Saat kecil saya sempat membaca komik ini. Wiro – Tarzan Indonesia. Mungkin semacam cetakan ulang karena edisi pertamanya adalah tahun 1956. Bagi saya ini komik ini sangat berkesan karena latar balakang ceritanya mengambil setting di seluruh kepulauan Indonesia. Termasuk hutan , sungai dan lautnya. Bahkan gambarnya juga bagus. tidak sesederhana gambar gambar cerita wayang RA Kosasih, atau komik komik Gundala.
Kalau tidak salah, cerita dimulai ketika Ayah Wiro menikah lagi setelah istrinya meninggal. Wiro kecil ternyata tidak mendapatkan kasih sayang dari ibu tirinya,sehingga suatu hari ia memutuskan untuk lari dari rumah. Mengembara sampai pantai di wilayah Banten. Ia juga membawa hewan peliharaannya, seekor kera – yang biasa dipakai atraksi model Sarimin – bersamanya. Ia membeli kera tersebut yang kelak dinamakan Kala, karena kasihan melihat si kera disiksa terus oleh majikannya.
Wiro sempat bekerja membantu nelayan di sana, dan kemudian menyeberangi selat Sunda menuju pulau Sumatera. Disanalah petualangannya dimulai.
Di Pulau Sumatera dengan bekal sebilah pisau ia memasuki hutan rimbanya dan menjadi anak hutan. Wiro hidup dari berburu dan makan buah buahan. Disini ia mulai membina persahabatan dengan orang hutan, seekor harimau dan gajah. Uniknya setiap persahabatan dimulai karena balas budi, misalnya anak si orang utan yang ditolong Wiro ketika hendak dimangsa hewan buas lain, atau si gajah atau harimau yang ditolong dari perangkap. Sejak itu mereka selalu bersama sama. Kapan saja Wiro membutuhkan.
Ada sebuah pemahaman yang begitu memikat, yakni sebuah persahabatan walau antar manusia dan binatang. Juga kita diajak mengenal alam budaya Indonesia, karena Wiro bersama sahabat sahabatnya terus berkelana ke Kalimantan, Sulawesi sampai Papua.
Kadang kala Wiro dan teman temannya membantu mengangkut barang barang dengan imbalan menumpang kapal tersebut. Di setiap pulau Wiro selalu terlibat dengan peristiwa peristiwa kemanusiaan atau memerangi kejahatan, tentu saja dengan bantuan sahabat sahabatnya.
Puncak peristiwa terjadi di Papua, ketiak mereka harus berhadapan dengan tentara penjajah Jepang. Momen ini membuat saya hampir menangis melihat satu persatu temannya mati. Kala yang ditusuk pisau atau Gajah yang ditembak oleh meriam. Wiro terpukul kehilangan sahabat sahabatnya yang selama ini menemaninya.
Ketika Wiro memutuskan kembali ke tanah Jawa, kapal yang ditumpangi diserang badai di laut Banda. Kalau Tarzan di Afrika hanya berhadapan dengan buaya, disini Wiro menyambung nyawa melawan seekor hiu kepala martil.
Adegan endingnya saya agak lupa. Hanya seingat saya, Wiro menolong seorang bule atau suami istri bule, yang kelak setibanya di negeri asalnya, mereka mengirimkan uang kepada Wiro yang telah berada di kampung halamannya. Kelak dengan uang kiriman itu, Wiro membantu ayahnya membangun rumahnya.
Komik ini memang lain karena mengajarkan persahabatan, mencintai alam, membela kebenaran sekaligus nasionalistis. Terus terang , ingatan saya terhadap komik ini muncul kembali ketika Majalah Tempo Edisi Khusus 100 tahun Kebangkitan Nasional, meletakan buku komik ini dalam urutan nomor 89 dari seratus tulisan yang berperan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Kenyataaannya sudah sejak lama saya memburu komik ini, sampai ke pojokan dan pelosok tempat saya biasa berburu buku dan komik tua. Hasilnya nihil, walau kadang saya juga menemukan ‘ harta karun ‘ lainnya seperti buku perjalanan Ktut Tantri “ Revolt in Paradise “ edisi terbitan 1960 an yang masih ada kata sambutan Jend AH Nasution.
Jika teman teman ada yang mempunyai informasi atau mengetahui dimana saya bisa mendapatkan buku langka tersebut, tentu saja saya menghargai. Jangan salah, ada hadiahnya. Tentu saja ini bukan semacam sayembara model cerita Hans Cristian Andersen , kalau wanita akan saya jadikan istri atau lelaki akan dijadikan saudara. Bukan, bukan itu Git .
