Jika pagi pagi SBY sudah mengkritik Pemerintah Provinsi Jakarta karena tidak memiliki system resapan air untuk mengatasi banjir. Tentu kita mempertanyakan Gubernur Fauzi Bowo yang mengusung predikat ‘ Sang Ahli ‘ dalam kampanyenya tempo hari. Hujan seharian kemarin membuat sebagian kota sudah tergenang. Kemacetan disana sini serta problem klasik, lampu merah mati dan polisi memilih berteduh.
Hujan menjadi momok menakutkan saat ini. Banjir dan akibatnya pada pekerjaan. Besok saya harus syuting film iklan, dan tidak yakin pawang hujan mana akan mampu menahan guyuran hujan. Mungkin hanya Pak Slamet yang bisa. Itupun kalau dia masih ada. Dia adalah kalau bekas pawang hujannya Presiden Soeharto.
Dulu kalau ada acara Pak Harto di Taman Mini atau sedang main golf. Pak atau Kiai Slamet ini bertugas mengusir membuang awan hujan dan air ke luar area ring satu. Jadi ada pameo di kalangan orang film, kalau mau syuting, jangan berada didekat daerah seputaran lapangan golf tempat Pak Harto biasa main. Pasti ketimpaan air hujan gusuran.
Banjir selalu mengancam Jakarta karena memang secara topografi di kelilingi rawa rawa, juga menjadi tempat muara aliran sungai sungai dari selatan. Ada yang menyalahkan VOC karena membangun Batavia diatas rawa rawa.
Catatan sejarah pada tahun 1671, 1699, 1711, 1714, dan 1854 , Jakarta yang ketika itu masih bernama Batavia mengalami bencana banjir. Sejak banjir besar 1872, Pemerintah Hindia Belanda membangun Kanal Barat untuk memecah luapan air Sungai Ciliwung. Jauh sebelumnya, setelah membangun Batavia, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen menggali tiga kanal tegak lurus di Sungai Ciliwung. Kanal-kanal digali ke arah timur dan barat sejajar satu sama lain dan bermuara di Ciliwung. Penggalian ini tercatat dalam peta Batavia tahun 1622.
Proyek itu dilaksanakan untuk membantu pengeringan lahan, terutama pada musim hujan. Kemudian mereka meninggikan permukaan tanah, di mana Batavia akan dibangun. Perencanaan tata kota kemudian disesuaikan dengan posisi lahan.
Jakarta salah satu kota yang memiliki banyak sungai atau kali. Di barat terbentang kali angke, Kali blandongan, Kali krukut dan kali grogol. Di timur ada kali gunung sahari dan kali sunter. Adalagi kali Besar , Kali bungur dan lain lain. Belum ratusan terusan, parit lebar yang menghubungkan dari satu sungai ke sungai yang lain. Ini bisa jadi karena jaman beheula, orang Belanda gemar menggali kali kali buatan atau kanal kanal yang disebut Grachten.
Kali kali grachten dibangun dengan pertimbangan ekonomis komersial juga. Menjadi sarana angkutan dari arah selatan ke pelabuhan Sunda Kelapa. Sejarahawan Kota Jakarta – Alwi Shahab – mencatat konon waktu itu oleh pemilik kali kali buatan, mengharuskan perahu atau sampan yang lewat harus membayar uang tol.
Seperti di Jalan glodok atau pangeran Jayakarta sekarang, para elite Belanda membangun rumah rumah di pinggir sungai – yang sekarang menjadi got besar – sambil menyaksikan para remaja berkencan sambil menaiki perahu.
Dulu ada konglomerat cina, Oey Tam Sia, seorang kapitan cina yang sering menghamburkan uang di Kali toko tiga seusai melakukan pesta atau hajatan besar. Kini seperti kali kali lainnya sudah menjadi got besar, dengan air hitam dipenuhi sampah.
Kanal kanal ini memang tetap tak mampu menolong ketika banjir besar terjadi lagi tanggal 19 Februari 1918. Hampir seluruh kota terendam setinggi dada orang dewasa.
