Sudah beberapa bulan terakhir , disela sela pekerjaan selalu ada saja permintaan untuk memberikan workshop, menjadi juri atau pembicara. Sebenarnya melelahkan, tetapi tak ada yang indah daripada bisa memberikan sejumput ilmu dan gagasan kepada mereka yang membutuhkan. Namun ada yang jauh lebih indah ketika acara berakhir, panitia sambil tergopoh gopoh pringas pringis memaksa saya menerima amplop yang berisi uang lelah. Tak besar. Tapi itu bentuk apresiasi mereka terhadap kehadiran saya.
Sebenarnya itu juga bukan pamrih. Kadang kala saya benar benar insisted menolak amplop misalnya yang diberikan sebuah kelompok photography SMA. Toh, uang tersebut bisa sangat berarti untuk menyewa model atau biaya hunting pemotretan mereka. Tapi jika yang menyelengggarakan hajatan adalah perusahaan yang established, seperti Perlombaan Iklan Layanan Masyarakat mengenai Global Warming yang disponsori DAI TV bersama Yayasan SET Garin Nugroho . Tentu saja saya bersama sutradara film JAK Andi Bahtiar Yusuf dan tokoh periklanan sekaligus penulis Mas Joko Lelono, tak menolak disangoni amplop tanda mata tersebut.
Ini berbeda dengan wartawan amplop, yang berpamrih mengharapkan sejumlah uang atas imbalan penulisannya kelak. Sehingga ketua KPK, Antasari Ashar ditenggarai pernah berusaha memberi amplop berisi dolar amerika kepada wartawan majalah Tempo, yang jelas menolaknya karena integritas profesinya. Seperti biasa kisah seperti ini menjadi lakon tonil sandiwara karena dibantah oleh sang pelaku, dengan alasan ia hanya mengambil amplop dari kantongnya yang berisi surat hak jawab yang akan diberikan pada wartawan.
Karena warisan kekayaan budaya Indonesia yang beranekaragam termasuk budaya korup, memang tidak semua wartawan juga jujur. Saya pernah menerima permohonan wawancara dari seorang wartawan. Sejak awal saya sudah curiga – selain nama majalahnya yang aneh – Gayanya yang inggah ingguh berbeda dengan teman teman wartawan yang selama ini biasa meminta saya menjadi nara sumber. Ndelalah ujung ujungnya setelah selesai wawancara dia malah terus terang meminta uang transport. Tentu saja menyebalkan merasa terjebak dalam kondisi seperti itu. Disatu sisi simbiosis mutualisme kadang kala menguntungkan saling mengambil manfaat antara kedua belah pihak. Namun di sisi lain apa artinya sebuah warta kebenaran kalau didasarkan atas komoditi pesanan. Naïve memang. Tapi mestinya kita tahu kadang kebenaran justru pahit.
Sampai beberapa hari yang lalu, saya kembali diundang memberikan pencerahan kepada forum diskusi “ Apresiasi Pers terhadap Film “ yang diselenggarakan PWI seksi Budaya dan Film di Cisarua. Hadir pula tokoh tokoh perfilman seperti Adi SuryaAbdi, Rudi Soejarwo, Chad Parwez, Yenni Rahman – Ketua Parfi, Ketua Karyawan Film & Televisi – Adyatwan, Direktur Film Departemen Budpar – Pak Bakrie dll. Begitu selesai acara, panitia menyodorkan amplop putih. Lho sekarang gantian saya yang dibayar sama wartawan. Mak brebet saya robek tanda terimanya setelah ditandangani. Saya lirik, cetiau. Lumayan and alhamdulilah. Saya berpikir bagaimana jika suatu saat Ketua KPK, diundang oleh wartawan untuk memberikan seminar atau diskusi apa saja. Apakah ia akan menolak amplop berisi cetiau itu ?.
Wallhasil berbekal uang tanda mata tersebut, pulang sendirian menuju Jakarta. Saya mampir sebentar ke warung sate pinggiran jalan raya di sekitar megamendung.
Udara sejuk, kambing muda, brambang merah dan kecap. Ditambah teh pagitel, panas legi kentel. Sungguh nikmat rasanya uang halal !
49 Comments
Ida Arimurti
December 14, 2007 at 10:49 amCetiau itu berapa sih Mas hehe..Salut buat wartawan yg masih punya idealisme sendiri.
