Ada sisi menarik dari hiruk pikuk Pesta Blogger 2008 kemarin. Tentang kompetisi dan penjurian tentunya. Ini bukan tentang klausul keputusan dewan juri tidak bisa diganggu gugat. Tapi tentang bagaimana keikhlasan menerima siapa pemenangnya dan juga bagaimana menghargai sistem yang dinamakan demokrasi.
Panggung Pesta Blogger itu telah kosong. Peserta yang tadinya riuh rendah seperti gemuruh hujan telah pulang. Namun disana sini masih terdengar suara suara percikan. Kompetisi tidak adil. Penjurian berat sebelah. Apa yang membuat mereka menang dan kami kalah.
Sejak beribu ribu tahun lalu, kejadian ini selalu berulang. Kemenangan adalah simbol kejayaan manusia dan itu terus diperjuangkan sampai penghabisan. Manusia akhirnya melihat sebuah kompetisi sebagai perkelahian berdarah.
“ Tak ada kejayaan yang lebih besar bagi seorang manusia ketimbang apa yang telah dimenangkan dengan kaki dan tangannya sendiri “. Begitulah tertulis dalam Odysey.
Jadilah Hercules merenggangkan ototnya menantang Mars, dewa perang, atau Bima berteriak ingin menghisap darah Kurawa di padang Kuruseta. Atau suporter bola yang menggebuki wasit karena merasa kesebelasannya dikadali.
Sewaktu penjurian kontes photo – karena saya melihat prosesnya – begitu banyak debat dan argumentasi dikeluarkan oleh juri juri yang sangat komprehensif di bidang Photography. Selama berhari hari belum juga ada kesepakatan. Photo yang tadinya mendapat nilai tertinggi , tiba tiba harus diturunkan karena argumentasi yang masuk akal dari seorang juri. Sistem musyawarah untuk mufakat membuat hal itu sah. Keputusan bulat telah diambil untuk memilih “ Ke Museum Wayang Yuk “ sebagai pemenang.
Sementara di luar, sebagian orang bertanya kenapa photo itu yang menang ? apa istimewanya, bukankah ada yang jauh lebih bagus, lebih ekspresif.
Ada satu hal yang tak boleh dilupakan. Apapun kompetisinya. Keputusan wasit, juri, hakim garis, pengawas, KPU, Hakim, menjadi yurisprudensi yang paling tinggi. Kita harus menghormati dan mengakui hak yang telah dipercayakan kepada mereka. Walau kelak kita mengetahui betapa buruknya keputusan itu.
Ini membuat make sense ,mengapa orang tidak pernah menerima ikhlas hasil pilkada pilkada. Selalu ada protes, tuntuntan pengulangan pemungutan suara dan juga anarki.
Kita harus percaya adagium apa yang terlihat tidak selalu tersirat. Photo anak anak kecil sedang antri masuk ke Museum Wayang memang sangat sederhana, dan secara artistik juga biasa biasa dibanding photo lainnya. Bahkan tidak terlihat momen ekspresifnya. Namun ada yang membuatnya lain. Photo itu berbicara tentang kepedulian masyarakat – anak anak sekolah – terhadap budaya dan sejarah bangsanya.
Ini relevan dengan tema yang diusung. Society. Kemasyarakatan.
Ini juga termasuk suara suara protes terhadap kemenangan sebuah komunitas. Mana bisa kegiatannya saja sedikit, dan tidak jelas.
Karena saya tidak terlibat dalam penjurian kompetisi komunitas. Saya hanya bisa mengasumsikan bahwa yang dinilai tidak melulu jumlah kegiatan atau jenis kegiatannya. Ada hal lain yang jauh lebih penting, yakni sejauh mana konsistensi penggunaan media blog sebagai perangkat menyuarakan gagasan atau kontribusi terhadap masyarakat.
Katakanlah sunatan masal atau launching buku, yang hanya disuarakan sekali saja dalam postingan, sehingga tidak ada efek spreading keluar dari komunitasnya. Kegiatan itu tak ada bedanya dengan yang dilakukan Komunitas Penggemar Sepeda Tua atau pekerja film misalnya.
Sementara sebuah kegiatan bebersih alun alun kota yang dilakukan setahun sekali atau hanya membuat blog profile kotanya, tapi bisa membuat efek penyebaran pewartaan dimana mana. Baik dengan konsistensi postingan, bergulir keluar komunitasnya, dibaca dan disuarakan juga oleh orang lain – bahkan yang bukan blogger – yang tidak mengenalnya.
Itulah yang menjadikan bagaimana komunitas ini menggunakan kekuatan blog secara maksimal untuk masyarakat luar.
Bagi saya , blogger tidak harus menjadi menara gading bagi masyarakatnya. Suara blog tidak hanya berputar putar di lingkungannya sendiri. Ia harus keluar di masyarakatnya.
Toh tidak bisa tidak, saya mengerti bahwa Pesta Blogger tidak bisa memuaskan semua pihak. Panggung itu hanya menjadi gairah orgi bagi orang orang yang hanya ingin melihat kemenangan. Kita tiba tiba seperti orang Yunani kuno yang mencari seuntai daun dan kehormatan yang perlu.
Tentu momen itu akan melintas lewat begitu saja tanpa kita sadari. Panggung kembali gelap dan penonton akan pulang ke rumahnya masing masing. Siapa tahu kita akan lupa dengan arti ‘ Blogging for society ‘ di depan mangkok indomie yang kita santap pagi ini. Kita tidak perlu menggembar gemborkan siapa yang terbaik.
Kata Dewi Lestari, Malaikat tahu siapa juaranya.
