambruk lagi karena perang saudara dan salah urus negeri

  • adi
    December 28, 2009 at 8:03 am

    lucunya meski dilarang diputar di jiffest film ini dapat dgn mudah ditemukan di lapak-lapak bajakan terdekat. saya sendiri dpt di lapak stasiun cawang 😀

  • Boss Eddie
    December 28, 2009 at 9:34 pm

    Sosok Pak LB Moerdani yang digambarkan dalam film Balibo itu barangkali ada benarnya. Tengok saja peristiwa penumpasan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) Warsidi di Lampung, atau kasus Woyla. Yang semua operasionalnya dipimpin oleh Pak Beny. Hitung…berapa korban sipilnya!

  • Mitra w
    December 30, 2009 at 4:37 pm

    Saya barusan juga nonton film ini, sempat rada ngenes, tega juga tentara kita ya.. Tp, ia juga sih, namanya juga propaganda, pasti ada lebay2nya

  • Kezong News
    December 30, 2009 at 10:01 pm

    Entah benar tidaknya fakta ini tapi di wikipedia disebutkan sebuah kutipan “In 2007, an Australian coroner ruled that they had been deliberately killed by Indonesian special force soldiers. The official Indonesian version is that the men were killed by cross-fire during the battle for the town.” 🙂

  • Dewi Keadilan
    January 28, 2010 at 3:18 pm

    ini kan propaganda nya assuie tiap tahun selalu di bahas kesalahan TNI, tapi assuie ga mau disalahin kita ambil contoh kejadian dimotoain seorang anggota Brimod ditembak, Tapi assuie
    masa bodo, klo memang kejadian itu benar jgn hanya TNI ( ABRI waktu itu) Fretilin juga dong Seperti kejadian Didesa Claris ( klo ga salah) Tim -tim. satu regu satgas kesehatan Tni yang (tdk bersenjata) waktu itu melakukan Bakti, sama Fretilin disergap lalu dikuliti Hidup2 sampai mati peristiwa ini disaksikan oleh salah satu korban yg selamat karena sembunyi diatas Pohon ,dulu waktu zaman nya John howard BALIBO SELALU dibahas Untuk kampanye

  • Prama AS
    February 11, 2010 at 8:39 am

    numpang komentar Mas Iman,
    saya sendiri adalah orang yang setuju Timtim lepas dari Indonesia, karena Timtim lebih banyak masalahnya daripada untungnya, lebih banyak menghabiskan dana daripada mendapatkan dana.
    tapi disuatu hari, saya dapet kiriman photo dari seorang teman lewat FB, photo itu menggambarkan Bapak sang teman yang kopassus dan bersenjata lengkap sedang duduk termangu melihat kawannya yang gugur di pantai.
    Hati saya trenyuh. Sedih. begitu banyak nyawa prajurit kita hilang sia sia untuk sebuah daerah yang menolak untuk dijadikan saudara sebangsa dan setanah air.
    semoga Timtim menjadi pelajaran bagi semua politisi yang hendak mengambil keputusan penting dengan menggunakan kekuatan militer,

  • Ramelau
    August 16, 2010 at 10:48 am

    Film BALIBO hanya mengambarkan bagian yang sangat kecil dari kekejaman militer Indonesia (Pasukan Blue Jeans) di daerah Balibo saat2 sebelum invasi militer Indonesia ke Timor-Portuguese. Kejadian2 yang paling parah dan sengat memalukan pemerintah indonesia karena mendapat kecaman dari komunitas internasional adalah Santa Crus Massacre 12 November 1991 di Dili, Timor-Timur. Sebelumnya telah banyak pembantain yang dilikakun oleh ABRI terhadap masayarakat sipil misalnya di Cararas – Viqueque, Muapitine Lospalos, serta penyiksaan, pemerkosaan dan penghilangan yang dilakukan oleh SGI terhadap tahananan politik dan lain sebagainya.

  • smart fixx super mini electronic cigarette
    September 3, 2010 at 5:29 pm

    Asia Electronic Cigarettes

  • andika
    July 24, 2011 at 9:44 am

    kini saatnya orang2 timor leste yang masih ada di Indonesia di deportasi ke negaranya timor leste agar arwah para pahlawan seroja yang gugur di pertempuran timor timur tidak penasaran karena musuh Indonesia (orang timor leste) masih berada di Indonesia numpang makan karena negaranya yang miskin & otak2 mereka yang sangat bodoh hanya membuat Indonesia terkotori atas keberadaan orang timor leste di Indonesia,seharunya mereke merasa malu berada di Indonesia karena mereka tidak ada kontribusinya sedikit pun untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia bahkan mereka adalah orang2 komunis yang membahayakan dasar negara Pancasila.

  • antonius jaya
    December 22, 2011 at 3:41 pm

    HIdup TNI…………jasamu dalam perjuangan merebut Timor Timur akan selalu kukenang
    Hidup para Guru………….atas jasa mu mendidik orang2 yang gak tidak tahu terima kasih di Timtim
    Hidup para dokter………atas jasa mu mengobati di desa2 terpencil di Timor Timur walaupun sampai ada yang di siksa dimutilasi karena biadabnya orang2 Timor Timur ( peristiwa klaras 1983 )
    Hidup Pak Harto………semoga Bapak hidup tenang di alam sana

  • orbaSHIT
    December 24, 2011 at 8:19 pm

    ^
    ^
    2 orang di atas gw TERGUNCYAANG HEBATTT 🙂 suharto gambling dan akhirnya menghasilkan blunder parah,maksud hati menjilat pantat amerika dengan dalih mencontain pengaruh”komunisme” fretilin apa daya justru akhirnya “dikentutin” amerika juga mei 1998….. so please deal with it will ya

  • Muhammad Rusni
    October 14, 2012 at 7:07 pm

    Fuck TNI.

Leave a Reply

*