Ditengah pidatonya yang heroik, tiba tiba Soekarno menyergah salah seorang anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosa Kai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan IndonesiaI, Lim Koen Hian.
“ Maaf, Tuan Lim Koen Hian , Tuan tidak mau akan kebangsaan ? “
Agak terkaget kaget karena ditanya begitu,Lim Koen Hian menyatakan tidak begitu maksudnya. Lalu Soekarno melanjutkan pidatonya tentang Weltanschauuung – sebuah dasar Negara – di tengah udara panas dan asap rokok yang menyesakan.
Soekarno memang harus menegaskan pentingnya arti kebangsaan sebagai landasan pertama dasar Negara yang akan dibentuk. Negara bukan untuk satu golongan. Sekaligus menepis keraguan raguan Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemuka pemuka Islam lainnya.
Kelima prinsip Kebangsaan, Internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan social dan Ketuhanan menurut Soekarno bisa diperas lagi menjadi tiga. Sosio-nasionalisme, sosio-democratie dan Ketuhanan.
Demikian pula dari tiga prinsip jika digabungkan menjadi satu prinsip, akan melahirkan, – demikian kata Soekarno – perkataan Indonesia tulen. Gotong Royong.
“ Alangkah hebatnya, Negara gotong royong !. Gotong royong adalah faham yang dinamis. Lebih dinamis dari ‘ kekeluargaan ‘ saudara saudara …”
Pidato yang heroik di depan BPUPKI tentang philospfische grondslag meredakan pendapat 67 anggota tentang dasar Negara yang akan dibentuk kelak. Pancasila adalah sebuah tatanan ideal, sebuah warisan yang pernah digali oleh Soekarno untuk bangsa yang dibegitu dicintai. Seperti apa yang diucapkan Multatuli dalam “ Max Havelaar “. Indonesia yang laksana ikat pinggang terbuat daripada zamrud berlilit lilit di sekeliling katulistiwa.
Pemerintah orde baru berusaha mengkerdilkan kaitan pidato bersejarah tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari kelahiran Pancasila. Justru menciptakan ikon baru. Kesaktian Pancasila yang dirayakan setiap tanggal 1 Oktober.
Sukmawati Soekarno tak pernah mau menghadiri undangan upacara tujuh belasan di Istana jaman dulu, sebelum tuntutannya dipenuhi agar Pemerintah mengakui peran Soekarno pada kelahiran Pancasila.
Justru Pancasila menjadi simbol represif selama kurun waktu itu. Sebagai mahasiswa jaman orde baru, saya wajib menjalani penataran P 4 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila, brainwashed tepatnya selama sebulan penuh.
Membosankankan setiap hari dari pagi sampai malam, kecuali akhirnya dapat pacar anak sastra. Pancasila lebih terlihat sebagai dogma yang dipaksakan. Kami berdiskusi, mendengarkan ceramah sampai terkantuk kantuk.
Lebih mirip kamp Revolusi Kebudayaan di Cina. Tak heran, jaman itu ada film horror dimana sang Kuntilanak berbicara tentang Pancasila terhadap sekelompok penduduk !
Pidato Soekarno tentang Pancasila yang terus mendapat tepukan tangan meriah dari anggota BPUPKI bisa jadi menjadi salah satu pidato atau konsep tulisan terpenting dalam sejarah Indonesia. Semangat Soekarno adalah refleksi jiwa seluruh bangsa, yang sudah ditanam selama ratusan tahun oleh orang orang jaman dulu.
Namun saya melihat bahwa ujung pidato, Soekarno menegaskan kata perjuangan. Tidak ada satu dasar Negara yang menjadi realiteit jika tidak dengan perjuangan. Setelah Indonesia merdeka, bukan berarti perjuangan selesai.
Dus, saya mengartikan bahwa Pancasila memang harus terus berjuang sesuai jamannya. Dia tidak bisa statis, kaku dan sakral. Pancasila harus terus bergerak dan dinamis.
Saya masih merasa Pancasila tetap relevan dengan jaman sekarang. Pancasila jauh lebih hebat daripada Declaration of Independencenya Thomas Jeferson atau George Washington. Lebih dasyat dari San Min Chu I nya dr. Sun Yat Sen. Tak bosan bosan Soekarno kelak menawarkan kepada dunia, bangsa bangsa luar untuk mengadopsi Pancasila sebagai paham universal.