Pasti ada rewardnya, karena rasa penasaran untuk membaca ulang komik itu begitu menghantui. Sampai sekarang.
70 Comments
Epat
May 30, 2008 at 1:43 amada yah tarzan versi indo? nanti klo nemu dijalan saya kasih tau deh mas…. hadiahnya kenalin ama luna maya yah 😀
Hedi
May 30, 2008 at 2:44 amdi toko buku pasar festival itu ga ada, mas?..atau coba tanya zen pejalan jauh…dia master buku lama tuh
ilham saibi
May 30, 2008 at 3:21 amkalo buku “wiro – tarzan sableng dari tanah seberang” mungkin bisa aku cariin om, hehehehe
leksa
May 30, 2008 at 3:22 amhuahahaha.. photonya,..
saya baru tahu komik ini,…
menarik juga mas,…
kalo boleh tahu, siapa komikus nya mas?
venus
May 30, 2008 at 3:52 amoooo….jadian sama gita? halah, simbooookkkkk……:D
suprie
May 30, 2008 at 4:09 amkadang saya banyak nemu komik – komik antik kaya gitu di tempat yang gak keduga mas, klo sempet coba aja di jembatan penyebrangan depan moestopo, saya ketemu komik asterik , 3 cewe badung, dan koleksi komik – komik saya yang lama disana. 😀
Anang
May 30, 2008 at 5:19 amkirain wiro sableng hehe..
latree
May 30, 2008 at 6:15 am@epat
jangankan tarzan, indonesia bisa bikin apa aja versi indonesia. samson (benjamin s), rambo (rambu), flashman (gundala)
tapi kayanya yang wiro ini llumayan ‘berisi’
mudah2an berhasil om iman dapetin komiknya. di rumah cuma ada naruto …
danalingga
May 30, 2008 at 6:33 amWah, difilmkan bagus kali itu komik. Membayangkan hutan eksotis indonesia. Eh… masih ada kan ya?
arif
May 30, 2008 at 7:46 amKomik-komik Indonesia jadul ternyata oke ya. Sayang saya belum pernah ketemu komik itu. Dulu waktu SD saya hanya baca Jampang Jago Betawi dan Si Tolol (komik silat). Habis itu nggak baca komik lagi karena ibu saya melarang keras. Bikin malas belajar, kata ibu saya.
iway
May 30, 2008 at 8:13 amyay potonya, tangannya belanja 😀
saya baca komik wayang ra kosasih aja seneng banget, gimana kalo dapet yang ini ya
kw
May 30, 2008 at 8:37 amcoba deh mas nanti aku tanyain ke toko buku lama di pondok pinang. siapa tahu ada. 🙂
mbakDos
May 30, 2008 at 8:50 amsaya sempet beli komik ramayana dan mahabharata-nya R.A. Kosasih di salah satu outlet di plaza semanggi, mas… coba diliyat aja dulu di websitenya, sapa tau ada. bisa memesan juga kok 😉
*git, maap ya, saya mendului dirimu… hahahaha* 😀
Silly
May 30, 2008 at 9:17 amKirain lagi ngomongin wiro sablenk…
OOT:… itu foto berdua gita maksudnya apaan???… Trus perutnya kayak dikempesin gitu,ndak seperti yg saya lihat diblog pak Zam…
Udah jadian sama Gita jadinya???…. diantara sekian wanita yg menawarkan pijitan waktu posting tidur itu, mas memilih Gita?, hihihihi… Vivink cemburu donggg… 🙂
Silly
May 30, 2008 at 9:18 amKirain lagi ngomongin wiro sablenk…
OOT:… itu foto berdua gita maksudnya apaan???… Trus perutnya kayak dikempesin gitu,ndak seperti yg saya lihat diblog pak Zam…
Udah jadian sama Gita jadinya???…. diantara sekian wanita yg menawarkan pijitan waktu posting tidur itu, mas memilih Gita?, hihihihi… Vivink cemburu donggg… 🙂
**ditabok pake dayung**
zam
May 30, 2008 at 9:49 amjeng Silly ini mupeng sajah.. sini.. sini.. sama saya saja jeng.. saya udah kecipratan auranya mas iman loh..
hwakakakaak…
Iman
May 30, 2008 at 10:19 amleksa,
penerbit Liong, Semarang, terbitan tahun 1956
Hedi,
Udah diubek ubek dimana mana nggak dapet,..Zen juga belum baca..dia juga nyari
Silly.
No..hanya percikan saja kok..