71 Comments
Silly
November 27, 2008 at 7:19 pmLahhh, untung saya gak kirim foto saya yang berjudul, “ke rumah nenek yukkk” … Yang memperlihatkan wajah lucu nenek saya yang hitam keriput dan ompong blasss… 😛
Moh Arif Widarto
November 27, 2008 at 7:34 pmKeputusan dewan juri saya kira merupakan keputusan yang obyektif dan kita semua perlu menghormatinya.
Cerianya Pesta Blogger 2008 « Ladybugfreak’s Weblog
November 27, 2008 at 10:47 pm[…] Kopdar raksasa para blogger-blogger itupun usai sudah. Pesta Blogger 2008 sukses mempertemukan sekitar seribu orang blogger di dunia nyata. Segala kesan yang didapat semakin membuat saya mencintai dunia ini.Saya sendiri tidak sempat terlalu banyak wira wiri sana sini berkenalan dengan blogger-blogger sebanyak itu. Pusing euy. Agak menyesal sedikit sih, tapi saya senang bisa ketemu juga sama temen-temen CahAndong yang udah terkenal kesintingannya ituh. Tapi setelah ketemu entahlah harus merasa menyesal atau merasa terkutuk..ahakhakhakhakhak.. Seneng akhirnya ketemu HermanSaksono, pertama kali kecemplung di blogosphere salah satunya ya gara-gara blognya dia, selain blognya ndoro dan mas iman. […]
ndoro kakung
November 27, 2008 at 11:45 pmaku tadi dah tanya malaikat. dia malah balik tanya aku, lah emang siapa juaranya?
elly.s
November 28, 2008 at 7:12 amkita memang nggak mungkin memuasakan semua orang…
walaibegitu para juri yang mengembang amanat juga harus menjunjung tinggi kepercayaan, keadilan dan kejujuran..
kalo semua pihak sadar tugas dan kewajiban masing2..Insya Allah prasangka akan berkurang…
( susahkan..aq juga cm pinter ngomong doang)
btw pak ketua ndaftar ikutan PB tahun depan yak..itu celengan ayamku udah mulai diisi bakal ongkos kesono….hiks
za
November 28, 2008 at 12:56 pmsayang gak bisa dateng, padahal tinggal lompat…
jadi gak bisa lihat gurat gembira karna menang, dan kesal karna kalah..
Gelandangan
November 28, 2008 at 2:09 pmyah kalau saya melihat sih untuk pesta blogger ini lebih mementingkkan masalah budaya. jadi komunitas yang ditempatnya penuh dengan budaya yang sudah tidak asing lagi dipilih untuk lebih mengekspos budaya mereka.
yah itulah dunia blogging bila di campur baurkan dengan politik
kiranya kita memiliki kesadaran sendiri bahwa betapa bersusah panyahnya panitia agar acara ini terselenggarakan.
tapi saya salut juga dengan event muktamar. walaupun enggak kesana saya melihat corak indonesia didalam event tersebut kesederhanaan
Sukses salalu
Dan tak lupa pula saya memberikan aplus buat panitia PB08 yang telah berkerja dengan baik
Alex
November 28, 2008 at 2:25 pmyang pasti sy salut ama semua Panitia. Semua orang punya pandangan tersendiri dan penilaian sendiri. tetap semangat… to PB09..Moga belajar dari PB08 🙂
Ndoro Seten
November 28, 2008 at 2:33 pmAh ya jangan terlalu dimasukkan ati lah mas…..
tante angga
November 28, 2008 at 4:35 pmmas,,,, sabar yah…
(heheheh saran apa itu)
btw, mas iman ngetop kali, namanya digembargembor KOMPAS.
shanti
November 28, 2008 at 5:54 pmsaya kutip ya Mas, tulisannya..
shanti
November 28, 2008 at 5:55 pmakan saya cantumkan sumbernya kok.
makasih 🙂
ichaawe
November 29, 2008 at 1:22 amhehehehe..gak kompetisi blogger..gak orang2 politik…selalu saja tidak suka menerima kekalahan…dan bersakit hati dgn kemenangan orang lain…
mental yg bener2 hrs diperbaiki
Daniel Mahendra
November 29, 2008 at 8:03 amMeski terkadang tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan, sing legowo wae, Mas Iman…
wku
November 29, 2008 at 12:37 pmYa itulah namanya “menungsa” sing ora bisa “rumangsa”. gitu aja kok repoott…
auliahazza
November 29, 2008 at 6:58 pmoo ada suara-suara miring, ga dengar 😀
sebaiknya sih, kita bisa menerima lapang dada
seperti saya (cieee) ga dapa doorprice, ya harus terima, karena rezekinya bukan disitu 🙁
🙂
alris sutan batuah
November 29, 2008 at 7:35 pmKalah menang hal biasa. Jadi tidak biasa bagi yang tidak bisa menerima kekalahan. Setuju kompetisi blog diadakan tahun depan. Sampai ketemu tahun depan.
Salam kenal mas. (belum afdhol kalo belum kenalan sama suhu blog 🙂 0
lance
November 29, 2008 at 10:50 pmya belajar rela belajar ikhlas,..ini jauh lebih penting dari nilai kemenangan itu sendiri
yok
December 1, 2008 at 12:26 pmsama kayak ngeplurk ga nyari karma ? xD
pakdejack
December 4, 2008 at 7:20 pmwah saya kemarin gak ikut pesta blogger 2008, jadi gak tau hiruk pikuk gremengan org2 yg mempermasalahkan hasil kompetisi.. yah semoga kita menjadi lebih dewasa dan lebih belajar menerima kekalahan..
malaikat
December 7, 2008 at 11:58 pmya, mas iman-lah juaranya, untuk tahun 2009 😀