Browsing Tag

Ruslan Abdulgani

Potret Buram 2011 – Catatan Kaleidoskop

Beberapa catatan tahun ini, diantaranya kekerasan terhadap agama agama minoritas masih merupakan catatan serius yang harus diperhatikan.

Tentu saja yang paling banyak menyita perhatian adalah kasus GKI Yasmin yang sepanjang tahun hampir mendominasi pemberitaan time line setiap minggu pagi.

Puncaknya hari Natal. Aparat menutup jalan menuju lokasi dan para pendemo massa Islam garis keras berteriak teriak menolak kehadiran jemaat yang ingin berdoa di hari Natal.

Sejarah kekerasan terhadap agama Kristen sudah terjadi sejak dulu. Ketika pasukan Mataram menyerang benteng garnisun VOC di Kartasura tahun 1741. Mereka menawan Komandan VOC, Kapten Johannes Van Helsen serta anak buahnya. Orang orang Eropa yang menyerah diberi pilihan. Bergabung dengan Mataram dan wajib konversi agama Islam atau yang menolak – menghadapi hukuman mati.

Banyak prajurit Eropa yang memilih pindah ke agama Islam sementara Van Velsen menolak dan dihukum mati. Kemudian benteng VOC di Kartasura di hancurkan.

Sebenarnya tidak melulu monopoli Islam. Kerajaan Portugis dan terutama Spanyol, membawa pesan Raja Ferdinand serta Ratu Isabella untuk membawa pesan untuk mendirikan kerajaan Tuhan di seluruh muka bumi. Tidak heran, bekas bekas jajahan Portugis atau Spanyol umumnya beragama Katolik.

Jauh sebelum sekarang, Pada tahun 628 Nabi Muhammad SAW mengeluarkan Piagam Anugerah kepada biarawan St. Catherine Monastery di Mt. Sinai . Berisi beberapa klausul yang melingkupi aspek-aspek hak asasi manusia termasuk perlindungan bagi umat Kristen, kebebasan beribadah dan bergerak, kebebasan untuk menunjuk hakim-hakim dan menjaga property mereka, pembebasan dari wajib militer, dan hak untuk dilindungi dalam perang.

Ini menjadi tragis karena pemimpin kita sendiri, Presiden SBY acap kali ragu dalam menjalankan konstitusi, khususnya kebebasan beragama. Dus pendirian gereja Kristen Yasmin yang secara notabene sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, setelah MA menganulir keputusan Pemkot Bogor.

Continue Reading

Jaksa Agung Soeprapto

Pagi hari itu, tanggal 13 Agustus 1956, Menteri luar negeri Ruslan Abdulgani baru saja makan pagi dan bersiap siap untuk lawatan dinas ke luar negeri. Menurut rencana hari itu ia akan terbang menuju London, untuk sebuah konferensi Internasional tentang masalah nasionalisasi Terusan Suez.
Ia tercekat ketika ada 2 orang perwira AD dari divisi Siliwangi menemuinya dengan membawa surat perintah penangkapan yang ditandatangani oleh Kol.Kawilarang dalam kedudukannya sebagai penguasa perang Jawa Barat. Waktu itu Jakarta masih berada dalam teritori divisi Siliwangi.
Situasi sangat genting. KASAD Nasution merencanakan akan mengganti para panglima panglima pada tanggal 14 Agustus, sementara Kawilarang sehari sebelum pergantian, justru mengeluarkan surat penangkapan. Sebelumnya berdasarkan laporan dan beberapa investigasi surat kabar, Menteri Luar Negeri menerima uang dari seorang pengusaha Tionghoa sebesar satu setengah juta rupiah sebagai bagian dari ongkos cetak kartu suara pemilu.

Istri Ruslan Abdul Gani langsung menghubungi Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo, yang segera memberitahu Nasution tentang penangkapan ini. Kasad Nasution yang tidak mengetahui tentang insiden ini – menyebutnya perbuatan koboi – segera memerintahkan komandan garnizun Jakarta segera membebaskan Menteri Luar Negeri.
Hari itu juga Ruslan Abdulgani berangkat dari lapangan terbang Kemayoran menuju London. Peristiwa itu disebut sebut sebagai kegagalan pertama bangsa ini, memerangi korupsi karena intervensi Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo.

Pemerintah melalui Perdana Menteri menuduh ini merupakan pembangkangan untuk mencegah pergantian Kawilarang. Namun sesungguhnya masa itu banyak perwira Siliwangi yang cemas dengan perbuatan korupsi oleh pejabat negara, dan mereka bertekad memberantasnya. Apalagi mereka banyak tak percaya Panglima baru kelak – Suprajogi – merupakan kaki tangan Nasution.

Continue Reading