Suka tidak suka, bangsa kita memang paling suka membangun jalan tol dimana mana. Konon jalan pintas, bebas hambatan yang akan memperlancar transportasi antar kota. Wapres Jusuf Kalla mencanangkan infrastruktur jalan tol harus dibangun untuk menghubungkan seluruh kota kota di pulau Jawa.
Mempercepat arus perpindahan manusia dan juga komoditi industri. Apakah ini salah ? tidak juga. Dahulu Gubernur Jendral Raflles menempuh jarak seminggu perjalanan dengan kereta kuda dari Bogor ke Semarang. Bahkan catatan Charles Walter Kinloch – petualang dari Inggris – pada tahun 1852 harus memakan waktu 3 hari dari Batavia ke Cipanas !
Jadi memang jalan dibutuhkan untuk membuka isolasi daerah daerah. Tetapi kalau semua titik dan kota dibuat jalan pintas ala jalan tol – disamping jalan biasa – rasa rasanya ada yang tidak benar dengan cara mengurus negeri ini.
Direktur Utama Perumka sudah ngrasani, betapa dianak tirikan kereta api. Padahal mekanisme pembangunan transportasi massal jauh lebih murah dan efektif. Bisa mengangkut barang barang ekspor sampai ke pelabuhan. Cukup menambah double track jalur kereta api yang ada. Tidak perlu membebaskan ribuan hektar lahan produktif hanya untuk jalan tol.
Efeknya hanya membuat pertumbuhan mobil semakin menggila, pembangunan industri semakin banyak, urbanisasi dan para petani yang memilih menjadi buruh buruh upahan.
Prof Emil Salim sejak dulu sudah mengatakan, Pulau Jawa semestinya tidak didisain sebagai daerah manufaktur dan industri. Pulau Jawa harus menjadi sentra pangan dan pertanian, karena tanahnya 6 kali lebih subur dari Sumatera dan bahkan 8 kali lebih subur dari Kalimantan.
Ini menunjukan di satu sisi betapa malasnya kita untuk bekerja keras atau memikirkan relokasi daerah Industri di luar Pulau Jawa. Sudah terlalu nyaman di tanah gemah ripah loh jinawi ini. Pemerintah kita juga terlalu gampang disetir oleh cukong cukong atau pemodal. Dengan alasan investasi. Alasannya jalanan macet. Terlebih dalam musim arus mudik lebaran, tak cukup menampung lonjakan transportasi mobil. Jalan pintas membangun jalan tol mungkin solusi cerdas.
Budaya jalan pintas memang tidak melulu infrastruktur jalan tol. Hiruk pikuk benih padi Super Toy HL 2, memperlihatkan orang orang keblinger membual menciptakan tanaman padi yang bisa di panen tiga kali serta menghasilkan gabah kering sampai 15 ton per hektar. Padahal konon untuk menciptakan suatu variatas baru bisa memakan waktu 5 tahun diantara penelitian yang bolak bolak balik sampai uji kelayakan. Itu juga paling banter menghasilkan gabah 5 – 7 ton.
Sifat terburu buru, grasa grusu, tidak sabaran kadang membuat jalan pintas justru menjadi malapetaka. Gara gara panik gas alam dari Ladang Tangguh, Papua tidak laku laku. Megawati mengobral dengan harga murah ke Cina. Setelah sekarang harga minyak bumi melonjak tinggi, kita panik dan baru sadar kalau sudah berpotensi ketipu puluhan milyar dollar oleh Cina.
Padahal jaman dulu, Bung Karno yang justru mengerjai Cina, ketika ia mengadu domba dengan Amerika untuk meminta membangun reaktor nuklir dan bom atom milik Indonesia yang siap diuji coba di lautan sebelah timur Kepulauan Mentawai tahun 1970.
Jalan pintas memang menyenangkan. Lebih cepat. Lebih mudah. Secara tidak sadar kita hidup dalam pola pikir instant seperti itu. Mulai dari ingin cepat kaya , jalan pintas bagaimana traffic blognya melesat tinggi, sampai urusan memuja Tuhan. Jalan pintas mengumpulkan amal sekaligus mencari mesjid yang paling sedikit rakaatnya dalam tarawih. Sangat manusiawi bukan ?.
