Lelaki itu memakai kopiah itu berdesak desakan di antrian bersama orang lain di sebuah rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Ia bernama Sidik, seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya. Tak ada yang mengira , bahwa lelaki lusuh itu akan membongkar – menyaksikan praktek pat gulipat – yang kerap terjadi di birokrasi pemerintahan. Lelaki itu sesungguhnya Yohanes Baptista Sumarlin. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara masa orde baru. Ia menyamar, turun lapangan langsung untuk mengumpulkan bukti dan menjebak sendiri. Sejak itu nama Sidik menghiasi media massa saat itu.
Ini adalah sebuah lakon yang tak selesai. Sidik tetap tak pernah menyelesaikan tugasnya. Jauh sebelumnya, bekas Wapres Mohammad Hatta sudah ditugasi menjadi dalam panitia khusus pemberantasan korupsi pada awal Orde baru.
Ia frustasi , karena rezim penguasa tak sungguh sungguh menjalani penegakan hukum ini. Selalu ada intervensi. Apalagi saat itu sangat kental kronisme para Jenderal, pengusaha serta boom minyak yang membuat Komisi Korupsi hanya menukangi kasus ecek ecek.
Ia sadar bahwa kedudukan in tidak bergigi dan ia tak bisa berbuat apa apa.
Tak ada yang tak mungkin dinegeri ini. Sebuah nama Indonesia yang sejak Sumpah Pemuda sudah dikumandangkan menjadi sebuah entitas bangsa yang berharap memiliki kerinduan sama tentang keadilan sebuah negeri jajahan yang lambat laun menjadi kerinduan tentang persatuan dan kemerdekaan.
Kerinduan ini sudah tergambar dari petikan puisi Sanusi Pane
“ O balam tawanan, lihat burung di puncak kayu.
Bunyinya riang, berlompat lompat, bersuka diri.
Kebebasan jiwa, kelepasan badan,itulah cita cita “
Kini kerinduan itu berganti dalam sebuah mimpi tentang penegakan hukum dan negeri yang bebas dari korupsi. Ini masih menjadi pertanyaan, tentang kesungguhan menegakan prinsipi prinsip kebenaran, ketika intervensi terhadap lembaga resmi penegakan korupsi masih saja terjadi.
Kita tak pernah bisa mandiri di tanah sendiri. Intervensi pengembosan KPK menjadi jejak buruk ketidakpedulian negara – baca : pemimpin negeri – terhadap reformasi keadilan dan penegaka hukum.
Ketidakpercayaan publik yang sedemikian besar terhadap aparat penyidik tradisional seperti kejaksaan dan polisi, bisa membuat bumerang terhadap penguasa, ketika rakyat menyaksikan kesewenang wenangan polisi menangkap pimpinan KPK.
Bukan melulu personal. Hari ini saya mendapat pesan Ikatan Alumni UI tentang dukungan terhadap Chandra Hamzah – pimpinan KPK yang ditahan bersama Bibit S Riant – sebagai simbol martir. Saya selalu teringat Candra sewaktu sama sama kuliah di Fakultas Hukum Univ Indonesia, yang pendiam dan kutu buku. Bedanya, setelah lulus ia meneruskan praktisi hukumnya dan saya nyeleneh masuk menceburkan di jurusan seniman.
Kini teman itu hanya berharap bahwa penahanannya tidak membuat takut mereka yang menyuarakan keadilan. Dukungan yang luar biasa ini mestinya membuat malu kepolisian yang entah kenapa begitu bernafsu memberangus KPK.
Penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK menjadi dakwaan yang sumir. Bagaimana mungkin sebuah metode penyelidikan yang dilakukan KPK justru bisa dikriminalisasi . Hanya bisa terjadi di Indonesia.
SBY mestinya tidak juga berpura pura mendukung kemandirian KPK tapi secara diam diam membiarkan pengeroyokan KPK oleh Kejaksaan dan Polisi. Ia lupa bahwa kredit yang diperoleh dalam suara pemilu kemarin, salah satunya berasal dari keberpihakannya untuk tidak melakukan intervensi ketika besannya di jebloskan penjara oleh KPK.
Apakah sekarang waktunya balas dendam ? sekali lagi kita menyaksikan sandiwara tonil dari Presiden. Ketika ia mengatakan ia akan berdiri didepan jika ada yang ingin membubarkan KPK.
