Browsing Tag

pemilu 2009

Gelar hajatan demokrasi itu

SBY hari hari terakhir banyak tersenyum. Wajahnya semakin bertambah jatmika. Sebab musabab yang dapat diduga. Partai Demokrat memenangi pemilu legislative. Dengan perolehan lebih dari 20 persen, partai ini bisa mengusung calon presidennya sendiri. Tidak salah prediksi beberapa lembaga survey bahwa, Partai Demokrat akan meraih suara signifikan. Yang justru di luar perkiraan justru Partai Keadilan Sejahtera yang sebelumnya diramalkan akan merebut suara banyak, ternyata jeblog. PKS tetap di bawah PDI-P dan Golkar.

Penurunan suara PDI-P dan Golkar tidak mengherankan, karena partai moncong putih sudah kehilangan ‘ aura ‘ partainya wong cilik sementara Golkar kurang bisa memaksimalkan mesin politiknya yang pada jaman Akbar Tanjung bisa menjadi jawara pemilu 2004.

Apakah ini menjadi representasi suara pemilih. Mencemaskan bahwa angka pemilih turned out hanya 60 %. Belum ada data pasti apakah sisa 40 % ini termasuk pemilih golput atau mekanisme administrasi DPT yang ambur adul.
Memang tidak apa masalah dengan legalitas pemilu ini. Apapun itu tetap dianggap legitimate. Masalahnya hilangnya angka sebesar itu – 30 % sampai 40 % – membuat pelaksanaan pemilu dipertanyakan. Sebuah tamparan yang menyakitkan tentang harga demokrasi di negeri ini yang sedemikian mahal.

Continue Reading

Safari Kampanye Jusuf Kalla

Hari masih gelap di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta. Masih jam 5 pagi dan saya sudah tergopoh gopoh mencari cari Ratna dari Tim Pencitraan Bapilu ( Badan Pemenangan Pemilu ) Jusuf Kalla di pojok Dunkin Donuts, sebagai meeting point yang dijanjikan.
Perjalanan ini memang terasa unik. Jusuf Kalla sendiri berkepentingan mengundang blogger untuk menyaksikan safari kampanye Golkar. Sejak beberapa hari lalu saya sudah diberitahu bahwa jadwal saya akan menuju Pulau Lombok di NTB, Kupang, NTT dan mungkin Bali. Mengapa harus Blogger ? Ini menarik karena secara terus terang ia menjawab minat alasannya terhadap blog, pada pertemuan dengan blogger di kawasan Kebayoran beberapa saat lalu.

“ Ini khan menjelang pemilihan umum, kalau tidak mendengar,bagaimana bisa tahu keinginan publik ?”
Ini sekaligus menegaskan pengakuannya terhadap eksistensi suara blogger yang – sedikit banyak – patut diperhitungkan sebagai ekspresi media alternatif. Sementara banyak pihak yang justru meremehkan kontribusi citizen journalism gaya blogger.

Gerak lincah Jusuf Kalla melakuan manuver kemana mana tidak lepas dari keputusannya ikut mencalonkan menjadi Presiden, selain menggulingkan roda kampanye partainya dalam Pemilu. Tentu banyak yang bertanya tanya, apa yang diharapkan dari Tim Pencitraan Bapilu Golkar dengan mengajak seorang blogger masuk dalam rombongan mereka. Apakah saya wajib menulis sebagaimana para wartawan wartawan media mainstream yang juga ikut.
Tentu saja tidak. Tidak ada kewajiban menulis tulisan reportase. Tapi justru saya akan sangat menyesal jika tidak menshare pengalaman ini terhadap komunitas blog.

Continue Reading

Ideologi partai itu

“ Apa yang menarik dari sebuah kampanye, Mas ? “ pertanyaan itu saya dengar antara dua orang blogger mahasiswa yang sedang bercakap cakap di angkringan pinggir jalan.
Temannya terdiam. Bingung menjawabnya kecuali bertanya balik.
“ Lha menurut kamu apanya “
“ Ya ramai ramainya, bagi bagi kaos, nasi bungkus atau bagi bagi uang “ jawabnya asal. Lalu ia melanjutkan “ bahkan ada yang bagi bagi laptop gratis buat mahasiswa seperti kita “.

Tiba tiba saya mendapat pencerahan dari jawaban teman anak muda tadi. Saya mencoba nimbrung sambil mengatakan bahwa yang paling menarik adalah ideologinya.
Mereka malah bingung. Ideologi bukankah sudah usang sergahnya.

Ingatan ini melambung jelas kepada kampanye tahun 1955. Jelas tiap partai memiliki ideology yang diperjuangkan mati matian. Komunis, nasionalis, Islam – tradisional dan modern – Kristen, Katolik, sosialis dan sebagainya. Ada pembatas yang jelas.
Bahkan dalam orde baru hanya 3 partai. Islam, Nasionalis dan Birokrat.

Continue Reading

Vivere Pericoloso

Enison Sinaro, seorang teman sutradara mengirimkan sebuah foto heroik, yang diambil poster di lorong lorong gedung Kuala Lumpur International Film Festival. Bung Karno sedang berteriak menggayang Malaysia. Entah kenapa poster itu dipasang disana. Yang jelas ingatan saya langsung menuju pada tahun tahun termasuk salah satu pidato Bung Karno pada pada masa itu, “ Vivere Pericoloso “. Artinya berani nyerempet bahaya.

Saya berpikir tahun 2009 harus berani juga menyerempet bahaya. Tentu saja bukan ujung ujungnya mati konyol. Perhitungan dan untung rugi harus dipikirkan. Krisis keuangan global, membuat principle pemilik produk mengetatkan budgeting korporasinya. Salah satu yang paling cepat dilakukan adalah memangkas anggaran promosi. Berarti orang orang seperti saya paling depan dikorbankan.

Beruntung tahun 2009 adalah tahun pemilu. Banyak kesempatan disana, karena banyak politikus bodoh atau pintar yang butuh orang orang seperti saya untuk memoles citra melalu iklan, komunikasi kampanye atau strategi lainnya. Untungnya juga mereka mungkin tidak pernah membaca blog ini. Bagaimana saya mencibirkan dunia sandiwara politik di negeri ini.
Tidak hanya calon presiden, calon calon anggota DPR atau DPD pun sudah berancang ancang membuat iklan citra dirinya di televisi daerah. Terlebih mereka sepertinya tidak terkena imbas krisis. Entah dari mana datang uangnya.

Continue Reading