Lalu siapa yang bisa menyalahkan jalan pintas ?.
Kalau sudah begini saya teringat ucapan Emha Ainun Nadjib, “ Wong Gusti Allah juga tidak menyiapkan jalan tol menuju rumahNya “
62 Comments
Prince
September 11, 2008 at 5:23 amtermasuk juga diantaranya adalah kesalahkaprahan kita untuk membangun segalanya di pusat, di ibukota, dari ibukota negara sampe kabupaten
semuanya yg terbaik ada di ibukota-2 tsb, mulai dari RS, mal, universitas, kursus-2, pelacuran, dsb, lantas ketika arus urban membebani kota tsb kita teriak-2
coba kalo kita menengok ke negeri orang, universitas-2 terbaik berada di kota kecil, Harvard dan MIT berada di Cambridge, Massachusetts US, sebuah kota yg menurut sensus th 2000 penduduknya cuma 101,355.
Dhimas
September 11, 2008 at 5:37 amTapi kenyataanya jalan pintas banyak polisi tidutnya.. 😀
mantan kyai
September 11, 2008 at 7:00 am6 kali lebih subur dari sumatera? 8 kali lebih subur dari kalimantan??? yang ini sayah baruh tahu cintah .. swear
Epat
September 11, 2008 at 7:29 amsaya paling enggak suka klo di layar monitor banyak terpampang jalan pintas atau short cut. lebih seneng untuk jalan pintas program-program yang sering digunakan saja. 😀
didut
September 11, 2008 at 7:43 amdan saya tidak akan memilih megawati seandainya dia maju lagi pada pilpres taon depan
edy
September 11, 2008 at 7:51 amsekarang jamannya serba instan, mas
Setiaji
September 11, 2008 at 8:46 amJalan pintas mengumpulkan amal sekaligus mencari mesjid yang paling sedikit rakaatnya dalam tarawih >> ini memang gambaran mental keimanan kita yg sudah rapuh. Semakin dewasa dan semakin pintar secara intelektual, tidak berbanding lurus dengan kecerdasan spiritual. Siap-siap “digetok” malaikat hehehe ….
dilla
September 11, 2008 at 9:08 amOrang endonesa udah susah disuruh susah dulu mas..maunya enaknya aja.. Kalo bisa langsung enak, knp mesti susah2 dulu?
bangsari
September 11, 2008 at 9:13 amsaya berpikir, betapa anehnya negara ini. bukankah membuat jalan itu adalah kewajiban negara? tapi kenyataanya kok jadi bisnis orang orang itu saja. negara kok dikpaling kapling para pejabatnya sendiri?
aneh betul negara ini…
Dilla
September 11, 2008 at 9:20 amOrang endonesa susah disuruh susah dulu..maunya langsung cepet..langsung enak.. apa karena emang idupnya udah susah ya? Hahaha…
edratna
September 11, 2008 at 9:29 amSaya ingin mengamati, kapan pertumbuhan penduduk yng tinggal di kiri kanan jalan Tol Surabaya dari Wonocolo ke arah bandara (yang sekarang masih lengang) akan berubah menjadi padat? Dengan pembukaan jalan baru, maka akan semakin banyak tumbuh perekonomian (perdagangan dan industri) disekitar jalan tsb.
Betul juga, mestinya kereta api yang ditambah jalannya…..tak hanya menambah jenis keretanya (seperti Argo gede)….namun jalannya tetap sama seperti semula.
Fitra
September 11, 2008 at 10:16 amEh iya, saya jg baru tau kalo pulau jawa itu lebih subur 6x dari sumatra dan 8x dari kalimantan….
Eh saya kalo cari masjid juga yag rakaanya dikit….lah kalo yg taraweh rakaat 23 itu biasanya imamnya bacanya ngebut dan ga pake tuma’ninah…..ngos2an tungang tunggit jadi kaya fitness….hehehehe, pengalaman beberapa kali gitu….