Saya dengar malah wartawan amplop ada mafia tersendiri ya, khususnya bidang infotainment misalnya. Jadi punya gank sendiri2 yg saling bersaing dan harga masing2 perpaket ada tuh untuk sebuah Press Conf. Jadi bisa dinilai isi beritanya seperti apa, membela siapa yang membayar..Memprihatinkan tapi itulah faktanya, walaupun masih banyak kok wartawan yang jujur dan berdedikasi tinggi. Jadi mana nih oleh2nya dari Pelabuhan Ratu atau Mega Mendung Mas Iman…sukses ya…
gandhi
December 14, 2007 at 11:05 amHalo mas iman.. soal amplop meng-amplop kayaknya udah jadi budaya kita mas. Yg bikin miris ternyata wartawan amplop kadang2 emang dipelihara oleh instansi tertentu. Malah sempat di beritakan di sebuah koran lokal di surabaya mas, Kalo di mereka dapat jatah bulanan dari instansi. Ya gitu deh akhirnya semboyannya jadi “dari amplop oleh amplop dan untuk amplop”
adipati kademangan
December 14, 2007 at 11:26 amsaya mau amplopnya saja mas, jangan isinya.
sebagai adipati di daerah kademangan, budaya tersebut sudah mulai saya sindir untuk egera diberantas
stey
December 14, 2007 at 11:57 amSaya belum pernah dikasih amplop apapun..gimana pak?
edratna
December 14, 2007 at 11:57 amSebetulnya kalau kita memberi seminar, atau ceramah, sah-sah aja mendapatkan honor, dan biasanya berapa besar honor ini sudah ada aturan main dari perusahaan yang mengundang. Kecuali kalau memang ingin beramal, sharing pengetahuan dan pengalaman, honor dapat dikembalikan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat,
ndoro kakung
December 14, 2007 at 12:25 pmaduh, posting sampean ini secangkir kopi pait buat saya … 🙁 .. but, thanks anyway
siska
December 14, 2007 at 1:28 pmhah, workshop? *kuping langsung tegak* 😀
sini-sini bagi-bagi uang halal pak. masih ada sisa ndak?? 😀
Praditya
December 14, 2007 at 1:38 pmBener2 gak ada kiranya…
Btw, klo saya mah paling cuma nerima amplop gaji & THR 😛
anggauzz
December 14, 2007 at 2:20 pmSusah banget jadi orang yang idealismenya tinggi…….
btw,,
kenapa mesti amplop sih??? kan susah nolaknya, heheheh
mending langsung transfer ajah,, heheheheheh
peace mas.
balibul
December 14, 2007 at 2:33 pmkalo saya pernah gini mas, ada yang nanya rekening saya. eh ndak saya kasih, eh malah orangnya kirim amplop ke kantor dan temen2 tau, eh lah malah buat bancaan. habis saya nggak tau sih kalo mau dapet salam tempel…lewat sms rekening itu
pitik
December 14, 2007 at 4:05 pmaku pertama kali kerja..dapat amplop dari kontraktor yang tak awasi kerjaannya…dan direkturnya bilang “ini titipan dari mbakmu”(kebetulan direkturnya temen mbak ku)..ya langsung tak terima..tak buat hura2..eh..pas aku tanya ke mbakku…eh ternyata dia ga pernah nitip apa2…trus piye jal??mau tak balikin duitnya udah habis…mau menyesal kok ya udah terlanjur enak..halah..mbuh wis..
Nico
December 14, 2007 at 4:10 pmOh ini toh seminar kmaren. Btw, Ga bilang2 mo makan kambing muda. Biar ngiler… 😀
tata
December 14, 2007 at 4:14 pmwah lumayan yah mas cetiau…
evi
December 14, 2007 at 4:37 pmsekedar info, barangkali pak Iman berminat, ada lomba foto dalam rangka festival ekonomi syariah 2008, dgn tema “manusia bekerja”
syarat dpt dilihat di websitenya Bank Indonesia
suwun.
kenny
December 14, 2007 at 4:41 pmdaging kambing muda+pagitel, ojo sering2 mas…cetiau piro tho?
budhi ms
December 14, 2007 at 4:55 pmtraktir donk.. laper nih bozz!!
annots
December 14, 2007 at 5:24 pmbagi wartawan, amplop dari nara sumber sama dengan SP3 dari juragan besar. 😀
temukonco
December 14, 2007 at 5:34 pmSaya sependapat ama edratna, jadi kalo kita ngasih materi atau jadi pembicara dalam suatu acara atau pertemuan, sebenarnya ndak ada salahnya untuk menerima amplop tersebut sebagai honor pemateri/pembicara.