Harapan itu bukannya tak ada. Mahkamah Konsitusi menjadi pilar keadilan terakhir dari masyarakat. Tiba tiba saya menjadi apatis. Juga dengan semuanya.
Selalu ada tangan tangan yang melakukan intervensi untuk mencegah harapan ini. Sebuah kebenaran memang pahit. Apapun konsekuensinya. Namun saya percaya tak ada yang bisa membungkamnya kelak.
Maju terus KPK. Itulah Cita Cita. Sebagaimana Bung Hatta sering bersenandung mengulangi Schiller, ketika ia tak berdaya dalam keputusasaan tentang perubahan di negeri ini .
“ Satu abad besar telah lahir
namun ia menemukan generasi kerdil “
Semoga Chandra akan menemukan generasi besar kelak. Hanya menunggu waktu.
49 Comments
didut
October 30, 2009 at 11:07 pmsemoga keadilan dapat menemukan jalannya di negri ini
zam
October 31, 2009 at 12:25 ambaca plurk (punya siapa, lupa): buaya menangkap cicak, tokek bertepuk tangan di negeri singa..
geblek
October 31, 2009 at 12:57 amkita lihat saja nanti apa yang terjadi dengan negeri ini
cicak atau buaya, atau malah singa ?
jarwadi
October 31, 2009 at 8:45 amlah siapa benar siapa tidak bayar; sebaiknya kita mendukung siapa?
Sarah
October 31, 2009 at 6:51 pmsemoga keadilan akan menemukan jalan. Nggak percaya KPK segitu bodoh untuk terima
Lance
October 31, 2009 at 6:51 pmDukung KPK tanpa reserve
Buaya Darat
October 31, 2009 at 6:53 pmSBY jangan diam saja. buktikan kalau anda berkepentingan dengan keadilan di negeri ini. Jangan berkesan balam dendam,karena besan anda di jebloskan ke penjara oleh KPK
Ray
October 31, 2009 at 8:54 pmdan sekarang saatnya para koruptor tertawa ngakak sambil tepuk tangan kuat kuat menyaksikan dagelan politik Polri vs KPK vs Hukum
pensiun kaya
October 31, 2009 at 9:00 pmjangan-jangan KPK malah jadi Kado Presiden buat Kepolisian 🙂
yati
October 31, 2009 at 11:55 pmZaaam, itu plurk-ku! *ga penting banget sih!*
Saya cuma bisa geram. Hhhhh….
afwan auliyar
November 1, 2009 at 4:57 amtidak bisa di pungkiri bahwa negeri ini telah bener2 berlaku sedemikan rupa supaya keadilan itu hilang ….
manusianya yg membuat suatu negeri maju ataupun tdak ….
apakah budaya pemecah belah belanda masih terus melekat di diri bangsa ini ?!?
tampaknya 350 th belanda menguasai negeri ini bener2 membuat rakyat dan masyarakt bangsa ini selalu mudah untuk dipecah belah ….. produk hukum yang lahir selalu menguntungkan orang-orang pemerintahan, itulah hukum penjajah sebenarnya sekarang
Bhisma
November 1, 2009 at 7:57 amCicak VS Buaya mang kaya judul film. Kejarlah daku kau kutangkap, kutahan, kupenjara…….Salam kenal mas imam.
Agus
November 1, 2009 at 9:00 amSejak awal memang pesimistis tentang masa depan KPK…masih banyak tangan yg tak rela melihat perubahan yang baik di negeri ini.
Dibanding Polisi dan Jaksa yg – kesannya korup – memang KPK masih yang terbaik
Donny
November 1, 2009 at 9:01 amTuduhan polisi sumir dan tidak jelas, Pertama sogokan lalu ganti menyalahgunakan wewenang.