Donny Verdian
September 11, 2008 at 10:49 amMas Iman, sepertinya kita harus tahu kenapa pemerintah eager untuk membangun jalan tol, siapa dulu pemborongnya..? 🙂
Konon pemborong yang memenangkan tender tol tanah Jawa itu hanya melepas ruas singkat di sekitar Mojokerto – Porong yang adalah sentra lumpur ternama itu…
Secara pribadi, kalau memang menguntungkan sebenarnya saya setuju dengan pembangunan jalan tol tapi yang tidak setuju adalah mentalitas “jalan tol” yang semangkin hari semangkin merasuk ke sendi-sendi otak kita semuanya….
Nice article, Bro!
Nayantaka
September 11, 2008 at 11:11 amOpo kudu nunggu pulau Jawa ambles dulu ya mas?
Ahmad Sahidah
September 11, 2008 at 11:19 amDi negara tetangga, jalur kereta api dua trek sudah digeber untuk menyentuh ujung, sementara jalan tol telah memanjang dari ujung ke ujung, meski masih sebatas tanah semenanjung, belum Sabah dan Sarawak.
Saya menikmati naik bis dengan jalan tol dari tempat berangkat hingga tujuan. Nyaman, tak terganggu.
Tapi, membaca tulisan di atas, kereta api mungkin perlu mendapat perhatian agar kita tidakmenjadi orang yang boros bahan bakar.
iway
September 11, 2008 at 11:27 amkita ga terbiasa membuat blue print dan melaksanakannya karena makan waktu tahunan dah gitu jabatan pres dan wapres kan cuma 5 tahun, salahin sekolahan yang ga pernah menilai proses tapi nilai akhir
afwan auliyar
September 11, 2008 at 11:28 ambenar sekali ….
allah aja tdk menyediakan jalan tol untuk ksana … 🙂
btw…. alangkah lbh arifnya jika memang penguasa negeri ini mampu melihat potensi dalam negeri …
sungguh sial ketika para petinggi paratai hanya mengedepankan tampuk kekuasan saja …
mo jadi apa negeri ini …. so, berbenah sperti apa yg harus dilakukan !??!
apakah cukup dengn mengganti pemimpin yg baru !?!?
ataukah sebenarnya sistem negara kita yg kacau !??!
Hedi
September 11, 2008 at 12:03 pmtermasuk trotoar yang harusnya buat pejalan kaki, eh malah dipake jalan pintas motor 🙁
hanny
September 11, 2008 at 12:11 pmsemakin banyaknya jalan pintas dan jalan instan yang ditawarkan, kok manusia jaman sekarang malah semakin kekurangan waktu? 🙂
mantan kyai
September 11, 2008 at 12:13 pmInterupsi!!! Allah emang gak ngasi jalan tol. tapi Dia ngasi jalan pintas !!!
buktinya:
1-ada satu malam dalam sebulan ini yg katanya bernilai 1000bulan.
2-ada ibadah2 tertentu yang ganjarannya bisa menjadi jalan pintas untuk menambah pundi2 pahala
3-dan bayak lagi yg ke gitu deh 😀
Ato lebih tepat jika dikatakan jalan alternatif??? Kenapa kita jadi meributkan istilah ya??? Masak Tuhan nggak tahu maksudnya seh 😀
*ampuuun oom* :-“
bah reggae
September 11, 2008 at 1:27 pmKlo nasionalisasi jalan pintas bukan yak?
septy
September 11, 2008 at 1:47 pmsoalnya udah dikasiy tahu sejak kecil siy, jalan pintas itu enak, cepet sampai…
tapi kok kl urusan birokrasi enggak yah? he…malah kayaknya kl ada yg sulit ngapain dipermudah? 😀
escoret
September 11, 2008 at 2:20 pm[…] Megawati mengobral dengan harga murah ke Cina […]
maka dr itu,aku ga ada ketertarikkan dengan megawati..!!!
masih bingung cari calon..!!!
Fadli
September 11, 2008 at 2:37 pmPadahal, zaman dulu kereta api sudah menjangkau wilayah terpencil di Jawa dan Sumatra..