Sama halnya apabila ketika para teman-teman wartawan diundang konferensi pers, kemudian setelah acara selesai setiap wartawan yang hadir diberi amplop, mungkin itu hal yang wajar. Itung-itung itu adalah salah satu bentuk pengeluaran biaya promosi dari pihak panitia penyelenggara.
Akan tetapi apabila sudah sampai ke level di mana sang wartawan meminta/mengemis amplop pada panitia. Atau panitia/sumber berita memberi amplop dengan ditambahi embel-embel agar wartawan menulis berita sesuai dengan keinginan si pemberi amplop (sehingga merusak obyektifitas pemberitaannya), maka hal-hal seperti inilah yang amat sangat layak untuk diberantas dan diperangi.
toni
December 14, 2007 at 5:42 pmMasih zaman pake amplop mas?hihihi
Saya belum pernah jadi pembicara ,,,jadi belom dapet amplop….Kayaknya tergantung acaranya aja kalo tujuannya amal,,,ga di bayar gpp lah, asal dikasih ongkos transport sama makan 😀
Totoks
December 14, 2007 at 5:50 pmPaling seneng tuh kalau menerima uang didalam amplop bikin penasaran dan dagdigdug kalau mau membukanya 😀 Kalau isinya cetiau pasti senyum kalau pas kosong karena lupa gak diisi gimana ya 🙁
Totoks
December 14, 2007 at 5:52 pmSory yang tadi salah ngasih linknya yg ini udah bener kok.
http://totoks.com
Paman Tyo
December 14, 2007 at 5:59 pmAmplopnya nggak masalah, tapi isinya itu. 😀
1. Ya, ya, ya, memang masih ada wartawan yang meneima — bahkan meminta — uang
2. Jangan kaget kalau sebagian uang dari narasumber, termasuk pejabat sipil dan militer (plus polisi), itu dalam bentuk dollar amrik padahal gaji (resmi) mereka rupiah dan nggak banyak.
3. Paling ngeselin kalau datang ke sebuah acara, nama seorang wartawan sudah dipakai oleh orang lain demi press kit yang ada amplopnya! 😀
4. Sebagian orang humas/pr paling seneng kalau ada wartawan mengembalikan amplop secara langsung, karena uang itu nggak bisa dimasukkan ke kas lagi. Yang penting ada laporan bahwa si A dan B sudah tanda tangan kehadiran. Si penyedia uang menganggap si penandatangan juga sudah ngambil duit.
5. Kalau (sekelompok) wartawan atau media mengundang pembicara, yang sudah selayakya kasih uang kehormatan (honorarium), sesuai kemampuan. 😀
6. Ada lho narasumber yang hanya mau melayani wawancara kalau dibayar. Misalnya? Aha, entar saja saya kasih tahu. 😀
triadi
December 14, 2007 at 5:59 pmdulu pas mahasiswa malah saya yang minta duit sama pembicaranya mas…:)
venus
December 14, 2007 at 7:06 pmyakin, yang ini halal? heheheh….kidding :p
ichal
December 14, 2007 at 8:18 pmkalo saya :
alhamdulillah “cetiau”….>>>>>
masya allah “kok cuma ceban????”>>>>> hehehe,,,,
hihihihi…kalo saya lho mas!!!
mikow
December 14, 2007 at 8:33 pmakhir tahun bgini banyak orang2 yg keliaran dikantorku nyari “amplop”
Aris
December 14, 2007 at 8:44 pmJadi ingat cerita dai kondang yg itung-itungan uang amplop dulu sebelum ngasih khotbah … btw berapa cetiau itu mas?
mrbambang
December 14, 2007 at 8:47 pmHayo sapa yang udah trima amplop ngacung
peyek
December 14, 2007 at 10:32 pmHehehehe…
kalo di Gresik, amplop buat ulama itu namanya bisaroh mas! atau bahasa Gresik nya Bebunga, karena buat ulama
kalo amplop buat sampean, boleh disebut gitu nggak mas….. hehehe…
leksa
December 14, 2007 at 10:34 pmcerita ke-2 tentang seminar-diskusi oleh PWI yang ngebayar yang hadir..
yang pertama saya baca beberapa minggu lalu di blog seorang jurnalis muda.. ngeliput diskusi PWI, tapi wartawan e di kasih cetiau juga..
heheh… parah PWI
ekowanz
December 14, 2007 at 11:10 pmuang yang halal emang lebih berkah, tapi masih banyak yg berusaha mencari berkah menurut kaca matanya masing2 :p
-tikabanget- ™
December 15, 2007 at 1:24 amuang ampelop… haha.. dah masuk daptar tujuh keajaiban endonesa blom ituh.. 😀
kw
December 15, 2007 at 8:09 amdulu banget saya sempat terkagum-kagum sama idealisme wartawan. eh ternyata ada juga wartawan bodrex 🙂
#paman tyo, pengamat militer itu kan? hehehhehe
unai
December 15, 2007 at 10:00 amamplop kosong doang gada isinya mau ?