Dalam sidang Volkstraad, seorang ahli tata air, Prof. Herman van Breen menjawab pertanyaan anggota dewan kota dan walikota Bischop. Bahwa pembangunan kanal tidak menjamin bahwa Batavia akan terbebas banjir.
Tapi setidaknya, dengan mekanisme sudet- potong kali kali menjadi kanal kanal membuat banjir besar hanya terjadi dalam siklus puluhan tahun sekali . Sementara Jakarta modern harus menerima getah banjir hampir setiap tahun sekali. Tentu saja banyak yang berubah. Kanal dan kali sudah berubah fungsi, sementara kita bisa menyebrangi di atas Sungai Ciliwung. Berjalan di atas tumpukan sampahnya.
Hujan memang menakutkan sekarang. Membuat pikiran berkecamuk, apakah akan baniir lagi ? Walaupun demikian hujan tetap menjadi sumber inspirasi yang melankolis. Juga bau basah udara dan tanahnya. Dulu Ibu Sud bisa menciptakan lagu anak anak hanya dengan memandang air hujan. ..“ tik tik bunyi hujan di atas genting, airnya turun tidak terkira,……”.
Lagu yang konon diisuekan hendak dicaplok Malaysia juga.
Sementara dalam hujan saya membuat konsep film iklan yang harus dibuat dengan mood sedih. Sekaligus mendengarkan suara Tantri vokalis Kotak . Lagu yang jauh membawa perasaan jauh di balik mega yang bergulung gulung. Rindu yang kelabu.
tik tik waktu berdetik
tak mungkin bisa kuhentikan
maumu jadi mauku
pahitpun itu kutersenyum
kamu tak tahu rasanya hatiku
saat berhadapan kamu
tik tik tik air mataku
biar terjatuh dalam hati
mauku tak penting lagi
biar kubuat bahagiamu
kamu tak tahu rasanya hatiku
saat berhadapan kamu
36 Comments
mei
January 15, 2009 at 2:00 pmhalo mas…
banjir emang gendeng ya di jkt…coba kalo manusia2nya ga buang sampah sembarangan, kira2 masih bakalan banjir ga ya? ahaha
edy
January 15, 2009 at 2:07 pmhehehe kmaren juga baru nulis di blog…
ruas sudirman-thamrin yg katanya jalan negara tp bergelombang
n kalo ujan sebentar aja udah tergenang
bikin malu 😆
Cengeng-Ngesan T_^
January 15, 2009 at 2:26 pmsiape suruh datang ke Jakarte:-P
Jakarte memang terlihat lebih nyaman dari pada yang sebenernye, itulah yang membuat orang desa pada rantau ke jkt
Chic
January 15, 2009 at 2:30 pm*baca kalimat terakhir*
wooogh Mas Iman lagi mellow… 😆
eh, emangnya waktu kampanye dulu Fauzi Bowo bilang dia ahlinya masalah banjir? perasaan sih kampanyenya cuma bilang “Banjir? Serahkan pada ahlinya…” (tapi itu bukan saya)..
hihihihihihihihi
evi
January 15, 2009 at 2:57 pmga berani ngrasani pak kumis, soalnya ada bu bos di sini yg suaminya tangan kanannya ‘sang ahli’ yang ‘tidak ahli’ itu hehehe…. 😛
tadi pagi lewat jembatan kali grogol di pondok labu yg airnya udah penuh, nyaris tumpah ke jalan. aduh… 🙁
gajah_pesing
January 15, 2009 at 3:19 pmsemoga masalah banjir segera ter-realisasikan dengan “segera”…
surabaya juga mengalami hal begitu kok..
mantan kyai
January 15, 2009 at 4:11 pmsdg mdengarkan melodi hujannya jubing. semoga tak menjadi banjir
oon
January 15, 2009 at 7:25 pmiklan rokok yang musim banjir telah tiba bisa diputer lagi tuh…lucu dan menendang..tapi para pejabat itu masih bisakah tertendang hatinya?