Bayah sukabumi, Cikajang garut, Ciwidey, Cijulang pangandaran, Sawahlunto-sijunjung, Payakumbuh bahkan nyambung sampai Pekan Baru …
sekarang semua rel nya teronggok sia-sia …
yuswae
September 11, 2008 at 3:09 pmtunggu saya jadi presiden.
Ani
September 11, 2008 at 3:24 pmSudah dari jaman kakek nenek, kita dijejali suatu pernyataan bahwa “jalan tol”, jalan pintas, dan jalan2 mulus lainnya adalah sesuatu yang pantas dinikmati dan mengenakkan. Hingga akhirnya anak-anak sekarangpun maunya apa-apa serba instan, nggak mau usaha, ngak tahu proses, tahunya hasil doang.
*he..he…nyambung nggak ya sama artikelnya panjenengan?*
Yoyo
September 11, 2008 at 3:30 pmjalan pintas mungkin sudah terlalu mendarah daging, “adat kakurung ku iga”…..
semoga saja kita bisa membuat keadaan lebih baik, yang pasti : ASAL JANGAN MEGAWATI !!!
Iman
September 11, 2008 at 3:31 pmfadli,
benar itu..sebelum kemerdekaan panjang rel kereta api di Indonesia bis amencapai 8000 km, sekarang mungkin hanya 5000 kilometer..lho kok malah turun
easy
September 11, 2008 at 3:48 pmtapi bukankah kita (manusia) memang senang dengan dibangunnya jalan pintas?
# kalau ke surga, bagaimanapun saya juga ga setuju dengan adanya jalan pintas. lah nanti keenakan untuk para koruptor 😀
Indah Sitepu
September 11, 2008 at 4:16 pmSaya bingung entar mau milih presidennya sapa…..
soal jalan pintas yah yah semuanya pingin serba instan….
syiddat
September 11, 2008 at 4:22 pm*hiduplah Indonesia Raya….* 🙂
Pras
September 11, 2008 at 4:28 pmJalan pintas ada karena kita tidak tekun dalam penelitian. Coba lihat berapa gaji peneliti LIPI? bandingkan dengan gaji manajer2. Bandingkan sulitnya meraih gelar Doktor di bidang Biokimia, genetika molekular, Fisika nuklir atau ilmu gizi, dibanding dengan gelar serupa di bidang pemasaran, manajemen atau informatika. Coba lihat berapa jumlah Master di bidang sains di banding dengan bidang politik atau ekonomi?. Divisi Litbang sering dianaktirikan, dibilang suLit berkemBang. Sepanjang kita tidak tekun mendalami ilmu sains dasar, kita akan terpuruk memakai teknologi asing (dengan lisensi mereka tentunya).
Tidak heran para ilmuwan negeri ini lebih mendamba bekerja di luar negeri dan menyumbangkan pikiran, ide dan riset mereka kesana.
RMY
September 11, 2008 at 6:36 pmsemua ujung-ujungnya hanya mikirin kantong sendiri memang.. Alasan apapun yg bisa menggagalkan rencana para investor akan tumbang dengan sendirinya karena mata hati orang-orang di pemerintahan sudah disumpal dengan duit..
hmmmmm
sampai kapan akan seperti ini…:(
nico
September 11, 2008 at 7:55 pmJadi keinget jalan2 jalur mudik yg pada rusak. Sigh..
nadia febina
September 11, 2008 at 8:57 pmAhh, Tangguh…
Anang
September 11, 2008 at 9:25 pmah seandainya trem masi ada..