Viving ? dia ngerti kok.. she always does..no matter what
Mbak Dos,,
coba TKP
andrias ekoyuono
May 30, 2008 at 10:51 amkomik dulu kadang terinspirasi komik asing ya mas ? ada gundala putra petir juga, alias flash indonesia. trus samson betawi, dll
pinkina
May 30, 2008 at 10:56 amjeng Silly,
cemburu sih iyha… tapi kata mas iman aku tetep satu2nya kok 😀
/* i love u mas iman
— mugo2 bojoku sakumur2 gak mbukak blog’e mas iman, aminnnnnn
nothing
May 30, 2008 at 11:12 amcoba deh mas, tak dolan di pasar loak…sopo reti ono, soale kapan lalu kaya ne ada yang punya komik endonesa yang lama lama, cuman ketika itu sayah ga minat, dan hanya beli serial Lampil dan Lucky Luck yang meski bekas harganya mahallllll
lady
May 30, 2008 at 11:16 amsaya dulu wktu SD suka baca komik punya kakak ‘gundala putra petir’
sampe2 buku pelajaran digambari sang gundala 😛
funkshit
May 30, 2008 at 11:18 amberarti wiro ini hidup jaman kemerdekaan ya.. lha musuhnya penjajah jepang ..
George Soedarsono Esthu
May 30, 2008 at 12:13 pmASAL USUL
Merdeka!
OLEH GEORGE SOEDARSONO ESTHU
“MERDEKA”, masih acap terdengar. Dalam lagu Indonesia Raya kata tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari tanah negeri tercinta, dan terus hiduplah Indonesia Raya.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, kata ini bermakna janji suci dengan darah yang tertumpah. Para pejuang yang berperang melawan penjajah secara fisik memekikkan: ”merdeka atau mati”. Dan kini pun ada beberapa partai politik yang dalam pertemuan-pertemuannya memekikkan kata ”Merdeka!”
Dalam pembukaan Undang-undang dasar ’45, kata ”merdeka” memiliki makna yang lebih dalam dan luas. Sebagai bagian yang penting merupakan ruh cita-cita berbangsa: ”agar supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, yaitu yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Berkehidupan kebangsaan yang bebas, merupakan cita-cita utopis bangsa Indonesia. Berkehidupan kebangsaan yang bebas akan terwujud manakala bangsa ini merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Merdeka dimaknai terlepas dari penjajahan. Bersatu adalah sebuah prasarat untuk terbentuknya sebuah bangsa yang memiliki kesatuan masyarakat, tanah air, dan bahasa. Berdaulat diindikasikan oleh suatu konvensi dimana bangsa Indonesia tidak hanya memiliki kebebasan dalam menentukan tatanan politik, tetapi juga tatanan ekonomi. Adil dan makmur, adalah sebuah kondisi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, yang oleh Bung Karno dibingkai dengan jargon ”Sosialisme Indonesia”, yaitu, sebuah tatanan masyarakat yang tidak mengijinkan seorangpun menghisap darah orang lain.
Menurut hermeneutika Soekarno, cita-cita berbangsa seprti termaktub dalam Pembukaan UUD ’45, ia sebut sebagai survival theory. Yang lebih dikenal dengan sebutan Tri Sakti: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, berkepribadian di bidang budaya. Teori ini lahir sebagai gagasan Bung Karno pasca kemerdekaan. Mungkin diharapkan menjadi sebuah teori dan azas perjuangan untuk mengisi kemerdekaan.
Tri Sakti sendiri merupakan inovasi gagasan Soekarno yang lahir pada tahun 1927, yang ia sebut sebagai strugle theory: sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. Sosio nasionalisme diterjemahkan sebagai berkeribadian di bidang budaya. Manusia Indonesia yang berbudaya maknanya adalah manusia yang dipikul dan memikul naturnya. Ia tidak meninggalkan atau bahkan teralienasi dari budaya ibunya. Sedangkan sosio demokrasi dijabarkan sebagai berdikari (berdaulat) di bidang politik dan ekonomi. Soekarno kala itu mengingatkan, sebelum sosio nasionalisme terwujud, maka sosio demokrasi tidak mungkin terwujud pula.
“Karena itu demokrasi yang harus kita jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jikalau kita tidak bisa berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan rakyat. Memang benar bahwa demokrasi adalah alat teknis untuk mencapai sesuatu hal, tetapi demokrasi kita bukan sekadar alat teknis, tetapi satu alam jiwa pemikiran dan perasaan kita. Namun kita harus bisa meletakkan alam jiwa dan pemikiran kita itu di atas kepribadian kita sendiri, diatas penyelenggaraan cita-cita satu masyarakat yang adil dan makmur.” [dikutip dari teks salah satu Kursus Pancasila oleh Bung Karno]
Teks di atas, merupakan cikal bakal lahirnya gagasan Demokrasi Terpimpin, yang oleh Bung Karno dijelaskan sebagai demokrasi yang bukan dipimpin orang-perorang melainkan demokrasi yang dipimpin oleh cita-cita masyarakat adil dan makmur. Maka dalam pidato yang lain Bung Karno menegaskan bahwa demokrasi kita bukan demokrasi barat, melainkan demokrasi Indonesia yang tidak membenarkan adanya one man one vote.