Ditengah gerusan budaya hip hop, dan MTV, generasi sekarang mungkin tak peduli dengan Pancasila. Ia menjadi barang rongsokan di pojokan museum. Pancasila menjadi jargon yang kurang menarik untuk digadang gadangkan para capres.
Ekonomi kerakyatan yang terdengar lebih sexy sesungguhnya adalah prinsip social rechtvaardigheid – kesejahteraan – sudah diucapkan Soekarno 64 tahun lalu. Ia mengartikan dalam lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan. Kesejahteraan bersama yang sebaik baiknya.
Kita mesti bersyukur bahwa para founding fathers mendirikan Negara Indonesia tidak di bawah sinar bulan purnama. Tetapi dalam palu godam peperangan. Ini yang membuat Indonesia kuat dan tidak lemah.
Pancasila adalah jawaban atas simpul simpul kebangsaan yang longgar. Jika ini kelak terwujud, Tuan Liem Koen Hian di alam baka tentu akan menyesal telah melepaskan kewarganegaraan Indonesianya dulu.
30 Comments
edratna
June 1, 2009 at 8:08 amGenerasi sekarang tak terlalu memperhatikan Pancasila, kemungkinan karena udah bosen dicekoki P4…yang agar nilainya bagus, harus pandai menulis yang indah2 dan kalimatnya panjang2. Padahal yang penting adalah esensinya, landasan dasar negara saat Indonesia akan terbentuk.
Dan saat ini…nilai jualnya kalah dengan ekonomi kerakyatan….yang dulu (saya lupa siapa yang menulis di Kompas…asal usulnya ekonomi kerakyatan ini, adalah ekonomi Pancasila).
Wis embuh mas Iman…pusing….
Tapi tulisan mas Iman ini mengingatkan kembali pada sejarah lahirnya Pancasila, yang juga melalui perdebatan panjang.
kyra.curapix
June 1, 2009 at 8:13 amwaktu itu belum lahir aku,,hhehee
dilla
June 1, 2009 at 8:27 amlebih berkesan ngedapetin anak sastranya daripada ndengerin P4ya mas? 😛
pensiun kaya
June 1, 2009 at 8:47 amteringat masa-masa penerimaan siswa baru era 90an, kita diberi penataran hampir seminggu mengenai P4..
meski penataran nya sudah tidak dilakukan, kita berharap nilai-nilai Pancasila masih tertanam di sebagian besar masyarakat kita
salam
-bias-
June 1, 2009 at 9:07 ambahkan lima pasal pancasila pun saya tidak terlalu ingat, kecuali dituntun…
tapi memang pancasila hebat…
wahyu hidayat
June 1, 2009 at 9:21 am(hopes) bisa jadi manusia Indonesia yang nasionalis, pancasilais, dan religius
Chic
June 1, 2009 at 9:38 amah ya.. penataran P4 itu memang lebih berkesan surat-suratan di kelasnya… pelajarannya ntah-apa-saya-lupa-gitu-deh… 😛
eh jadi inget acara kapan tau di tipi, ada seorang menteri ditanya dadakn soal sila ke 5, malah ngeles trus ngeloyor pergi.. mwahahahahahaq… jadi pengen usul, gimana kalo ujian para caleg itu mestinya hapalan sila-sila Pancasila 😛
soesheila
June 1, 2009 at 11:10 amMet’ hari jadi untuk Pancasila dan saiyah…. 😉
Iman Brotoseno
June 1, 2009 at 11:53 amIbu Enny,
penulisnya Tony Prasetyanto,…Ekonomi Pancasila yang ditulis oleh Prof Mubyarto , guru besar UGM, kebetulan Budiono waktu itu tahun 1980 menjadi asistennya Prof Mubyarto..he he
Pensiun Kaya,
Masih lumayan cuma seminggu,.generasi 80an mengalami sebulan
Ndoro Seten
June 1, 2009 at 2:27 pmmas pernah mbayangke nggak kalo Indonesia merdeka tgl 1 januari njur lambang Garuda Pancasila kayak opo jal…….
dony
June 1, 2009 at 4:00 pmsaya P4 14 hari apa yah kalo gak salah ???
jadi itu mungkin yang buat kita eneg sama pancasila 🙁
DV
June 1, 2009 at 4:29 pmHehehe tulisan ini menarik. Sejak awal hingga akhir saya menanti penggathukan antara Pancasila dengan issue syariat Islam… tapi larinya ke arah universalisasi Pancasila (atau memancasilakan universal?)