ika
December 15, 2007 at 5:24 pmNyalon jadi menkominfo aja Mas..2009 nanti..! Kendaraannya.. yeah..cincailaaah..:P
Ipul Anwar
December 15, 2007 at 5:46 pmcetiau <<< untuk 1 jam yah mas… hehehe
fatah
December 15, 2007 at 10:07 pmkalo disini, kalo mau diliput TVRI Aceh / Aceh TV musti keluar duit sekitar 500rb-1,5 jt.. tapi ngga pake amplop, malah dapat kwitansi segala.. kata mereka utk biaya operasional.. kalo kayak gini halal ngga ya ??
kawula kapok
December 15, 2007 at 10:44 pmkeikhlasan dalam melakukan segala sesuatu yang baik dan dibutuhkan orang lain terkadang memang tidak bisa dinilai dengan uang, justru malah pekewuh karena memang kita mengerjakannya dengan sepenuh hati apalagi ketika kemampuan finansial dari yang kita bantu itu ngapret dan malah menempatkan kita sebagai pengayom, yang dituakan. namun ketika kerelaan itu dimanfaatkan sebagai alat yang bisa dinilai dan terlebih lagi malah kita yang dirugikan karena ada udang di balik batu, rasa pedih justru lebih dalam karena kita melakukannya dalam bingkai hati. merasa dipermainkan, dan dipecundangi. hati memang berbelas kasih, namun hati tidak kuat melawan sakit.
btw matur nuwun ingkang sanget nggih om.. atas acara dan makan malamnya di emperan kere mbunderan ha’i. 🙂
Rystiono
December 15, 2007 at 11:53 pmKalo sayah dikasi amplop isinya tagihan melulu…
Hihihii…
Biasanya kalo ada kerjaan…nggak pake amplop. “Transfer aja pak, ini nomer rekening sayah” *nggaya mode on*
Anang
December 16, 2007 at 3:13 amduit kok ditinggal…. sikat!
andi bagus
December 16, 2007 at 11:11 ambaru dapat pencerahan klo wartawan juga bisa korup..ckckckck
aLe
December 16, 2007 at 3:57 pmAlhamdulillah oM,
aLe jd makin pengen lulus kuliah, trus cepat kerja biar bisa merasakan nikmatnya Uang halal itu.,
wieda
December 16, 2007 at 10:57 pmsobatku yg lulusan LN pertama ngasih seminar di sebuah UN crita dia surprise banget pas dpt amplop dan katanya : isinya 5 jt wied…..
he he he
rambat
December 17, 2007 at 12:06 pmhalo mas imam, saya rambat dari semarang, begini mas sya mewakili teman2 broadcast dan multimedia semarang, merindukan mas imam untuk membagi ilmu dan pengalaman ke kita2, apalagi kemarin saya di minta Univ Dian Nuswantoro smg, untuk mencarikan praktisi film senbagai pembicara seminar, jadi saya ingin tahu kalo pengin “make” mas imam detailnya gimana? mohon dibalas ke email saya, terimaksih sebelumnya
Kurt
December 24, 2007 at 12:30 pmIyaa ya mas Uang Halal itu terasa benar kedamaiannya: menerimanya, menasarufkannya dan juga membeberkannya… sebuah profesi seperti njenengan ini memang bisa mendatangkan multiamplop.
Tapi sebentuk pengalaman sampean di atas saya jadi tahu, orang yang rela memberi justru datang dari kalangan yang layak dibantu seperti anak2 SMU tadi, sementara yang tak layak dibantu justru melahirkan karakter bergaya iinggah ingguh…
inggah-ingguh, opo iki mas? 🙂 gak ada di kamus … 🙂
mamed_mumed
January 5, 2008 at 1:06 amlagi-lagi uang? apa itu tujuan idup…..
kita di ninabobok sama amplop jadi lupa ama tujuan utama heehe….
yang penting berkarya mas, memanen itu nanti setelah mati….
maap nih lagi emosi…
dani prasetyo
January 7, 2008 at 8:58 pmVIVA AMPLOP !
thalique
February 11, 2008 at 3:51 pmKalau di tempat kami, bersliweran tuch !
ewink
September 23, 2010 at 10:06 amJadi pingin makan sate…