Mengisi kemerdekaan haruslah secara radikal, progresif, dan revolusioner. Radikal maknanya mengubah keadaan yang tua menjadi keadaan baru. Keadaan yang tua digambarkan sebagai keadaan dimana kapitalisme, imperalisme, dan feodalisme masih bercokol di dalam tatanan masyarakat. Progresif artinya, mengabdi kepada kepentingan rakyat banyak, mengabdi kepada kepentingan umum, mengabdi kepada bangsa, dan mengabdi kepada negara. Sedangkan revolusioner dijabarkan oleh Soekarno sebagai: build tomorrow—pull down yesterday, dengan cara menjebol dan membangun, kita membangun dan oleh karena itu kita menjebol. Sehingga manusia yang radikal, progresif, dan revolusioner digambarkan oleh Soekarno sebagai: perkakas Tuhan di dunia; memahami meja statis dan leitstaar dinamis [Kursus Pancasila]; merapatkan kuping ke bumi [menjiwai Amanat Penderitaan Rakyat], solidaritas, berpikir rasional, tuntas dalam melaksanakan tugas; man kind is one; sosial consciousness [budi nurani manusia—budi luhur]; living reality [punya kampung halaman, punya Tuhan, ingin diperlakukan adil]
Kata ”merdeka” secara epistemologis berasal dari kata dalam Bahasa Jawa: ”Mardika”, mardi + ka, marsudi = ngudi = nggula wenthah, taberi. ka = awang-awang, dados pasemoning pikir. Pikajengipun: ngudi sampurnaning kawruh, tuwin anandangaken saliring pandamel kabetahaning donya, sarana andum damel sesarengan, miturut kasagedanipun piyambak-piyambak, sarana adil tuwin kasucianing manah, murih harja kerta katentremaning bawana.
Merdeka, mardi = mencari sampai menemukan, melatih terus-menerus, mengusahakan. Ka = langit. Maknanya, berusaha menyempurnakan ilmu pengetahuannya, (karena hanya manusia yang memiliki kesempurnaan ilmu pengetahuanlah yang bisa disebut sebagai manusia yang purba diri), serta melakukan semua pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia, dengan cara membagi pekerjaan bersama-sama, menurut kebisaannya masing-masing, dengan cara yang adil dan kesucian hati, agar alam semesta tenteram, selamat sentausa.
Intinya, berkehidupan kebangsaan yang bebas, yaitu yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah merupakan realitas sosial yang individu-individunya bertanggung-jawab terhadap kesejahteraan orang-orang di sekitarnya agar mereka memiliki kemerdekaan untuk berbuat kebajikan.
Semua ini hanya akan terwujud melalui laku: menjaga kebudayaan lewat kalbu, menjaga bangsa dan negara lewat rohani, menuju masyarakat universal.
Lance
May 30, 2008 at 12:15 pmGeorge ,
Waduh OOT banget ?
diorockout
May 30, 2008 at 12:50 pmehehhe, baru tau saya..
tarzan tiru-tiru nih..
Moes Jum
May 30, 2008 at 1:08 pmMas Iman … aku mau juga dong mas buku itu! Kalo sampeyan sudah nemu, tulung aku dipinjemin biar bisa dipotokopi sama aku yoo
aprikot
May 30, 2008 at 1:16 pmaku tahunya wiro sableng doang mas
ngodod
May 30, 2008 at 1:56 pmwaduh, saya taunya cuman gundala putera petir…
Hans
May 30, 2008 at 3:49 pmhttp://www.astroceria.com/astro-ceria.php?s=detail&title=segah
serupa tapi tak sama 🙂
Nazieb
May 30, 2008 at 6:04 pmHohohoho… Kalo seumpama Wiro masih ada di jaman sekarang, ia pasti sekarang tengah bergelayut dari gedung ke gedung, apartemen ke apartemen…
Serta mengarungi belantara beton ditemani Tiger
hewanmotor kesayangannyaWazeen
May 30, 2008 at 9:25 pmtak kirain Wiro Sableng-nya Bastian Tito…
Aris
May 30, 2008 at 11:58 pmMas, saya juga dulu pernah baca komik itu, tapi enggak tahu dimana sekarang tuch komik.