auliahazza
January 15, 2009 at 7:50 pmmas iman, kalau mau pawang hujan dll, bisa ke forum supranatural kaskus 🙂
duh, kita itu memang hobinya saling menyalahkan ya … 😀
Padahal VOC sudah susah payah mengatasi banjir. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan ya 😉
Lagipula, VOC pasti ada alasan untuk membangun kota Jakarta di tempatnya sekarang.
hedi
January 15, 2009 at 10:01 pmindonesia itu aneh kalo bikin jalan, padahal banyak insinyur sipil yg hebat. mosok bikin jalan selalu tanpa saluran aer yg jelas 🙁
-=«GoenRock®»=-
January 15, 2009 at 10:54 pmNunggu masterpiece Film Iklan dari Mas Iman yang ini nongol di tipi aaaah 😀
omoshiroi
January 16, 2009 at 12:30 amsaya kok malah tertarik dengan cerita ‘pak atau kiai slamet’ itu yah mas?
bisa diceritakan lebih lanjut mas?
hehe,,
meong
January 16, 2009 at 1:19 amkirain tik tik tik manggil tikabanget 😛
hujan mmg sering membawa kita pd blue syndrome, bawaan jd mellow, mas.
jadi kapan pindah ke jogja ? mumpung harga tanah masih lumayan bagus. 5 tahun lagi udah dedel duel naik ga karuan. sebagian wilayah sleman udah dipetak-petak sama orang jakarta yg inves tuh. jogja kl banjir mah, cuma tergenang aja. itu aja udah bikin warganya sewot. kecuali yang errr…yahh…yg di ledok tukangan ato yg dilewati kali code.
Dony Alfan
January 16, 2009 at 3:21 amKapan nih ibu kota Pemerintahan dipindah? Jakarta udah nggak layak kayaknya 😀
Donny Verdian
January 16, 2009 at 3:25 amWell, satu hal yang sepertinya harus diubah adalah dalam pelajaran anak2 sekolah dasar di Jakarta, anggaplah muatan lokal maka tambahkanlah tentang ilmu mengenal banjir dan ajakan bersikap yang baik dalam menghadapi hujan dan banjir yang sudah menjadi langganan. Kenapa demikian, karena terbukti tho memang sejak dulu Jakarta juragan banjir.
Mengenai sang ahli, ya semua orang memang ahli, setidaknya dalam kata-kata alias ahli ngomong hehehe
ZAKAR MU KAZAR
January 16, 2009 at 3:17 pmMas banjir di jakarta gak usah dibahas mas, memang sudah langganan
Mendingan bahas Pak alias Kyai Slamet aja lebih menarik
Totong…. eh tolong diulas lebih dalam mas tentang Kyai Slamet, please gimana sejarahnya?
kian
January 16, 2009 at 3:37 pmbanjir di jakarta itu ..hasil kiriman dari bogor ya….selain perbaikan sungan di bantaran manggarai. Sebaiknya Pemkot memperbaiki selokan lubang2 saluran air yang ada dijalan2 maupun di perumahan.
kalo ada lagu “semarang kaline banjir” untuk jakarta bisa “jakarta jalannye banjir”
mei
January 16, 2009 at 3:37 pmdan hujan membuat saya malas bangun pagi *coba kalau kantor ikutan tutup kalau hujan yak^^*
didut
January 16, 2009 at 5:05 pmuntung sy di SMG dan untung lagi tinggal di kota atas jadi hujan tinggal tidur 😛
kw
January 16, 2009 at 6:37 pmiya dulu hujan itu menyenangkan…
sekarang kok jadi menyeramkan…. 🙂
edratna
January 16, 2009 at 7:28 pmHerannya udah banjir, hujan sedikit aja macet, kemarin katanya dimana-mana macet…..tapi masih banyak juga yang mau ke Jakarta.