Aneh polisi ini. Gayanya seperti tentara orde baru
morishige
November 1, 2009 at 12:13 pmsaya yang masih heran itu sama kasusnya Antasari Azhar. beberapa waktu lalu karir beliau begitu melejit. puncaknya adalah waktu Antasari membongkar kasus korupsi berjamaah di Padang.
karena prestasinya itu, beliau diangkat jadi pimpinan KPK. lalu beberapa waktu kemudian karirnya hancur. Byar!!! cuma karena skandal perebutan wanita…
manusiasuper
November 1, 2009 at 12:14 pmsaya… lelah dengan negeri ini…
kanglurik
November 1, 2009 at 2:33 pmemang susah bangsa kita ini… apa-apa bisa dilakukan dengan uang. Salah satunya dengan membeli hukum…
oCHa
November 2, 2009 at 12:14 amketika cicak dan buaya berkelahi dan saling berebut, tikus mengendap-endap sambil menyaksikan serta memanfaatkan
edo
November 2, 2009 at 12:45 amheh? mas iman itu lulusan hukum UI to? ckckckkckc
*ngga nyambung set mode on
mari kita ikuti terus sandiwara besar ini.
mari kita lihat apakah masyarakat indonesia bisa dibodohi sedemikian rupa
masi kita lihat, apakah gerakan sosial masih punya kekuatan
semoga tidak ada peristiwa 1997 lagi yang akan menggulingkan pemerintah
tapi jika harus terjadi… apa boleh buat…
edo
November 2, 2009 at 12:46 amheh? mas iman itu lulusan hukum UI to? ckckckkckc
*ngga nyambung set mode on
mari kita ikuti terus sandiwara besar ini.
mari kita lihat apakah masyarakat indonesia bisa dibodohi sedemikian rupa
masi kita lihat, apakah gerakan sosial masih punya kekuatan
semoga tidak ada peristiwa 1997 lagi yang akan menggulingkan pemerintah
tapi jika harus terjadi… apa boleh buat…
semoga presiden kali ni cukup cerdas membaca situasi yang ada
DV
November 2, 2009 at 5:24 amWah nggak nyangka ternyata Mas Iman kawan kuliahnya Chandra KPK.
Sepakat bulat, harusnya SBY bertindak, tak membiarkan pengeroyokan KPK oleh Kejaksaan dan kepolisian.
Satukan barisan, suarakan keadilan!
hedi
November 2, 2009 at 9:12 amjangan coba-coba berantas korupsi di Indonesia, bisa mati konyol. Gus Dur ditodongin meriam, kwik kian gie dilengserkan, Soemarlin ya cuma segitu itu, 🙁
nika
November 2, 2009 at 11:00 amsumpah, melihat SBY saya jadi sangat amat menyesal telah memilihnya. JK bisa lebih tegas dalam hal seperti ini. harusnya saya pilih dia..
bangsari
November 2, 2009 at 12:47 pmnegeri ini sudah kehilangan harapan. tamat!
titin
November 2, 2009 at 12:54 pm@Nika .. sama … hanya dalam hitungan bulan .. saya sudah nyesel milih SBY .. seseorang yang visioner bilang bahwa SBY tidak akan sampe akhir jabatan .. karena baru juga hitungan hari udah salah langkah .. rasanya mustahil ngabisin 5 tahun .
Mazista
November 2, 2009 at 4:25 pmMengapa semua yang terlibat terlihat kotor…….?
lilliperry
November 2, 2009 at 8:53 pm‘Tiba tiba saya menjadi apatis. Juga dengan semuanya.’
Saya juga mas… terlalu banyak spekulasi dan keadilan yang dikebiri
sendaljepit
November 3, 2009 at 5:51 amini nih kayaknya “budaya” Indonesia yang nggak akan dicolong negeri tetangga: korupsi!
wahyu hidayat
November 3, 2009 at 9:18 amsekali lagi mas iman..closing statement yang memukau..hiks !!!
(Saya CICAK..berani lawan buaya !!!)
anderson
November 3, 2009 at 12:26 pmSaat kebenaran terus diberangus, jangan salahkan rakyat menjadi apatis terhadap pemerintah…
Hidup cicak..eh…KPK..!!!
Triunt
November 3, 2009 at 12:42 pmAndai saya negara tetangga kita mengklaim budaya kita yang satu ini *korupsi*
pasti negara kita kagak bakal ribut…
clingakclinguk
November 3, 2009 at 2:25 pmMengikuti kasus ini, bukannya makin lama makin clear, saya malah makin puyeng, otak saya ndak nyampe, capek dengan berita-berita di media yang seakan-akan berlomba-lomba memasuki kepala.