Btw saya punya Edisi Newsweek bulan February 1965 dgn cover Soekarno, minat? Tapi bisa tukeran ama Gita enggak ?
*tuing ditendang Gita, siapa elo, kenal aja enggak? 🙂
woelank
May 31, 2008 at 12:01 amdi jalan surabaya/kwitang ga ada yah mas..
kadang bisa keselip atau dapet info tuh disana..
udah susah dapet buku langka jaman jadul gitu, bisa2 malah ada kolektor di belanda/negara lain yang punya, atau diperpustakaan negara lain….
jadi mengingat koleksi bokap, cersilnya sh mintardja, herman pratikto, dan kawan2 lengkap (Api bukit menoreh dari nomer 1, taon kapan tuh, sampe 3 kardus buat satu judul doang). tapi sekarang lenyap semua entah kemana sejak bokap pindahan ke bogor.
Aris lagi
May 31, 2008 at 1:07 amMas coba hubungi Andi Wijaya di 021-68009670 (Sumber Sang Kolektor
Tukang Nggunem
May 31, 2008 at 1:50 amJadi inget masa kecil saya dulu, saya bacanya malah tiger wong ama tapak sakti e…kalo komik lokal sih paling yang komik gareng-Petruk, yang seringnya konyol dipaksain itu…kadang Petruk jadi Superman, atau jadi Flash juga saya inget pernah ada…
Iman
May 31, 2008 at 7:39 amaris…langsung TKP
edratna
May 31, 2008 at 9:17 amSaya dulu sempat baca “Wiro”….tapi entah bukunya kemana, maklum saat itu harga buku termasuk mahal untuk keluarga saya, apalagi hidup di kota kecil…jadi saling meminjamkan. Saya sendiri lupa, apakah buku Wiro ini beli sendiri atau pinjaman.
Betapa indahnya persahabatan, walau keuangan terbatas, kebiasaan baca buku tetap bisa dilaksanakan.
cempluk
May 31, 2008 at 9:26 ambaru denger tuh komik wiro tarzan mas iman..apa karena jarang terlihat di toko buku ya komik2 lokal ?? atau kelindas dengan komik2 jepang, dll… 🙁
ghatel
May 31, 2008 at 10:15 ampasti seruh tuh… 😀
Rystiono
May 31, 2008 at 11:52 am*nyari-nyari di pasar loak*
Siapa tau aja dapet…lagian saya juga tertarik ceritanya…
aminhers
May 31, 2008 at 1:56 pmduh saya ingat waktu kanak2, dulu. sambil nunggu beduk magrib saya baca dulu buku tsb.
trima kasih postingannya, mengingatkan saya harus bawa oleh2 buku bacaan tuk anak saya.
Alex
May 31, 2008 at 2:23 pmBERNOSTALGIA YA MAS ???
Emanglah…….indah nian makan hidup si wiro tarzan.
andai hari ini seperti itu ???
but, don’t worry
InsyaAllah…Indonesia akan JAYA !!!
wku
May 31, 2008 at 4:04 pmcoba jaman sekarang ada penerbit ngeluarin produk-produk seperti ini…
owbeth
May 31, 2008 at 6:29 pmObet pengen kita pake batik lagi,
Obet pengen banyak konser gamelan,
Obet pengen liad pentas tari piring,
Obet pengen perumahan obet rumahnya pake rumah joglo….
Tapi…
aku juga pengen obet ma temen2 obet bisa go International ama kekayaan buadaya negeri yang dah gag di cintai ma rakyatnya
*ne lai sok serius*
hadi arr
May 31, 2008 at 9:49 pmYang saya inget abang saya sering bergayut di tambang yang di ikat di pohon nangka, sambil meluncur selalu berteriak “WIIRRROOOO”, baru sekarang saya tau kalau itu merupakan idola anak-anak kala itu. saya belum kenal hurup waktu itu, yah kira-kira tahun 1965-1966.
Dan ternyata sekarang pun masih bisa membuat kita terhanyut membacanya lagi (padahal saya belum baca hehe), salam hangat Pak Imam
sluman slumun slamet
May 31, 2008 at 10:34 pmkalo tarzan x versi indonesia mana mas?
😀
puputs
June 1, 2008 at 3:19 pmkirain wiro sableng
siska
June 1, 2008 at 6:37 pmwaaa belom bisa bantu…
*padahal ada rewardnya yaaa…**
cK
June 2, 2008 at 12:14 amternyata banyak yang sepikiran sama saya. saya kirain soal wiro sableng.. 😛
hanggadamai
June 2, 2008 at 12:20 amklo ke kuitang sekalian tak cari ah…