Tapi sepenuhnya setuju bahwa Pancasila lebih hebat dari “senjatanya” US dan Taiwan.
Pancasila adalah sesuatu yang sangat Indonesia.
Demokrasi tapi ketuhanan, sosial tapi kemanusiaan… persatuan Indonesia? dan untunglah burung garuda menggenggam Bhinneka Tunggal Ika 🙂
Hidup Pancasila!
Kombor
June 1, 2009 at 5:34 pmSetelah merenung panjang beberapa tahun, saya pun menyadari bahwa para founding fathers kita memang anugrah Allah SWT yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya Pancasila. Bahkan UUD 1945 yang sebenarnya merupakan konstitusi darurat pun ternyata lebih bagus dari konstitusi hasil amandemen di era reformasi yang ternyata malah mengacak-acak sistem ketatanegaraan kita.
Mari kita sebarluaskan kepada Saudara-Saudara kita agar mereka dapat memahami, menghayati dan melembagakan Pancasila, bukan hanya menghafalkan sila-silanya.
adipati kademangan
June 1, 2009 at 6:13 pmSekarang saya Insya Allah masih hafal dengan Pancasila, namun butir-butir pancasila kayaknya sudah hilang dari kepala ini 😀
dee
June 1, 2009 at 8:13 pmpenasaran mas, apakah anak2 sekolah (terutama yang sekolah swasta plus plus/bilingual/internasional) masih diajarkan mengenai pancasila?
sebagai dasar negara, saya setuju banget pancasila = indonesia banget. Malaysia rasanya termasuk mengadaptasi paham pancasila ini ke dalam Rukun Negara (sama2 lima n mirip), belakangan di radio2 lokal, iklan layanan masyarakat untuk mengajak rakyat kembali berpegang kepada rukunnegara ini gencar dilaungkan.. *sigh, apakah di indonesia juga begitu?*
bang fiko
June 1, 2009 at 11:17 pmPancasila memang sudah sangat pas dengan karakter bangsa Indonesia. Tapi saya menyayangkan penggunaan kalimat ‘Bhineka Tunggal Ika’. Semakin kuat kita mengkumandangkan “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, isu etnosentris semakin kental terasa di negeri ini. Bagusnya dulu tidak ada istilah berbeda-beda tapi satu. Cukup aja “Indonesia Satu!” Karena penggunaan kata berbeda-beda itu ternyata membuat perbedaan itu semakin terasa. Kalaupun pada kenyataannya kita berbeda dari sisi adat dan kebudayaan, tapi dengan Indonesia Satu! Maka perbedaan itu akan terkikis dengan sendirinya.
meong
June 2, 2009 at 12:59 amwooghhhh kuntilanak yg berbicara ttg pancasila kpd sekelompok penduduk? (woot)
horror byangeeetttt!!! 😆
errr…jadi merasa agak bersalah. karena pas kelas 5 SD, hanya karena ga suka dg materi pelajaran PMP/PPKn, berkoar-koar bahwasanya saya bukan pancasilais 😛
tp setelah baca ini, hmmm oke deh, mencoba merenungkan dan mencari tahu ttg arti penting pancasila sbg dasar negara.
ahmad
June 2, 2009 at 7:58 pmpancasila sekarang cuman tinggal hapalan mas… itu juga masih untung ada yang hapal. tapi nilainya sudah hilang, tergerus budaya zaman yang makin asing bagi sebuah bangsa bernama Indonesia
Firad
June 3, 2009 at 8:48 amKembalikan kepada kita > masih butuhkah Pamcasila ?
Iman
June 3, 2009 at 6:07 pmmeong,
he he kok pakai hm oke deh,…cuma ini mungkin yang bisa melekatkan simpul kebangsaan, setelah terakhir akhir terus digerus sektarian, fundamentalis, golongan…
dita_disini
June 3, 2009 at 8:18 pmah P4 cuman jadi semacem keharusan dan kewajiban saja, tapi tanpa diterapkan nilai2nya dalam kehidupan sehari-hari,…
banyakkan percuma aja deh… 😀
kombor
June 5, 2009 at 1:23 amSaya sudah cek anak ssaya kelas satu SD. Ternyata dia belum hafal Pancasila.