Andy MSE
September 11, 2008 at 9:43 pmsaya hanya bisa komentar: “sampean betul… saya di jawa tapi selalu lihat pertanian digeser industri… mau makan apa anak cucu kita ya? makan beton???”
ngodod
September 11, 2008 at 11:27 pmjeru om…
aRuL
September 12, 2008 at 12:25 ammoga pemerintah mendengar keluh kesah rakyat mas…
gimana yah berfihaknya juga ke kaum kapitalis jadi melanggengkan rencana2 kaum kapitalis ;D
Kemal
September 12, 2008 at 12:51 amtulisan yang bagus bang…its not an ordinary blog…
torasham
September 12, 2008 at 10:21 amsoalnya ada pepatah begini:
lewat tol gratis………….
mbayarnya pas keluar…
leksa
September 12, 2008 at 11:53 amlihat saja berapa banyak resource kereta api di sumatra dan kalimantan yang tidk lagi diurus, bahkan di tinggalkan saja,.. malah secara resmi dimatikan…
padahal kalo di bangun jalur shinkansen dari Aceh sampai Lampung, wuiihhh…. dijamin ga ada bagian dari sumatra yang mau melepaskan diri… ini analisa alm kakek saya yang mantan pegawai PJKA Aceh dulu, Mas.. :p
aminhers
September 12, 2008 at 12:28 pmKayak di Bimbingan belajar juga ada cara cepat mengerjakan matematika.wah jadinya murid tambah bingung. 🙂
omith
September 12, 2008 at 12:39 pmkadang sesuatu yg instant itu bikin kita malaS..
buthe
September 12, 2008 at 1:08 pmSetuju..transportasi massal yang mesti dibangun serius. Sesekali kalau ke kantor saya suka naik Kereta Api. Cepat, bebas macet, sedikit tepat waktu (kecuali jika ada gangguan teknis atau listrik padam). Namun demikian, seperti yg kita tau KRL Jabodetabek kurang aman, juga kurang nyaman. Mesti kasi semangat ya buat Perumka.
buthe
September 12, 2008 at 1:11 pmLiat iklan sekarang juga isinya instan melulu kan? Mau cantik bisa instan, mau langsing bisa instan juga, makanan juga serba instan..:-) Padahal yg instan2 itu ada bahayanya …
Aris
September 12, 2008 at 1:54 pmJalan pintas atau bukan, pembangunan jalan tol dan infrastruktur transportasi lainnya seperti jalur KA, pelabuhan laut dan udara, semestinya terus diperbanyak dan dikembangkan, bukan hanya di Jawa, tetapi di seluruh pelosok tanah air. Terkait jalan tol, selain untuk jalur penghubung antar kota juga dapat membuka isolasi daerah tertinggal. Ujung-ujungnya adalah membangun bangsa, mensejahterakan masyarakat dan menjaga NKRI (seperti kata alm kakeknya Leksa).
Ironisnya, data memperlihatkan panjang jalan tol di Indonesia masih sangat kurang (hanya sekitar 650 km). Padahal Indonesia telah mulai membangun jalan tol pada tahun 1974 (tol jagorawi). Sementara Malaysia yang mulai membangun jalan tol pada tahun 1986 telah memiliki jalan tol sepanjang 6.000-an km.
Kalau saja pembuatan jalan tol dan infrastruktur transportasi lainnya tidak tersendat di era reformasi, mungkin kita tidak akan tertinggal dengan Malaysia.
astrid savitri
September 12, 2008 at 10:07 pminferior complex, mas; gara-gara Deandels 🙂
Adhie Sherano
September 13, 2008 at 4:31 amGenerasi kita memang generasi instant, sama seperti mie instant yang bikinnya cepet dan enak dimakan sama gorengan, bisa kenyang modal ceban doang. Padahal mr edison nyiptain lampu setelah gagal sebanyak 99 x, makanya bangsa kita sampe kpnpun cuma bisa bikin mie instant plus gorengan2nya….hehehehehe….
nice posting big brother…
CY
September 13, 2008 at 9:47 amArtikel yang bagus bro, ini negara Agraria dan seharusnya fokus ke produksi agraria, bukannya industri. Karena itulah yang menguasai hayat hidup manusia bumi. Jadi kalo negara2 lain sudah defisit pangan dan kita bisa surplus bukankah kita bisa menguasai dunia? Tapi apa ada yg kepikiran begini ya?? Hmm… memang sayang sekali kalo lahan2 yg bisa utk pertanian dijadikan jalan. Setahun bisa minus berapa ton gabah itu?? Padahal harga beras naik terus, malu sama Thailand.