Apakah ada batasan dalam menulis postingan di twitter atau kanal kanal social media lainnya ? Hal hal ini sebenarnya sudah sering dibahas, dan umumnya semua harus sepakat bahwa ‘ freedom of expression ‘ merupakan elemen utama dalam penulisan. Tapi apakah serta merta sebebas itu ?
Berbeda dengan media jurnalis mainstream lainnya, kanal socmed yang mobile dengan cepat berinteraksi dan secara cair bebas bergerak kemana saja tanpa melalui penyaringan seperti yang ditemui pada fungsi redaktur pada media tradisional.
Karena kita adalah penulis, pengedit, sekaligus dan penerbit. Sehingga filter itu berada pada kita sendiri sebagai redaktur. Itulah tantangan sekaligus seninya.
Sekarang kembali kepada kita, sejauh mana kita mengekspresikan kebebasan itu.
Ada tatananan moral. budaya, agama, perilaku dan kehidupan sosial yang mau tidak mau harus menjadi batasan dalam menuliskan suatu topik.
Ironis ? atau memang semestinya kita hormati ?
Anda bebas saja memaki maki dengan kata Lonte, menyebar fitnah, memposting gambar gambar porno, menyerang orang atau meragukan sebuah agama. Toh anda bisa berkilah ini akun saya. Jangan baca kalau tidak suka. Jangan follow atau di mute saja. Tapi apakah sesimpel itu. Tentu saja tidak.
Saya selalu percaya selalu ada tatanan di luar sana yang tetap kita hormati.
Ini analoginya. Jika anda memasang speaker dari rumah anda sendiri kemudian anda berteriak teriak menyerang tetangga kita. Apakah anda bisa dengan mudahnya berkilah ini rumah saya, silahkan tutup kuping.