BTW, mas. Saya sudah terima dari feed, tulisan baru berjudul solidarnosc. Tapi ketika saya buka di sini kok belum ada?
Silly
June 5, 2009 at 2:05 amAbout Pancasila, yang teringat mungkin sama kayak mas Iman… hanya MKDU yang ngebosenin dan pengen banget rasanya cepet2 selesai diabsen, supaya bisa cepat2 kabur ke kantin, nongkrong dan bercanda dengan anak dari fakultas sebelah (apalagi kalo bukan cari jodoh, hahaha) 😛
Soal Soekarno, mas Iman deh jagonya… saya lebih paham ini ketimbang dari guru sejarah saya.
Ada yang menggelitik mas, soal Dokuritu Zyunbi Tyoosa Kai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Apa benar berita yang mengatakan bahwa dulu kita BARU MERDEKA setelah menyetujui perjanjian SERAH TERIMA HUTANG NEGARA… dari pemerintah Hindia Belanda kepada Indonesia… Yang besarnya kalo gak salah (sumpah kayaknya salah deh jumlahnya, hehehe) 4 Milyar Dollar Amerika… ???
Kalo demikian adanya, pertanyaan saya… Kok Sekarno mau sih, ini khan “nyaris” sama aja dengan menjual negara kita?. Kira kira dulu tuh pertimbangannya apa sih, sampai akhirnya seluruh hutang Belanda di”waris”kan ke Indonesia… Khan ini yang sekarang ditanggung anak cucu negeri ini…
I mean, kenapa gak dinego aja, asset mereka yang sudah terlanjur dibangun di Indo (secara 350thn aja gitu), dituker ama kelapa atawa pisang atau pepaya misalnya, pokoknya hasil bumi kita… tapi diberi jangka waktu tertentu, supaya tidak merugikan bangsa ini… Ntar dianya keasyikan lagi, nggerogotin kelapa, pisang, ama pepaya kita ampe abis… anakcucu bangsa kita ntar nggerogotin apaan dong??? :”>
Just Curious 🙂
Silly
June 5, 2009 at 2:06 amemang kalo komen disini sekarang dimoderasi yah?… Apa hanya komen orang cakep dan imut2 yang di moderasi?… *diinjek-injek* 😛 ;))
Iman
June 5, 2009 at 12:42 pmSilly,
Kalau tidak salah itu hutang 4 milyar gulden,..dan Indonesia dalam posisi harus menerima daripada pengakuan kemerdekaan yang berlarut larut. Perlu diketahui KMB – Konperensi Meja Bundar – tidak dihadiri Soekarno, tetapi oleh Hatta dkk dengan kuasa republik untuk melakukan perundingan.
Kelak pada tahun akhir 50an dan awal 60an. Soekarno secara sepihak menolak membayar hutang yang masih tersisa sebesar 3,5 milyar gulden, karena kasus Irian Barat. Dan sampai sekarang ya sudah dianggap lunas saja. Dengan kata lain, Indonesia ngemplang…
dan tak ada pengaruhnya kok.
Silly
June 5, 2009 at 1:33 pmWahhh… wahhh… MENJURA DALAM DALAMMMMMM… (gile, sumpah baru tahu loh, kirain saya utang yang sekarang ini bejubel karena Hutang Warisan, dari jaman pemerintahannya Soekarno dulu… kalo gitu hutang yang sekarang warisan Soeharto dong, hehehe).
Thanks for the info ya mas 🙂
cc-line
June 10, 2009 at 10:50 amDalam pandangan Friedman, inilah era Globalisasi 3.0 dimana dunia sudah datar. Kita yang bukan apa2 dan bukan siapa2 tiba2 omongannya bisa didengar, tulisannya bisa dibaca oleh siapapun di seantero jagat, sama dg para pakar. Namun bagi Rhenald Kasali dunia tetp bulet, karena kalo di Amerika malam, maka di Indonesia tetp siang… Solidaritas bisa dilakukan kapanpun dan dari manapun.
djaka
June 18, 2009 at 4:15 pmMas Iman, punya naskah/notulen lengkap pidato Bung Karno tgl 1 Juni 1945 itu? Boleh dong saya diberitahu di mana bisa diperoleh.
Kem
July 4, 2009 at 12:34 pmbingung neh mau komen apa…hehe
sadarsyah
October 15, 2009 at 12:30 ammari ! Bangsaku dengan jiwa yang berseri-seri bangun kembali jangan berhenti