Sekarang setiap kali mau pergi, mesti berpikir jalan alternatif…tapi kok kayaknya semua sama, bahkan jalan tikuspun usah macet.
tukang nggunem
January 16, 2009 at 11:49 pmJakarta kebanjiran, masalah klasik dari dulu yang belum terpecahkan sampe saat ini, harus ganti berapa pemerintahan dulu biar ibukota bisa selamat dari banjir? ato malah ganti ibukota aja sekalian?? hehehe
Hujan juga jadi momok menkautkan buat saya, soalnya kos saya mesti bocor kalo hujan deress…
dondanang
January 17, 2009 at 3:06 amdaerah saya rawan banjir. KAlo hujan besar malah was was 🙁 mana nih ahlinya?
Luigi Pralangga
January 17, 2009 at 5:20 ampernah sudah si mobil ikut kerendam oleh banjir.. kapan ya perencanaan kota benar-benar bisa mengubah klebiasaan banjir, meski diguyur sedikit aja .. langsung deh.. 😀
andi felani
January 17, 2009 at 10:59 amkalau melihat banjir dijakarta jadi teringat 2 tahun silam, ketika saya pulang di sepanjang jalan tol dari bandara Soekarno-Hatta kerendam air, sebatas ban bus pulak hehehe.
tapi mudah mudahan seiring waktu bisa kita improve untuk menjadi lebih baik.
Hidup Indonesia !!!
imcw
January 17, 2009 at 9:16 pmRumah saya juga kebagian banjir walau letaknya jauh dari Jakarta yaitu Bali. 🙂
Setiaji
January 17, 2009 at 11:24 pmpertama : semoga tidak ada banjir besar lagi
kedua : saya suka musim hujan, terasa romantis bila direnungkan 🙂
ketiga : hujan rintik memberi inspirasi bagi yg sempat menikmatinya
haris
January 18, 2009 at 9:03 ambener, mas. hujan jg sumber inspirasi yg puitis. dlm puisi indonesia modern, hujan adalh tematis yg bs ditemui di segala zaman: sejak amir hamzah, chairil, saparadi, dm, sampe dengan afrizal atau dina oktaviani…
boyin
January 18, 2009 at 10:01 amlagunya ibu sud jadi bikin kangen anakku diseberang sana….tak doain jakarta gak separah banjir 2 tahun lalu deh…
firmanwy
January 18, 2009 at 10:49 pmHujan sangat menyenangkan… walau jadi susah mbangunin anak saya yang makin rada lelap tidurnya.
ngesti yuni supraprti panggil saja yuyun
January 18, 2009 at 11:41 pmSalam kenal mas Imam, foto-foto bawah lautnya bagus-bagus, kapan-kapan ampir ke Natuna tak kalah lho dengan Papua. Tulisannya enak dibaca , tak membosankan, kangen kalau tak buka blognya.
kyai slamet
January 19, 2009 at 2:09 amsaya buka jasa pawang hujan khusus untuk young mother-mother saja
😀
racheedus
January 19, 2009 at 2:16 amHujan seringkali membuatku deg-degan. Sudah tiga kali rumahku terendam banjir. Semuanya meninggalkan cerita pilu di samping banyak makna lain kehidupan yang kudapatkan. Makasih Mas Iman sudah mampir ke blog-ku dan memberi support.
Nyante Aza Lae
January 20, 2009 at 12:28 pmhrsnya jakarta dtangani secara integral n menyeluruh…monya di vek juga daerah hinterlandnya..!
winawang
January 24, 2009 at 4:25 pmhujan merupakan anugerah, tp klo di jakarta tiap hujan malah jadi was-was…
Iskandar
February 27, 2009 at 6:35 amBanjir Jakarta salahkan VOC.. aneh banget. Masa ngga tau sejarah dunia. Kota selalu muncul dimana ekonomi tumbuh pesat. San Francisco berdiri di atas garis gempa bumi, Kuala Lumpur di atas rawa-rawa lumpur, Dubai di atas pasir.. Asal manusia pake otak bisa mengatasi semua persoalan. Kalo pake mulut doank hasilnya ngga ada cuma komplen melulu.