semoga semua ini segera cepat berakhir, tapi kok saya ragu, duh…
arham blogpreneur
November 3, 2009 at 6:52 pmdah banyak buang buang status dukungan di FBnya. jadi hanya mua bilang.. “Bung iman angkatan brp? senior saya nih :-)”
Areef
November 3, 2009 at 7:11 pmyeahhh…ntah kpk,polisi,aparat hukum dan pemerintah kita..semuanya cuma sandiwara besar!!!begitu besar energi yg dibuang2 oleh kita semua..cuma utk sebuah sandiwara KONYOL,TOLOL ini..sementara banyak hal yg lebih penting drpd sandiwara ini..kemiskinan,pengangguran..mgkn lbh baik klo energi itu kita gunakan utk hal2 itu…
biar saja mrka bergulat,beradu,bertikai disana..toh mereka mati pun rakyat ga mendptkan keuntungan dari situ..cuma MEDIA kita aja yg rugi,ga ada lg brta yg sensasional yg bikin rating naik,iklan mengantri…
hff..negaraku kubanggakan…negaraku memalukan…
chacha
November 4, 2009 at 5:11 pmKeadilan dan kebenaran pasti menang!! tinggal tunggu waktu aja…
racheedus
November 4, 2009 at 9:37 pmSeperti kata Kennedy, “Seorang pemimpin bisa membohongi sebagian rakyatnya selamanya atau membohongi semua rakyatnya pada suatu waktu. Tapi pemimpin tak kan bisa membohongi semua rakyatnya selamanya.”
cakbud
November 5, 2009 at 10:53 amkethoprak ini masih akan berlanjut ke espisode2 yang lain.. hanya menunggu waktu..
Salut tulisannya Mas Iman, kalo saja buku2 sejarah ditulis dengan gaya Mas Iman tentu bakal laris manis 🙂
Teroes Berdjoeang dan tetap semangat..
Jual Parfum
November 5, 2009 at 12:18 pmyah ketoprak on the move…seru nih…hehehe….
hanny
November 6, 2009 at 5:14 pmngeliat komen2 dan pandangan teman2 di twitter, gerakan di facebook, dan tulisan blog seperti ini, nggak mungkinlah saya putus harapan 🙂 I believe in us 🙂
elia bintang.
November 6, 2009 at 8:22 pmsebenernya menurut saya sih udah ada skenario dibalik semua ini. tapi kita ga akan pernah tau. sama aja kyk secret societies kan yg konon emang ada. dan mereka itu rumornya ada beberapa yg anggota freemason kan. walaupun data2nya ga valid.. jadi masih konon. konon (jangan dibalik). halah akhirannya kok jayus
lady
November 8, 2009 at 3:50 pmkemaren tidak memilih sby, jadi tidak ada penyesalan 🙂
soulharmony
November 9, 2009 at 12:17 pmTerlalu berat bagi saya memikirkan hal ini.
Terlalu bingung bagi saya harus membela dan menganggap siapa yang benar
Akhhhhhhhhhhh mendingan jadi blogger aja
aimuz
November 9, 2009 at 4:25 pmya inilah mas, cerminan yg trjdi di ngri kt
gmn yg dbwah mau beres klo yg diatas aj trs ngasi contoh buruk
smoga cpt brkhir
Ndoro Seten
November 11, 2009 at 2:12 pmini memang episode Baratayuda beneran to mas?
haris
November 11, 2009 at 9:31 pmsampai kehabisan kata2 utk ngomentarin masalah ini. sudah banyak sekali kata2, tapi keadilan tak pernah dibangun dari omongan ternyata.
wieda
November 11, 2009 at 10:12 pmketika saya baca ttg KPK ini, termasuk kasus Pak Antasari, rasanya miris…segitukah Indonesia tercinta???? sampai segitunya??? saya ngga pernah habis pikir, dimana kebenaran dan kedurjanaan hanya terpisah satu garis tipis kabur…yg ngga bisa diurai
seorang teman pernah menulis : ada sebuah negri, dimana tikus tak lagi bisa mencuri, kalah oleh orang berdasi……
Dilla
November 11, 2009 at 11:34 pmYang bener bisa dijadiin salah, yang salah pun bisa dijadiin bener.. 🙁
Kesian masyarakat yg ndak ngerti, ndak paham, jadi bisa digiring kesana sini..
Big
November 18, 2009 at 3:11 pmMas iman ikutan kemeruh soal KPK, ya gini kalau banyak org pinter, jadi semua keminter
indrafathiana
November 19, 2009 at 11:07 amralat dikit : frustrasi, bukan frustasi. 🙂