Browsing Tag

Mochtar Lubis

Republik beringas

Seorang supporter bonek mati setelah terjatuh dari atap kereta api yang licin. Kepalanya pecah menimpa batu batuan di pinggir rel. Walau prihatin, saya tidak terlalu berduka. Entah kenapa, setelah melihat aksi mereka menjarah para pedagang kecil di sepanjang stasiun perhentian.

Melempari warga dengan batu. Memukuli wartawan sehingga kepalanya bocor.
Biarlah ini menjadi azab mereka, demikian kata pedagang makanan yang terampas oleh aksi beringas supporter bonek.

Bandingkan jaman dulu – kita mendengar cerita cerita – warga palmerah yang saat itu masih kampung selalu menyediakan kendi berisi air putih di depan pagarnya ketika hari pertandingan bola tiba di Stadion Utama Senayan.
Suporter bola yang melintas dengan tertib gantian minum dan mengucapkan terima kasih. Saling melambai dengan warga sekitarnya.

Ada apa dengan bangsa ini. Sedemikian mudah pemarah dan menjadi beringas ? Kemana ciri ciri yang katanya toleran dan ramah tamah. Menolak kehadiran gereja di lingkungan kita ?. Bakar dulu gerejanya. Urusan lain belakangan. Toh, jemaat mereka akan diam saja dan tak mungkin balas membakar mesjid kita. Bangganya kita menjadi mayoritas yang berkuasa. Sama seperti sang suporter, yang menjadi beringas dan sombong saat berada dalam ribuan bonek.
Marah, beringas dan kejam sudah menjadi trade mark baik rakyat dan penguasa. Sunan Amangkurat dengan mudahnya memerintahkan ribuan santri berkumpul di alun alun dan memenggal kepala semuanya. Tentara jaman orde baru biasa menginterograsi dengan menyetrum tahanannya. Pernah dengar anekot polisi memeriksa berita acara tersangka ? Sang juru ketik bertanya sambil duduk di kursi yang kaki kursinya menginjak jempol tersangka.

Continue Reading

korupsi & manusia Indonesia

Dalam bukunya “ Manusia Indonesia “ , Mochtar Lubis sudah memasukan korupsi dalam elemen Hipokrit dan Munafik sebagai salah satu ciri ciri manusia Indonesia. Lebih jauh dikatakan, manusia Indonesia bukan economic animal dan cenderung boros, tidak suka bekerja keras dan inginnya serba cepat kaya. Entah ini benar atau tidak, namun ada yang selalu saya kagumi dari Mohtar Lubis – terutama dari buku buku karyanya.- yakni konsistensi untuk menyuarakan keadilan, kejujuran dan nurani.
Ia memimpin Koran Indonesia Raya yang suka mengangkat kasus korupsi sehingga dibreidel pada jaman Soekarno maupun Orde Baru. Dalam tulisannya ia juga kerap menyinggung hal ini. Seperti dikisahkan dalam novelnya “ Maut dan Cinta “. Kisah para pejuang kemerdekaan yang menghadapi godaan korupsi saat ditugaskan mencari senjata di Singapura dari uang penjualan gula dan karet.
Lalu “ Senja di Jakarta “ secara tidak langsung menyindir praktek praktek kolusi dan korupsi di perusahaan negara.

Continue Reading